"Belakangan ini penyelesaian perencanaan beserta revisi harus segera di selesaikan. Astaga, aku jadi pusing." Rutuk William kesal.
"Aku bahkan tidak mengerti di bagian mana dari diri anda yang sedang frustasi Mr. William." Balas Gundur.
Seketika William langsung menatap bengis kearah Gundur.
"Ckhh... sudahlah." William memilih memandang kearah langit malam seraya berpangku pipi, meredakan rasa kesalnya.
Setelah lima menit berlalu, William mulai memikirkan satu rencana yang cukup menarik.
"Hey Gundur."
"Hmmm...?"
"Yuk cari Lc."
Wajah Gundur seketika pias.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
.......
.......
.......
...SADNESS...
...Harus kuat...
.......
.......
.......
"Aku rindu ibuku." Monolog Seren.
Dihari minggu yang cerah ini entah mengapa ia terfikirkan sang ibu yang ia tinggal sendirian di rumah bordil.
"Aku tidak tau kabarnya bagaimana, apakah dia sudah makan atau belum, apakah ia mendapatkan perlakuan baik atau tidak dari mami. Hmmmm...."
"Kenapa kau tidak pergi kesana saja?"
Seketika bulu kuduk Seren meremang hebat.
"Astaga, kau lagi."
"Yes. it's me." Balas pria itu Joseph. Dengan senyum manipulatif ia menghampiri Seren yang masih duduk di tangga luar rumah yang berhadapan langsung dengan taman belakang.
"Kau terus saja muncul seperti hantu, tidak bisakah kau muncul secara normal?!"
"Aku minta maaf, melihatmu berbicara sendiri kukira sudah terbiasa dengan setan." Balas Joseph santai.
Joseph memandang Seren sejenak lalu duduk disampingnya, mereka bertatapan sebentar kemudian memilih untuk memutuskan kontak mata beberapa detik setelahnya.
"Dari awal aku penasaran dan hampir membuat spekulasi aneh, tapi sekarang aku akan bertanya. Kau sebenarnya siapa?" Tanya Seren setelah menimbang beberapa kata yang cocok.
"Hmm.... menurutmu?" Tanya balik Joseph.
Muka Seren langsung datar "Kalau aku tau aku tidak akan susah-susah bertanya tolol!" Habis juga kesabaran Seren.
"Hey... tenang-tenang. kamu ini pemarah sekali ya," Balas Joseph dengan gerakan cepat mengelus pipi Seren.
"Namaku Joseph, aku keponakan William. More info, sekarang aku sedang berlibur disini."
"Oh, lalu kamu tinggal dimana? kulihat kamu tidak pernah lama di rumah ini?" Tanggapan Seren memaksakan diri berwajah ramah.
Joseph memandang Seren sejenak, ia sedikit memajukan bibirnya. Seperti menimbang ucapan yang akan ia sampaikan.
"Aku tidak ingin menyusahkan uncle, jadi aku hanya berkunjung sebentar untuk melihatnya. Siapa tau dia sekarat, lebih bagus langsung meninggalkan dunia. Karna aku sudah siap mewarisi hartanya yang melimpah ruah."
"Kau adalah salah satu keponakan durhaka."
"Terimakasih, aku begitu tersanjung. Kalau begitu aku pergi dulu karna sepertinya tuan rum-"
"Kau mau kemana?" Cegat suara yang sudah tak asing lagi di pendengaran Seren.
"Un-uncle Will, ehehehehe.... malam." Jawab Joseph kikuk dan kaki yang bergegas segera pergi.
William menaikkan alis dengan tangan disilang di dada. Memperhatikan kedua orang ini membuat William seketika berpikir dan tangan yang cepat meraih kerah baju Joseph.
"Tunggu dulu. Kalian sepertinya sudah cukup dekat, aku penasaran apa yang membuat kalian mulai akrab begini?"
"Aaaa-Mmmmm.... oh iya, itu ano... aku harus segera pergi, daaaa.... Seren." Joseph langsung pergi terburu-buru meninggalkan Seren dan William yang menampilkan wajah masam.
"Sepertinya aku harus menyemprotkan pestisida, melihat hama sudah mulai menyebar dirumah."
'Keluarga macam apa dia ini? menyebut keponakan sendiri sebagai 'hama' benar-benar membuatku ingin mencekiknya.'
Mungkin Seren lupa perkataan Joseph sebelumnya atau karna dia memang menaruh dendam lebih pada William sehingga dia mengesampingkan ucapan orang lain.
"Kau tidak akan bisa mencekikku dengan tangan sebesar lidi itu, minimal kau harus punya tangan sepertiku untuk bisa membunuhku." Balas William tersenyum meremehkan isi fikiran Seren.
"Kau seperti cenayang saja tau isi hati orang." Tanggapan Seren.
"Hmph...."
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Di hari minggu yang cerah, Seren yang dipaksa bangun oleh raja dajjal terpaksa harus memulai pekerjaan rumah lebih awal.
Melihat jam, Seren seketika ingin mengajukan penolakan, namun William yang sesungguhnya memanglah penghuni neraka malah menawarkan Seren jalan-jalan hingga membuat Seren yang semula tak bertenaga menjadi kuat luar biasa.
meski begitu Seren cukup heran dengan sikap William yang menurutnya out of the box secara mendadak. Namun Seren tidak ambil pusing dan malah memilih memikirkan hal lain yang setidaknya lebih membuatnya senang.
"Jika aku punya uang aku mungkin bisa membebaskan diri dari romusha ini, atau mungkin saja aku sudah merdeka dan membeli rumah sendiri hingga aku bisa membuka usaha kecil-kecillan. Minimal aku ini kan berhati bersih, tidak adakah yang mau memberiku uang?"
"Jika ada yang memberimu uang, aku yakin mereka ingin kau telanjang dan menyuruhmu membuka lebar kedua kakimu."
"Itu mah kamu!"
...****************...
"Kamu sudah menunggak terlalu banyak Ririn!"
"S-saya mohon pak, beri saya waktu 1 bulan lagi."
"Kamu fikir sudah berapa lama kamu berhutang ha! Ini bahkan sudah jatuh tempo. dan kamu masih dengan beraninya meminta tambahan waktu?! Benar-benar tidak punya otak!"
Ririn hanya dapat bersimpuh dan tak berani mendongakkan kepalanya, saat ini dia benar-benar kacau.
Mengingat peristiwa ini terus menghantui dirinya membuat ia bersyukur telah menitipkan Seren pada orang yang tepat.
"Kau tau hutang yang dibuat mertua dan suamimu sudah menumpuk terlalu banyak Rin," Ucap penagih hutang bengis.
"Dan aku sudah kehabisan kesabaran melihat angka yang selalu naik namun kau tidak dapat melunasinya."
Mendengar ucapan tersebut membuat Ririn hanya semakin menundukkan kepala. Mantan suaminya hanya dapat memberikan masalah pada Ririn.
"Oh iya, bukannya sebagai seorang pel*cur kau seharusnya berpenghasilan tinggi? Atau kau memakai uang pembayaran hutangmu untuk hal lain? Atau ka- Ahhhh..... sudah tua cuih! Seharusnya kau mulai dengan mengasah otak mu."
Sang rentenir berfikir, ia menyuruh bawahannya untuk menggeledah isi ruangan Ririn seraya ia memperhatikan sekitar, dimana para pelacur hanya acuh tak acuh pada Ririn.
Ekspresi rentenir itu semakin gelap "Sudah hina, masih punya hutang. aku tidak tau berapa harga dirimu lagi." Gumam rentenir itu.
Dengan pakaian mahalnya, dan heels yang mewah, serta lipstik merah menyala. Sang rentenir mendekat dan menindih punggung Ririn.
"Bunuh."
.
.
.
.
Dimobil.
"Setelah kalian membunuhnya, aku mau organ tubuh yang bisa di jual untuk di awetkan segera."
"Baik bos." Balas bawahan sang rentenir pergi.
Sang rentenir kini menyamankan posisi duduknya, menghisap cerutu dan membuang asap secara perlahan.
"Bos," Ucap supir.
"Hmm.." Balas rentenir.
"maaf atas kelancangan saya tapi saya menemukan sebuah kotak di kediaman Ririn. Mungkin saja ini barang berharga."
Ucap supir memberikan kotak lusuh yang sudah terbuka. Sang rentenir mulai menggeledah, berawal dari ekspresinya yang bosan dan semakin jeli menggeledah, ia menemukan sebuah foto usang dimana Ririn dan seorang gadis tertawa riang.
"Aku temukan pewaris hutang."
...****************...
"Hei tuan, terimakasih atas jalan-jalannya. Ngomong-ngomong ini bukan tambahan hutangku kan?" Tanya Seren menatap William.
Dipangkuannya banyak sekali tote bag. Ia bersyukur sekaligus curiga pada William yang tiba-tiba menjadi baik tanpa sebab.
Mendengar pertanyaan Seren membuat William tersenyum aneh.
"Untuk kali ini gratis."
Ciiiittt...
Mobil berhenti tepat didepan rumah bordil yang sangat Seren kenal. ia memperhatikan William yang keluar dengan elegan dan kembali menatap papan nama tempat itu.
"Kita..."
"Aku sudah lama tidak dimanjakan, kau terserah pada dirimu sendiri, sementara aku ingin kelantai 5." Ucap akhir William.
"Baiklah kalau begitu aku ketempat ibu saja."
Namun saat sampai, Seren tak dapat berkata sepatah katapun saat melihat kediaman ibunya yang berantakan dan banyak bekas darah yang berceceran di lantai.
"I-ibu! Ibu dimana?" Panggil Seren panik.
ia mencari kesegala arah, terus berdosa semoga sang ibu baik-baik saja. Tapi ia tak menemukan sang ibu dimanapun.
Seren seketika terjatuh, kedua kakinya tak dapat menumpu lagi, ia bingung, takut, dan sedih. perasaannya campur aduk dan tak dapat didefiniskan.
Sampai sebuah tangan menyentuh pundaknya, seorang wanita yang Seren kenal sebagai teman sang ibu disini.
wanita itu berjongkok tepat disamping Seren dan berkata lirih.
"Ibu sudah meninggal nak."
...----------------...
.......
.......
.......
.......
...TBC...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 27 Episodes
Comments