Anak- anak libur sekolah, Hans memutuskan untuk mengambil cuti dan mengajak keluarganya berlibur. Saat ini mereka sedang dalam perjalanan keluar kota.
Drrrrt... drrtttt....
Suara getaran ponsel menyela obrolan ringan mereka. Getarannya terus berkesinambungan menandakan adanya panggilan telepon.
Erika melirik kearah Hans yang sepertinya tak berniat menjawab panggilan itu.
"Kenapa tak dijawab?" Erika mengangkat alis sambil matanya melirik ke arah ponsel yang masih terus bergetar.
Melihat nama yang tertera dilayar dan notifikasi yang terus menerus, membuat Erika merasa tak nyaman. Hans memahami apa yang dirasakan Erika.
CLARA Calling....
"Orang kantor. Biarkan saja, kita mau liburan." Hans mengambil ponselnya dan langsung mematikannya.
Erika tak menjawab hanya memandang Hans dengan pandangan tak mengerti.
****
Eh...
Tak lama setelah Hans mematikan ponselnya, sayup-sayup terdengar nada dering ponsel milik Erika.
Buru - buru Erika mengambil ponselnya yang disimpan di dalam tas. Tangannya meraih tas di jok belakang sambil melirik sekilas pada Abigail dan Amanda yang asik mendengarkan musik menggunakan headset.
Terlambat. Nada dering itu berhenti. Nampak nomer tak dikenal ada disana. Ada dua panggilan tak terjawab dari nomer yang sama.
"Siapa?" tanya Hans.
"Tak tau. Sudah mati tuh. No name lagi. " jawab Erika sambil menunjukkan layar ponselnya kearah Hans.
Dua kali berturut - turut hanya selisih satu menit. Urgentkah? (Erika)
"Ups, lagi...", Erika langsung menggeser tanda hijau di layar tak lama setelah nada dering berbunyi.
"Halloo?"
Tak ada jawaban. Yang terdengar hanya hembusan napas dan suara isak tangis seseorang.
"Siapa ya? Hallo?" Erika kembali menyapa penelpon itu.
".... Kak Hans....?" suara serak terdengar dari seberang sana. Sepertinya sedang menangis dan suara seorang wanita.
"Haloooo....?" Erika mengulang sapaannya.
"Huhuhu Kak Hanssss.... Kak Haaaaans.....huhu....."
"Siapa ini?" Erika bingung, dia tak tahu harus bagaimana.
Bayangkan saja, wanita mana yang tidak bertanya-tanya. Saat tiba-tiba ada telpon seorang wanita dan langsung menangis sesenggukan sambil memanggil - manggil nama suamimu. Rasanya seperti mencekam. Atau memang Erika yang berlebihan?
Duh...amit-amit jangan sampai ada seorang wanita yang tiba - tiba saja mengaku hamil anak Kak Hans. (Erika)
"Ada apa?" Hans melihat tampang Erika yang nampak aneh. Tak tau harus berbicara apa, Erika malah menyodorkan ponsel itu ke Hans.
"Hah?"
"Kapan?"
"Kamu tidak apa - apa kan?"
"Dimana kamu sekarang?"
"Hmmm... ya..."
"Nanti aku kabari"
Pertanyaan - pertanyaaan dan jawaban - jawaban Hans yang singkat membuat Erika kesulitan menebak apa yang sedang dibicarakan oleh mereka.
Ya. Erika sedikit tak suka melihat suaminya bertelponan dengan wanita lain diluar jam kantor. Apalagi wanitanya tak dikenal, dan juga sambil menangis.
"Siapa?" Karena penasaran, Erika mencolek tangan Hans sambil berbisik. Dan Hans memberinya kode untuk menunggu.
Setelah panggilan selesai, Hans justru terdiam sambil tetap mengemudikan mobil. Meski begitu, jelas sekali terlihat pikirannya melayang entah kemana
..................................hening..............................
"Evan meninggal karena kecelakaan pagi tadi" akhirnya penjelasan yang ditunggu - tunggu pun muncul.
"Ha? Evan siapa?" Erika merasa asing dengan nama itu.
"Clara memberi tahu kalau pacarnya kecelakaan di tol dan meninggal ditempat. Menurutmu kita harus bagaimana?"
Oooh...ternyata Clara menelponku untuk mencari Kak Hans. (Erika)
Erika sebenarnya tahu kalau Hans sedang meminta persetujuan darinya untuk membatalkan liburan.
Benar. Ini adalah sad moment. Berita duka. Erika sadar betul kalau ini bukanlah saat yang tepat untuk cemburu atau egois.
Bukan. Bukan Erika tak bersimpati tapi ada sesuatu yang menggelitik hatinya. Perasaan yang begitu sulit untuk digambarkan. Seperti ada rasa tak rela dan tak ikhlas untuk kembali ke kota mereka. Sekalipun untuk rasa kemanusiaan.
Cemburukah? Terganggu? Atau tak suka? Aaah... entahlah Erika sendiri tak bisa mendefinisikan perasaannya. Akhirnya Erika hanya diam, dan memasang wajah setenang mungkin. Erika tak mau Hans menganggapnya tak punya empati.
"Ada apa Daddy?" celetuk Abigail dari bangku belakang. Abigail yang cerdas dan kritis bisa merasakan suasana aneh diantara kedua orang tuanya.
"Eeeemmm... teman Daddy meninggal"
"Trus maksud Daddy kita batal liburan dan mau pergi melayat. Begitu kan Dad?" Abigail yang berusia 10 tahun dengan segera menangkap arah pembicaraan Daddy-nya.
"Oh Nooo!!! Daddy PHP-in kita nih....Sebel!!", Amanda yang lebih muda 2 dua tahun langsung menyahut tak suka. Tangannya disilangkan didepan dada dan langsung melengos ke jendela.
Hans melirik kearah Erika mengharap bantuan untuk menenangkan kedua anak yang mulai protes. Namun yang dilirik tampak enggan berkomentar. Ekspresinya pun tak terbaca.
"Moms?"
"Clara minta apa ke kamu?" Erika to the point karena teringat Hans terakhir ngomong kalau nanti Hans akan memberi kabar ke Clara.
Kabar apakah itu?
"Bukan begitu, Moms. Katanya dia sendirian dirumah. Dia bingung, panik, sedih sampai tidak tahu harus berbuat apa. Trus dia minta tolong aku untuk menemaninya mengurus jenasah Evan."
Tak tahu Hans yang terlalu jujur atau dia salah pilih kata.
Yang jelas Erika langsung sensitif mendengar kata "menemani".
Gagal sudah usaha Erika untuk berpura - pura semua baik - baik saja.
"Dimana keluarga Evan? Mana orang tua Clara? Bukannya mereka yang lebih berhak mengurus Evan dan menghibur Clara?" Erika bertanya dengan nada datar untuk menunjukkan rasa tak sukanya. Matanya tak mau memandang ke arah Hans.
"Lagipula, apa mengurus kehidupan pribadi Clara itu termasuk dalam salah satu job description seorang asisten Direktur Utama?" lanjut Erika tanpa memberi kesempatan pada Hans untuk menjawab.
(Job description \= lingkup pekerjaan)
"Apa kamu tidak merasa kasihan sama Clara? Tunangannya meninggal dan dia butuh support" Hans balik bertanya, dengan harapan Erika merasa tersentuh.
Dari cara Erika bertanya tadi, Hans cukup mengerti kalau Erika kurang setuju untuk membatalkan liburan. Hans paham betul kalau saat ini Erika marah, meski tak berteriak atau berkata kasar.
"Kasihan? Iya. Support? Oke...Tapi bukan berarti menemani kan? It's a big no, Kak Hans." jawab Erika pelan tapi terasa dingin.
"Moms, apa kamu cemburu sama Clara?" Hans menghela napas.
What? Bukan masalah cemburu atau tidak. Sungguh tidak masuk akal, ada seorang wanita minta ditemani oleh suami orang. Sudah tahu, kalau kami sedang dalam perjalanan berlibur. Iya, dia sedang berduka. Tapi apakah pantas? Tak adakah rasa tak enak terhadap istri dan anaknya. Ponsel dimatikan saja sudah berarti kalau tidak mau diganggu. Sedangkan dia? Justru menghubungiku yang bahkan tak pernah menyimpan nomernya. Dan kenapa juga harus Kak Hans yang menemani?
Erika mengomel panjang lebar dalam hati tanpa menjawab pertanyaan Hans. Hatinya memberontak tak mau mengalah. Tapi sialnya, rasa kemanusiaan mengharuskannya mengalah.
"Hati anak gadis itu mudah tersentuh Kak Hans. Jangan mencobai diri sendiri." (Erika)
"Kita pulang Mom...?"
Entahlah, kalimat terakhir ini terasa begitu ambigu di telinga Erika dan anak - anak. Apakah ini sebuah pertanyaan ataukah pernyataan?
Sampai jumpa di episode selanjutnya
Tolong dukung Author supaya semangat dalam berkarya dengan cara
Like
Comment
Vote
Jangan lupa klik favorite untuk mendapatkan notifikasi setiap ada update baru.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments
Runa💖💓
Terkadang Pertemanan di kantor bisa mengakibatkan kesalahpahaman
Apalagi pertemuan antara perempuan Single dan laki2 yg telah beristri
2022-09-02
1
Mamahe 3E
ihh lama2 pgn aq tonjok si hans...
misal dibalik si erika yg suruh nemenin cowok lain kira2 dia gmna..
2022-08-09
1
🍓🍓🍓🍓🍓
Konflik kek gini justru ngena bgt ya, nyesek nya bgt, karna emang dlm dunia nyata banyak kek gini, kadang novel lain konfliknya terlalu berlebihan,terlalu tragis utk jadi nyata 😂
2022-07-19
1