"Jadi..?"
"Dia anakku."
Tatapan William langsung terbelalak kaget "What the-"
"Shttt.... Diamlah, kau pikir orang-orang tidak punya telinga." Dengan cepat Vein langsung membekap mulut laknat William.
"Ok, tapi kenapa hidupmu jadi seterpuruk ini?" Tanya William.
"Maksudmu aku pria malang, begitu?" Tanya Vein sedikit menaikkan nada bicaranya.
"Banyak lebihnya begitu." Sahut William.
Mereka akhirnya terdiam, hanya suara malam yang mengisi kekosongan mereka yang kini duduk terdiam di halaman belakang rumah Vein.
William yang sedikit mengedarkan pandangan mulai memperhatikan seseorang yang sedari tadi menarik perhatiannya.
"Dia hantu atau apa? Sedari tadi aku melihatnya di setiap sudut rumahmu (menunjuk ke pojok rumah)"
Vein mengikuti arah telunjuk William dan sedikit menghela nafas. "Dia putra sulungku, namanya Adiniata."
Kembali hening. William yang mendengar penjelasan singkat itu langsung mengeluarkan helaan nafas gusar, ia tidak paham lagi.
"Keluargamu aneh, aku tidak tau perjodohan singkat akan sehancur ini, maksudku tidak sepenuhnya salah orang tuamu, bukankah kau sudah lama berpacaran dengan mantan istrimu?"
Vein tidak merespon, ia hanya berpura-pura tidak mendengar dan memilih mengambil cangkir teh dan mengaduk sedikit, setelah itu menyesap tanpa memperhatikan William yang sudah kesal. Merasakan kekesalannya semakin terpancing, William langsung memutar otak agar bajingan itu mau buka mulut.
"Kau tau, banyak sekali gosip tentang dirimu di kantor. Aku dengar dari salah satu karyawan yang sedang bergosip, alasanmu menikahi mantan istrimu karna ia mengandung anakmu. Apakah gosip itu hanya bualan Vein? Aku sedikit penasaran, hmmmm..."
William langsung melirik Vein yang mulai terpancing emosi. Matanya mulai menyipit menatap Vein, smirk mulai terpatri di wajah putih itu. Menatap kuku tangan Vein yang memutih menahan tinju itu sungguh membuat sifat jahil William semakin keluar.
"Apa maksud-mu brengsek!"
Tinju yang sempat ditahan akhirnya melayang, Vein dengan amarah yang sudah membara langsung melayangkan tinju pada William. Ia langsung berfikir, bagaimana bisa orang asing seperti William mengolok-olok keluarganya yang coba untuk ia pertahankan?
"Apapun segala urusannya, kau tidak berhak ikut campur."
Satu pukulan lagi berhasil Vein layangkan hingga membuat hidung William mengeluarkan darah segar tanpa henti.
"heh--sadarlah, kita ini sebenarnya sama. Yang membedakan kita hanya sedikit Vein, tapi satu hal yang pasti bahwa kita berdua adalah pria brengsek penjahat wanita sebenarnya. "
Vein menjauhkan diri, pikirannya menjadi kacau mendengar celotehan William. Ia kembali duduk karna merasa pusing tiba-tiba.
'Dan siapa yang paling kejam disini?'
Merasa mengerti dengan isi pikiran Vein, William langsung menjawab tanpa ragu.
"Kau,"
William langsung mengarahkan telunjuk tepat di depan muka Vein.
"Mungkin kau sekilas merasa akulah yang paling kejam dan toxic dalam hubungan, namun petuah orang Indonesia tak pernah salah 'Apa yang kau lihat baik belum tentu baik, dan yang kau fikir jahat belum tentu jahat' Aku fikir kau dapat mengartikannya lebih baik daripada aku. Selamat malam dan terimakasih atas jamuannya tuan Vein, aku sangat senang."
Setelah kepergian William, Vein tanpa sadar langsung mengusap rambutnya. Ia merasa seperti orang yang sudah tertangkap basah melakukan hal paling memalukan di dunia. Frustasi langsung melanda Vein, dengan decihan Vein langsung menutup wajah dengan kedua tangan, seolah menutupi dirinya dari rasa malu yang menyiksa.
Sejenak saja, Vein mencoba untuk menetralkan diri.
"A-ayah, ibu menelfon."
Vein menatap tajam anak sulungnya hingga sang anak tanpa sadar memundurkan dirinya selangkah kebelakang.
"A-ayah..." Panggil Adiniata lirih.
"Ckh... Katakan padanya aku sibuk."
...****************...
Cklek....
"Hatiku sedikit merasa senang."
Tap..
Tap...
"Oiiii... berhenti disitu, berhenti!"
Dengan gerakan cepat William melompat kebelakang.
"Ada apa?!" Tanya William panik.
Ia menatap ke arah kedatangan Seren. Lap sudah terletak dipundak kanan, sementara pel ia bawa dan langsung diarahkan tepat ke wajah William yang terkejut. Kain pel yang basah bercampur aroma apek membuat William makin memundurkan langkah.
Ia menjepit hidung dan langsung melontarkan wajah bertanya, sementara itu Seren yang sudah merasa garis teritorialnya kembali aman langsung menurunkan pel dan dengan cepat mengepel jejak sepatu William dengan muka masam.
"Kau kenapa sih?" Tanya William.
Seren memilih acuh dan langsung pergi begitu saja meninggalkan William. Melihat tingkah Seren yang tidak sopan membuat suasana hati William kembali ketitik jenuh.
"Wanita sialan. Jika bukan karna Ririn, aku enggan menampung sampah."
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
...Tbc...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 27 Episodes
Comments