10 yang sebenarnya 11

"Terdekat bagaimana lagi yang kau bicarakan jika aku sudah berada tepat di belakangmu," Ucap William memotong ucapan Seren yang langsung diam membeku di tempatnya.

"Berbaliklah agar kalimat berikutnya bisa menusuk Ulu hatimu Seren" Lanjut William menekan ucapannya seakan menahan marah pada Seren yang langsung bergetar.

Baiknya aku kabur aja, dengerin si bule itu malah akan membuat masa depan suram.

Inner hati Seren bersiap kabur, namun.....

.......

.......

.......

.......

...SADNESS...

...Di balik cadar tetangga...

.......

.......

.......

Namun apa yang terjadi pastinya akan selalu menjadi pelajaran bagi Seren kedepannya agar tak mengulangi ke goblokannya lagi.

"Kita mau kemana?" Tanya Seren panik.

Tangannya di cengkram kuat hingga terasa sangat nyeri, namun yang lebih ia khawatirkan saat ini bukanlah tangan, melainkan kesehatan jasmani dan rohaninya setelah melewati pintu ini.

Seren mencoba untuk menghentikan langkah terpaksa ini, ia mencoba sekuat tenaga untuk mogok jalan dan membiarkan dirinya terseret. Namun yang namanya William mana bisa sabar, ia akhirnya malah membopong Seren layaknya karung beras di atas pundaknya yang kokoh.

"Aku yakin dari malam itu aku belum pernah sekalipun mencicipi ****** binal ini." William menyunggingkan senyum misterius.

Plok!!! (memukul pantat Seren)

"Aahhhh~" Desah Seren tanpa sadar.

Astaga, apa yang baru saja diriku lontarkaaaannn????

Isi hati Seren langsung menutup mulutnya.

Braakk!!

Seren dibanting dengan kasar ke atas kasur queen size. Rasa nyeri cukup untuk membuat Seren menutup matanya dalam.

"Ok, tanpa basa-basi." Ucap William berbalik.

Ia membuka pakaian atasnya secara cepat hingga membuat Seren tak bernafas karnanya.

"Anda ingin melakukan apa pada saya?" Lirih Seren berusaha untuk menampik fikiran kotornya.

"Ck! Huaaahhh... (mendesah lelah) ngak usah sok polos, seharusnya seorang pel*cur sepertimu sudah hafal dengan adegan berikutnya yang akan aku sajikan." Bisik William sensual.

William mulai menindih tubuh Seren, ia mulai mendekatkan dirinya pada Seren, namun tangan Seren malah mencoba untuk menjauhkan William dari tubuhnya.

"Ck! Tangan ini belum saatnya bekerja tapi sudah tidak sabaran menyentuh tubuhku. Menyebalkan," Ujar William menggenggam kedua tangan Seren lalu mengikatnya dengan sabuk pinggang yang William buka secara cepat dari pinggangnya.

"Dengan ini selesai." Lanjut William menatap mahakaryanya.

Mahakarya yang membuat tangan Seren jadi terjebak di atas kepalanya. Kedua tangan itu diikat menggunakan sabuk pinggang yang kemudian dililitkan pada sandaran tempat tidur, cukup untuk membuat William tidak selalu sibuk menanganinya.

William kembali menatap Seren sensual, ia dengan perlahan mengarahkan wajahnya pada leher Seren yang malah mengangkat dagunya geli dengan surai William namun sontak malah memberikan akses bebas bagi William untuk memberikan kismark pada leher mulus itu.

"Pel*cur yang baik." Bisik William pada leher Seren, hembusan nafas panas juga ikut melingkupi leher Seren yang tidak tahan.

Ia cukup sensitive di area itu, namun William malah menambah sensasi aneh itu pada Seren yang dengan sekuat tenaga mencoba menahan desahannya.

William menaikkan kepalanya "Tidak usah kau tahan, keluarkan saja, aku suka suara perawan, desahannya walau masih remedial namun patut di dengar." Ucap William tersenyum seduktif.

Seren menatap William dengan rona merah kental di wajahnya yang sudah deras akan keringat, mencoba menepis segala spekulasi ia mulai mencoba untuk bergerak seperti ulat untuk membebaskan tangannya yang terkekang serta mencoba untuk menghalau tangan nakal William yang mulai melucuti pakaiannya satu persatu.

Namun seperti biasa, ke idiotan selalu mengikuti nasib Seren yang malah tanpa sengaja menyentuh sebuah gundukan aneh, keras dan besar di antara ************ William.

"Apa ini?" Gumam Seren bertanya, ia langsung menatap ke bawah.

William tersenyum "Willy junior, dia sudah tidak sabar untuk mengetuk pintu baru." Jawab William.

"APA YANG KA-"

Brakkk!!!!

"Tuan!! Ada berita penting!!!!"

Suara teriakan Robert kelimpungan mendobrak pintu kamar William sontak membuat aksi plus-plus William jadi menggantung di tengah.

William menatap Robert tersenyum"Ada apa wahai ajudan manisku~? " Tanya William tersenyum lebar.

"Gulp!! "Robert menatap Seren dan William bergantian" Itu ini begini aduh! Maafkan saya tuan, saya menyesal." Teriak Robert menghentakkan kakinya malu.

Namun sebelum Robert kembali menutup pintu, William sudah lebih dulu menahannya tanpa busana apapun melekat pada badan sang tuan yang sudah mengeluarkan aura hitam siap menikam Robert yang malang.

"Berita penting macam apa yang hendak kau sampaikan hingga berani mendobrak pintu kamarku, haaaa.... Robert-channnn..." Bisik William mengintimidasiRobert yang langsung tegang di tempat.

"Aaaaa.... Itu... Tidak jadi, tuan bisa lanjutkan adegannya dulu setelah itu mari kita bic-"

KRAAAKKK

Malang sekali nasib Robert, ia harus mencari penyanggah tangan atau mungkin harus menambah sarung tinju kedepannya?

.

.

.

"Jadi begitulah, sepertinya kita membutuhkan tenaga ahli seperti Arsitek yang sudah tau lokasi itu tuan. Aku rasa jika hanya mengandalkan kemampuan kita saja itu masih belum cukup." Ucap William yang sudah kelelahan di tempatnya.

Wajah dan tangan sudah lebih dulu Robert obati dengan obat merah, namun untuk psikis sepertinya Robert harus lebih berlatih lagi karna saat ini ia begitu jauh dari William yang tengah duduk santai menikmati teh dengan gaya khasnya.

Memegang bibir cangkir lalu minum di antara perpotongan ibu jari dan telunjuk sudah menjadi kebiasaan baru William sejak pulang dari Italia beberapa bulan lalu.

"Ck! Robert, aku bahkan tak mendengar apa yang bicarakan jika jarakmu dengan ku mencapai 5 M. Kemarilah dan berdiri di depanku agar aku dapat mendengarmu dengan lebih jelas." Perintah William menaik turunkan tangannya memanggil Robert yang masih ragu antara ingin mendekat atau tidak.

William melirik" Apa perlu aku yang menghampirimu Robert?" Tanya William dengan nada kurang senang.

" T-tidak usah tuan, tidak usah. Biarkan saya saja." Jawab Robert bergetar dan mulai melangkah mendekati William.

Setelah sampai tepat di depan William yang asyik bersantai di kursi kebesarannya, Robert kembali mengulang perkataannya.

"Dan siapakah orang yang pantas untuk menjadi rekan bisnis kita itu?" Tanya William.

"Berita bagusnya saya sudah menyiapkan beberapa nama tuan, namun jika di berikan kesempatan untuk memberikan usulan, saya akan memilih Veiner Abdi Adidjaya sebagai pemegang proyek kita kali ini." Ucap Robert memberikan masukan pada William yang langsung memperhatikan layar laptopnya yang sudah terisi data lengkap Vein yang baru saja di bagikan oleh Robert.

" Veiner Abdi Adidjaya, telah banyak menorehkan prestasi membanggakan sebagai putra Riau. Ia bah..."

Setelah membaca data Vein, William sedikit tersenyum "Untuk kali ini aku bangga padamu Robert, sekarang hubungi Tuan Veiner dan ajak dia makan malam." Perintah William.

"Siap tuan." Balas Robert patuh.

Setelah kepergian Robert, William langsung menyandarkan tubuhnya pada sandaran kursi dan memilih memutar pandangannya pada jendela besar yang menampilkan pemandangan perkebunan yang menenangkan "Tapi, sepertinya orang ini cukup mengerikan," Gumam William tersenyum miring.

"Namun tak apa, bagiku tantangan adalah sesuatu hal yang harus di bereskan." Lanjutnya beranjak dari tempat itu.

.......

.......

.......

.......

...TBC...

Terpopuler

Comments

Rini Antika

Rini Antika

Bab ini banyak bintangnya..🤭 semangat terus Up nya Kak..💪💪

2022-08-20

1

Rini Antika

Rini Antika

Apa hayo yang dipakein Bintang..🤭

2022-08-20

1

Rini Antika

Rini Antika

Woow..bikin aku jantungan..🤭

2022-08-20

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!