"Hari ini aku harus berangkat lebih awal." Ucap Seren mengemas seluruh barangnya.
Mencoba untuk tidak berkompromi dengan rasa kesalnya, Seren hanya mengedikkan bahu acuh berjalan keluar dari area rumah. Namun saat ia mencoba mengabaikan, disaat itulah ia langsung teringat wajah kesal William dan kalimat ambigunya.
Sampai ia teringat perkataan William tadi malam.
'Bangunkan aku besok pukul 05.00 wib. Aku ada urusan penting, oh ya. Jika sampai kau lupa membangunkanku, kau berakhir kup*rk*sa. Ingat yang terakhir saja hmmm...'
Seren seketika berhenti berjalan, mengambil sedikit keberaniannya ia berbalik dan masuk kembali kedalam rumah.
"Itu salah dia sendiri, siapa suruh mengkonsumsi obat tidur sebanyak itu hingga ia tidur seperti beruang di musim dingin."
Tapi karna Seren mengingat kalimat 'Urusan' ia langsung berbalik masuk kedalam rumah lagi.
'Kau berhutang kebaikan Tuan Arrogant.'
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Seren menatap William dan layar smartphonenya bergantian, terus menerus hingga ia merasa jengah. sudah 45 menit membangunkan pria ini, tapi sedikit responpun tidak kunjung ia dapatkan.
"Kau tidur atau mati sih!?" Gumam Seren kesal.
'Sia-sia aku menurunkan ego. Rupanya setelah di siram air pria ini juga tidak kunjung bangun.'
"Baiklah, ini yang terakhir."
Ucap Seren memaksa senyumnya yang sudah keras.
"Aku tidak akan sungkan, HYAHHHHHHH!!!"
plakkkkk!!!!
plakkkk!!!!
PLAKKKK!!!!!
William dengan kedua pipi membengkak hanya dapat mengusap dengan sabar, bibirnya seketika maju beberapa senti seraya berkomat-kamit mengutuk Seren yang tanpa sadar telah merusak aset berharga dari seorang William.
"Sudahlah, lagian itu salah anda jadi sebaiknya anda tidak usah mengambil emosi. Ekhemmm.... Baiklah tuan, gadis kecil ini ingin undur diri. sampai jumpa lagi."
"Shhsss....... berani sekali kau. Awas saja."
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Di ruang rapat PUPR.
"Saya sudah siapkan RAB yang dibutuhkan beserta beberapa eksterior bangunan, dan dapat kita lihat saat ini adalah bentuk dari bangunan utama, tampak samping, kanan, kiri, depan dan belakang.
Dilanjutkan dengan beberapa interior, Lobby, Ruang staff, ruang penyimpanan, R. pengelola...."
Suasana rapat begitu khidmat, dengan dihadiri para kolega penting, seperti calon pemegang saham, dan pemilik yang tengah serius memperhatikan Vein.
Tak terkecuali William, meski masih ada bekas kemerahan di pipi William masih tetap memilih hadir meski hatinya sedang mengutuk diri atas perlakuan Seren yang seenaknya.
"Itulah yang dapat saya sampaikan, jika ada pertanyaan dari bapak dan ibuk bisa langsung mengangkat tangannya, terimakasih."
Ucap Vein mengakhiri presentasi dan berlanjut ke sesi tanya jawab. Beberapa pertanyaan mulai berdatangan, dari pertanyaan umum hingga sulit telah berhasil Vein lewati, bahkan pertanyaan bobot dan beban bangunan telah rampung Vein jawab.
Meski bukanlah kewajibannya untuk menjawab pertanyaan yang seharusnya di tanyakan pada staff Sipil yang juga berdiri disampingnya. Namun sebagai senior, Vein yang baik hati mewakili untuk menjawab.
'Itulah sebabnya aku agak keberatan bekerja dengan Junior.'
Isi hati Vein jengkel sendiri.
Selanjutnya, Pertanyaan terakhir dari seorang investor yang cukup membuat Vein menelan ludah getir.
"Ya, baiklah. Terimakasih atas penyampaian Bapak Abdi. Hmm... begini, sedikit saja. Jika kita lihat kembali ke arah Block plan, kita dapat melihat bagaimana nantinya perencanaan bangunan kampus akan di didirikan. Begitu pula dengan tampilan Landscapenya. sejauh ini saya menilai gambar yang disuguhkan sudah cukup memenuhi keinginan dan harapan, namun sedikit lagi pak Abdi, sedikit saja."
Merogoh saku jasnya, mengeluarkan pena laser dan menunjuk satu Site yang sudah sejak tadi Vein lindungi.
"Ahahahaha..... ini dia. Bangunan pemerintah ini. Apakah bangunan ini sudah mendapatkan kompensasi? Atau tetap kita pertahankan?" Memasukkan kembali pena laser ke jas.
Vein menatap William, ia memberikan gekstur pada William yg hanya bersedekap dada santai memperhatikan Domo. Ia terkadang mendengus geli, terkadang menahan tawa.
Domo adalah seorang investor yang cukup berpengaruh di proyek ini, dalam beberapa hal Domo merupakan seseorang yang tidak bisa dianggap remeh. Meskipun ia termasuk orang baru dalam investor pembangunan, namun namanya sudah cukup mahsyur untuk pemasok barang pembangunan.
Bahkan Brand toilet yang ia luncurkan sendiri sudah sukses besar baik dikalangan nasional maupun internasional.
"Saya harap buk Sinta juga dapat memberikan saran dan tanggapannya. Karna, seperti yang diketahui bersama bahwa kami selaku investor sangat setuju jika bangunan ini segera dipindahkan, sehingga tidak memperburuk tampilan eksterior bangunan kedepannya. Hish... terlebih lagi, bangunan ini usang sekali, betul bukan pak William." Domo langsung melirik William.
William yang dilirik mendengus dan kemudian tersenyum miring, ia sedikit melonggarkan dasi dan mulai mengetuk-ngetuk meja dengan pena yang ia genggam.
"Ehm.... bagaimana mengatakannya ya?"
William melirik sang pemilik lelang, Gundur dan ajudan setianya Jeno. Sedikit bosan ia lantas memutar bola mata ke arah Vein. Mengusap dagu dan menatap kembali layar infocus.
"Kita bisa kesampingkan mengenai bangunan itu terlebih dahulu, apa yang harus kita pentingkan saat ini bukan tentang bangunan existing melainkan bagaimana bangunan ini dapat berfungsi dengan baik kedepannya. Saya lebih setuju jika kita lebih banyak membahas fungsi ketimbang kulit luarnya."
Vein menatap William, bukan berarti ia tidak mampu menjawab pertanyaan menjebak tadi, namun seperti yang telah banyak diketahui. Domo adalah ular dengan banyak tipu muslihat, ia bisa saja menggoyangkan peran Vein disini.
Dan seperti kebanyakan PT lainnya, Vein selaku perwakilan dari Pt. Angkasa Domestic tidak mau kehilangan salah satu proyek berpengaruh ini. Karna melalui proyek ini nama Pt bisa meningkat lebih tinggi lagi.
Oleh sebab itu, pengaruh William cukup dibutuhkan Vein sekarang. Ia kembali memperhatikan sekitarnya saat menatap William hanya memberikan gekstur mengangkat bahu.
'Aku butuh dukungan William, maka dari itu berpihak padanya akan membawa keuntungan besar untuk sekarang maupun kedepannya.'
"Sedikit menambahkan pak," Buk Sinta selaku kepala Balai pengembangan berkomentar.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
"Karna itulah kau seharusnya tidak banyak bicara Vein." Ucap William emosi.
"Jika kau salah bicara sedikit saja, maka ucapkan selamat tinggal pada Pt. Angkasa Domestic. Heeeeehhhh....."
Vein hanya mendengarkan dengan khidmat, ia kembali teringat dengan kejadian beberapa jam lalu, dan itu benar-benar mengusik keterangannya.
"Fuck!!!"
Ctankk!!!
......................
"Jadi maksudmu apa ha!? Berekspresi seperti keracunan begitu?" Bentak Seren mengarahkan sendok tepat di depan muka William yang sedang menahan muntah.
"TELANNN!!!!" Paksa Seren menutup mulut William dengan tangan kirinya, memaksa makanan yang sudah dimakan itu untuk turun kembali ke pencernaan.
'Tuhan tolong aku yang hampir mati konyol ini.'
Seru hati William frustasi.
"Uhuk! Uhuk! Jadi ini bukan racun?" Tanya William sedikit pusing setelah menelan kembali isi perutnya. Ia bersumpah melihat makanan itu hitam legam dan rasanya tidak karuan.
"Ya enggaklah, ini namanya sambel terasi. Dasar anda ini tidak menghargai jerih payah orang pribumi!" Sanggah Seren kesal mendapati masakan buatannya dihina.
"Kau sebut apa makanan gosong ini? Sambel terasi? Hey nona, setauku tidak ada sambel terasi yang bentuknya lebih mirip kerak bumi ini. Selain itu, tidak ada orang menjadikan sambel terasi sebagai sarapan. Kau seharusnya belajar dari negaraku yang mengkonsumsi Brötchen sebagai sarapan bukannya racun." Balas William kesal membuang makanannya langsung ke tong sampah.
"Ck... akan kucatat dalam benakku, bahwa menyuruh Seren memasak sama saja meracik racun."
...----------------...
...****************...
......Tbc......
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 27 Episodes
Comments