Bab 5 Selamat tinggal cinta

Mirna, istri Ustad Fariz terbangun dari tidurnya, dia meraba sebelahnya karena merasa kosong tidak ada suaminya.

Di bukalah matanya, dia menatap jam yang masih menunjukkan pukul 01.00, tak biasanya suaminya melaksanakan sholat jam segini, biasanya kalau tidak jam 2 ya jam 3 Ustad Fariz melaksanakan sholat malamnya. Dengan mata yang masih mengantuk, dia berjalan pelan-pelan mencari keberadaan suaminya.

Dia berjalan ke ruangan yang biasanya mereka gunakan untuk tempat shalat, mungkin bisa di bilang mushalla rumah namun hanya ruangan kecil karena ruangan itu sebenarnya kamar yang mereka pergunakan untuk ruang shalat.

Rumah ini bukan milik Ustad Fariz, mereka hanya mengontrak rumah ini saja karena mereka belum mempunyai rumah dan uang mereka masih belum cukup untuk membeli rumah.

Mirna mendengar suara isakan tangis kecil yang tertahan, dia begitu penasaran dengan doa yang dipanjatkan oleh suaminya sampai-sampai menangis seperti itu, karena selama ini dia tidak pernah melihat atau pun mendengar suaminya menangis atau pun mengeluarkan air mata hanya sedikit.

Di pasanglah kedua telinganya baik-baik. Ternyata dalam doa suaminya itu terdapat nama wanita lain, Rheina Az Zahra yang wajah dan senyumnya tidak bisa dia hilangkan dari ingatannya, bahkan setiap dia menutup matanya, wajah dan senyuman wanita itu masih bisa dilihat dengan jelas oleh suaminya.

Mirna menggigit bibirnya menahan tangisnya, dia tidak sanggup melihat suaminya yang ternyata mencintai wanita lain hingga meminta pada sang penciptanya untuk membantunya mengenyahkan bayangan wanita itu dari pikiran dan penglihatannya.

Mirna pelan-pelan meninggalkan tempat itu dengan rasa sesak dan gemuruh di dalam dadanya. Ingin rasanya dia marah dan memaki suaminya, namun melihat air mata suaminya itu dia tidak tega, dia berjanji pada dirinya untuk menjauhkan suaminya dari wanita itu.

Bukankah itu juga kemauan dari suaminya tadi ketika berdoa, jadi dia berpikir untuk mencari jalan keluar agar suaminya menjauh dari wanita itu. Atau juga mereka tidak bisa bertemu lagi.

Namun bagaimana caranya sedangkan dia tidak mengetahui wanita itu, dia hanya tahu nama dari wanita yang disebutkan suaminya di dalam doanya tadi. Lama dia berpikir hingga suara adzan subuh berkumandang.

Dia menunggu suaminya untuk kembali ke kamar, biasanya jika suaminya tidak ke mushalla atau masjid untuk shalat subuh, pasti suaminya itu akan mengajaknya shalat berjamaah. Namun sudah lima menit dia menunggu di kamar tak juga datang suaminya untuk ganti pakaian atau mengajaknya shalat bersama.

Jika Ustad Fariz akan shalat di Mushalla atau Masjid, pasti dia sebelumnya berganti baju koko dan sarung di kamar, nah ini ganti baju pun tidak dan datang ke dalam kamar pun tidak, padahal sudah lama sejak dia melaksanakan shalat malam di ruangan tadi.

Dengan perasaan bertanya-tanya Mirna menghampiri suaminya di ruangan tempat dia melaksanakan shalat tadi. Ternyata Ustad Fariz sedang tertidur dengan nyenyaknya di atas sajadah. Dibangunkannya suaminya itu.

"Mas... mas.. bangun, sudah adzan subuh," Mirna menggoyang-goyangkan badan suaminya agar terbangun dari tidurnya.

Ustad Fariz merasa tidurnya terganggu, dibukanya matanya pelan-pelan karena rasa kantuknya masih mendera. Dia baru tertidur setengah jam yang lalu, pantas saja rasa kantuk itu menguasainya hingga tidak terdengar adzan subuh di telinganya.

"Mmm... ada apa?" dengan suara serak khas orang bangun tidur dia bertanya.

"Udah adzan subuh Mas... kamu gak ke Masjid?" Mirna bertanya dan duduk di depan suaminya.

"Shalat di rumah saja. Apa kamu sudah shalat?" Ustad Fariz berdiri hendak berjalan ke tempat wudhu.

"Belum, aku nunggu kamu," Mirna ikut berdiri.

"Ya sudah kita shalat bersama, aku mau ambil wudhu dulu," Ustad Fariz berjalan ke luar ruangan tersebut menuju kamar mandi untuk berwudhu.

Setelah itu bergantian dengan Mirna yang mengambil air wudhu.

Kemudian mereka melaksanakan shalat subuh berjamaah yang tentu saja Ustad Fariz yang menjadi imamnya. Setelah mereka selesai melaksanakan shalat subuh, Ustad Fariz tidur karena rasa kantuknya yang sudah tidak bisa ditahannya.

Tidak biasanya dia tertidur setelah sholat subuh, biasanya dia mengaji sesudah shalat subuh. Namun kini dia tertidur karena semalam dia tidak bisa tidur. Mirna merasa kasihan dengan suaminya di samping rasa marahnya karena wanita yang hadir di hati dan pikiran suaminya.

Mirna berpikir sangat keras, dia benar-benar memutar otaknya agar dia bisa menemukan solusi untuk menjauhkan suaminya dari wanita tersebut. Hingga dia tersadar karena mendengar dering ponselnya, dilihatnya ponselnya yang ada di tangannya. Ada nama pamannya di sana.

Mirna baru sadar jika pamannya mengabdi pada sebuah pesantren di tempat tinggalnya. Dengan semangat Mirna menekan tombol hijau dan menjawab salam dari seberang sana.

"Assalamu'alaikum"

"Wa'alaikumussalam"

"Mirna bagaimana kabarmu?"

"Baik Paman, bagaimana kabar Paman dan keluarga di sana?"

"Alhamdulillah baik juga, kamu kapan main kesini dengan suamimu? Maaf Paman tidak bisa hadir saat kamu menikah. Ada acara besar di Pondok Pesantren waktu itu bertepatan dengan kamu menikah. Maafkan Paman ya, Paman tidak bisa meninggalkan acara tersebut."

"Enggeh Paman, tidak apa-apa. Oiya Paman, apa di Pondok Pesantren ada lowongan kerja untuk suami Mirna?"

"Apa suamimu butuh pekerjaan Mirna? Bukankah dia seorang Ustad?"

"Enggeh Paman, barangkali Paman bisa bantu."

"Baiklah, nanti Paman tanyakan dulu."

"Baiklah saya tunggu kabar baiknya Paman."

"Assalamu'alaikum"

"Wa'alaikumussalam"

Tut.... tut... tut...

Setelah sambungan telepon terputus, Mirna melakukan rutinitasnya untuk membersihkan rumah dan memasak.

Satu jam kemudian ada suara notifikasi pesan, di bukanya pesan masuk itu, sudut bibir Mirna terangkat membaca pesan tersebut.

Ternyata pesan itu dari Pamannya yang mengatakan bahwa Pondok Pesantren tempat mengabdi Paman Mirna membutuhkan seorang Ustad dan kalau bisa mereka menginginkan untuk segera berada di sana. Mereka juga menyediakan tempat tinggal di sana untuk Ustad Fariz dan Mirna.

Dengan perasaan bahagia yang begitu membuncah, Mirna membangunkan suaminya.

"Mas... Mas... ayo bangun, aku ada berita penting," Mirna menggoyang-goyangkan badan Ustad Fariz agar suaminya itu bangun.

"Ada apa sih? Aku masih ngantuk," Ustad Fariz kembali memejamkan matanya dan menutup telinganya dengan bantal.

"Mas... ayolah.... kamu di minta mengajar di Pondok Pesantren tempat Pamanku mengabdi. Kita disuruh secepatnya ke sana Mas. Kita berangkat besok ya?" Mirna menjelaskan dengan semangat namun suaminya tidak mendengarkannya karena dia sudah terlelap kembali.

"Mas... Mas.... ya udah aku kemasi barang-barang kita sekarang," Mirna beranjak dari tempat tidur dan mulai mengemasi pakaiannya yang ada di lemari. Diambilnya koper yang ada di atas lemari pakaiannya. Setelah itu dia memasukkan pakaian-pakaian mereka ke dalam koper tersebut.

08.00 am

Ustad Fariz terbangun dari tidurnya, dia keluar dari kamarnya menuju kamar mandi. Setelah dia keluar dari kamar mandi, dia dihadang oleh Mirna,

"Mas aku mau bicara," Mirna tidak memberi celah untuk Ustad Fariz melewatinya.

"Nanti saja aku mau shalat dhuha dulu," Ustad Fariz mencoba melangkah namun tetap dihalangi oleh Mirna.

"Janji dulu akan menuruti kemauanku," Mirna memaksa Ustad Fariz untuk berjanji.

"Baiklah, sekarang kamu minggir dulu," Ustad Fariz berjalan meninggalkan Mirna setelah badan Mirna menyingkir dari hadapannya.

Setelah Ustad Fariz selesai melaksanakan shalat dhuha, dia masuk ke dalam kamarnya untuk mengambil kunci motor, dia akan bersiap mengajar mengaji di TPQ nanti jam 10.00.

Namun, pandangan matanya tertuju pada koper pada saat dia mengambil kunci motor di meja rias.

"Mirna, itu koper buat apa?" Ustad Fariz keluar kamar menghampiri Mirna dan bertanya padanya.

"Kan tadi udah aku bilang Mas, Pondok Pesantren tempat Pamanku mengabdi meminta Mas supaya mengajar di sana dan kita disuruh secepatnya ke sana," Mirna berbicara dengan semangatnya dan senyuman yang merekah karena kebahagiaannya.

"Kenapa kamu memutuskan sendiri Mirna? Kenapa kamu tidak menanyakan dulu pada ku?" Ustad Fariz duduk dengan lemas.

"Ayolah Mas, bukannya kamu tadi sudah janji akan menuruti keinginanku?" Mirna merajuk agar suaminya menyetujuinya.

"Tapi bagaimana dengan pekerjaanku disini? Tidak enak jika meninggalkan mereka yang masih butuh bimbinganku," Ustad Fariz mencoba menjelaskan pada istrinya.

" Aku tidak mau tau Mas, pokoknya besok kita berangkat," Mirna bersikap tegas agar suaminya tidak bisa membantahnya.

"Aku tidak mau. Aku tidak bisa. Aku tidak enak juga dengan Ustad Yadi yang sudah banyak membantuku," Ustad Fariz beranjak dari duduknya hendak berjalan, namun baru akan melangkah dia berhenti kembali karena mendengar ucapan istrinya.

"Tidak enak sama Ustad Yadi atau tidak enak karena tidak bisa ketemu wanita itu?" Mirna bertanya dengan nada menyindir namun bersuara keras hingga terdengar begitu jelas oleh Ustad Fariz.

"Maksud kamu apa?" Ustad Fariz berbalik dan menatap lekat penuh amarah pada istrinya, namun suaranya sama sekali tidak membentaknya.

"Aku tau di dalam hati kamu ada wanita lain," Mirna Menatap balik mata suaminya.

" Ngomong apa kamu? Apa karena aku tidak mau berangkat jadi kamu mengatakan ini semua?" Ustad Fariz menyanggah tuduhan Mirna padanya.

"Aku tau Mas, kamu tidak usah berkelit lagi. Jika benar dalam hati kamu tidak ada wanita lain, buktikan padaku, turuti kemauanku untuk pergi dari kota ini. Kita hidup di kota lain. Bagaimana?" Mirna menantang suaminya dengan pilihannya.

Ustad Fariz kembali terduduk. Dia tidak menyangka bahwa istrinya bisa melakukan ini padanya. Padahal jelas-jelas dia tidak pernah berselingkuh dengan wanita lain, namun memang benar ada nama wanita lain di hatinya yang tidak bisa dienyahkan meskipun dia sudah berusaha keras untuk menghapusnya.

Dan sudah bertahun-tahun itu, namun rasa itu semakin kuat meskipun mereka tidak pernah bertemu.

"Bagaimana Mas? Aku ini istrimu Mas, tidak bisakah kamu melihatku yang ingin memperjuangkan pernikahan kita? Aku mohon Mas...," Mirna mengiba dengan raut wajah sedihnya.

Sepertinya ini jalan yang kau tunjukkan Ya Allah. Mungkin ini yang harus aku lakukan, menjauh darinya, agar perasaan ini bisa menghilang. Bismillah....

"Aku bicarakan dulu pada Ustad Yadi agar ada yang bisa secepatnya menggantikan ku mengajar mereka. Assalamu'alaikum," Ustad Fariz beranjak dari duduknya dan keluar dari rumahnya dengan mengendari motornya.

"Wa'alaikummussalam," Mirna tersenyum puas mendengar suaminya menurutinya.

Disepanjang jalan menuju TPQ, Ustad Fariz memikirkan semuanya, hingga pada suatu keputusan bahwa dia akan mencoba untuk pergi dari kota ini dan mencoba melupakan cinta pertamanya yang namanya masih melekat begitu kuat di hatinya. Dia hanya berharap akan bisa melupakannya agar dia tidak tersiksa dengan perasaannya itu.

Sesampainya di TPQ Ustad Fariz menemui Ustad Yadi terlebih dahulu. Dia mengutarakan keputusannya untuk menerima pekerjaan di Pondok Pesantren di kota lain dimana tempat itu merupakan tempat Paman Mirna mengabdi. Dan Ustad Fariz mengucapkan banyak-banyak terima kasih pada Ustad Yadi untuk semua dukungan dan kebaikannya kepadanya selama ini.

Ustad Yadi tidak bisa menahan Ustad Fariz karena memang dia tidak berhak menghalanginya dan sepertinya keputusan Ustad Fariz memang lebih baik, jadi Ustad Yadi hanya berpesan agar mereka tetap berhubungan baik, tidak putus komunikasi dan berdoa agar Ustad Fariz diberi kebahagiaan dan yang terbaik dalam hidupnya.

Setelah mengajar, Ustad Fariz pulang ke rumahnya dan memberitahukan pada istrinya jika mereka bisa pergi kapan pun dia mau. Mirna melonjak kegirangan dan memeluk tubuh suaminya. Dia sangat bahagia karena suaminya lebih memilihnya dari pada wanita itu.

Keesokan paginya mereka berangkat dengan menggunakan kereta api. Mereka tidak mempunyai banyak barang, karena hampir semua barang milik orang yang rumahnya mereka tempati.

Mereka hanya membawa baju-baju mereka dan motor mereka dikirim lewat ekspedisi. Ustad Fariz meninggalkan kota itu dengan perasaan yang hampa, seperti ada yang kosong di hatinya.

Sebenarnya dia tidak rela meninggalkan kota yang memberikan dia banyak kenangan dan kebahagiaan juga kesedihan, namun dia menemukan cintanya di kota itu. Tapi apa daya, dia tidak bisa melawan takdir. Mungkin ini lah jalan yang harus dia lalui untuk melupakannya, cinta pertamanya, Rheina Az Zahra.

Sore menjelang malam mereka sampai di kota tujuan mereka. Paman Marni, Pak Ratmo menjemput mereka di stasiun. Kemudian sesampainya di Pondok Pesantren Al-Mukmin, mereka dibawa Pak Ratmo menuju Ndalem, rumah Kyai Farhan.

Mereka disambut oleh Kyai Farhan dan Umi Sarifah. Mereka hanya tinggal berdua di Ndalem dan umur mereka sudah berumur. Dulu mereka mempunyai anak laki-laki, namun meninggal di usia 15 tahun karena kecelakaan.

Maka dari itu mereka sangat senang hidup di antara para santri yang sudah seperti anak mereka sendiri.

Ustad Fariz tinggal di rumah yang berada tidak jauh dari Ndalem dan masih di area Pondok Pesantren tersebut.

Hari demi hari dilalui Ustad Fariz dengan biasa, tidak ada yang spesial. Memang hatinya lebih tenang dan nyaman berada di tempat ini, namun kadang kala masih terlintas wajah dan senyum manis Rhea di pikirannya.

Bahkan kadang dia ingat saat terakhir mereka bertemu, di saat Rhea bertanya tentang dadanya yang terasa sakit bila melihatnya, jantungnya yang berdebar sangat kencang hingga dia takut ada masalah dengan jantungnya namun dia merasa senang dan selalu tersenyum jika bertemu dengannya.

Rhea Az Zahra, bagaimana kabarmu? Apa kamu sekarang lebih baik? Apa kamu sudah tidak sedih lagi? Ah, Zahra ku... bagaimana aku bisa melupakanmu jika kamu terus terbayang di pelupuk mataku. Astaghfirullahaladzim ...., batin Ustad Fariz tersiksa karena perasaan cintanya.

Terpopuler

Comments

Hajja Uni Haerunnisang

Hajja Uni Haerunnisang

8

2022-11-19

0

Al fatih

Al fatih

ikut nyesekkk... karna bagitu juga kisah cintaku sendiri tak pernah berakhir indah. 😭😭😭

2022-07-05

0

Ranran Miura

Ranran Miura

Astaghfirullah.. nyebut, Tad 🙂

2022-05-12

0

lihat semua
Episodes
1 Bab 1 Awal pertemuan
2 Bab 2 Semakin menjauh
3 Bab 3 Kasih tak sampai
4 Bab 4 Perasaan yang begitu menyiksa
5 Bab 5 Selamat tinggal cinta
6 Bab 6 Pertemuan yang tak terduga
7 Bab 7 Makan bersama
8 Bab 8 Janda
9 Bab 9 Brownies kenangan
10 Bab 10 Bedah buku
11 Bab 11 Pelakor
12 Bab 12 Cerai
13 Bab 13 Poligami
14 Bab 14 Rencana licik
15 Bab 15 Cemburu
16 Bab 16 Sebuah Keputusan
17 Bab 17 Sebuah kejutan
18 Bab 18 Istri teladan
19 Bab 19 Penyebar fitnah vs istri salihah
20 Bab 20 Menanti kepastian
21 Bab 21 Sebuah keputusan
22 Bab 22 Penghinaan
23 Bab 23 Sah!
24 Bab 24 Tiiit... tiit... tiiit...
25 Bab 25 Kebahagiaan yang hakiki
26 Bab 26 Hamil?
27 Bab 27 Zonk!
28 Bab 28 Caper
29 Bab 29 Gagal
30 Bab 30 Takut khilaf
31 Bab 31 Anugerah apa bencana?
32 Bab 32 Gosip yang beredar
33 Bab 33 Baper gara-gara brownies
34 Bab 34 Kesedihan dalam kesendirian
35 Bab 35 Tragedi buah mangga
36 Bab 36 Kesalahpahaman
37 Bab 37 Bersyarat
38 Bab 38 Keputusan
39 Bab 39 Minggat
40 Bab 40 Mimpi yang meresahkan
41 Bab 41 Damai
42 Bab 42 Ribut
43 Bab 43 Rencana
44 Bab 44 Pendarahan
45 Bab 45 Kenyataan
46 Bab 46 Keguguran?
47 Bab 47 Gagal Paham
48 Bab 48 Talak tiga!
49 Bab 49 Menuju awal baru
50 Bab 50 Tidak terima
51 Bab 51 Perebut suami dan kebahagiaan
52 Bab 52 Kamar yang menjadi saksi
53 Bab 53 Labil
54 Bab 54 Pelakon handal
55 Bab 55 Kepoin Zahra
56 Bab 56 Konferensi Forum Pergibahan
57 Bab 57 Berita yang tersebar
58 Bab 58 Jamaah oh jamaah
59 Bab 59 Orang yang terzalimi?
60 Bab 60 Mencari titik terang
61 Bab 61 Julid
62 Bab 62 Titik terang
63 Bab 63 Pemahaman yang salah
64 Bab 64 Bersumpahlah!
65 Bab 65 Ungkapan kekecewaan Mirna
66 Bab 66 Bisakah berjauhan?
67 Bab 67 Awal dari kerinduan
68 Bab 68 Kamuflase
69 Bab 69 Usaha Mirna
70 Bab 70 Senjata makan tuan
71 Bab 71 Perjuangan Mirna
72 Bab 72 Dokter cinta
73 Bab 73 Rindu yang menyiksa
74 Bab 74 Kejutan
75 Bab 75 Good News
76 Bab 76 Surat
77 Bab 77 Kembalinya Mirna
78 Bab 78 Pendarahan?
79 Bab 79 Kejahilan Ustad Jaki
80 Bab 80 Karma?
81 Bab 81 Aku mau!
82 Bab 82 Buah dari kesabaran
83 Bab 83 Ada apa dengan Mirna?
84 Bab 84 Proses yang harus dilewati
85 Bab 85 Awal rasa cemburu
86 Bab 86 Restu
87 Bab 87 Yess!!!
88 Bab 88 Cemburu berjamaah
89 Bab 89 Dasar gak peka!
90 Bab 90 Cieee....
91 Bab 91 Sebelum janur kuning melengkung
92 Bab 92 Mencintai suami orang
93 Bab 93 Akhirnya...
94 Bab 94 Jaga diri, jaga jarak dan jaga hati
95 Bab 95 Usaha tidak akan mengkhianati hasil
96 Bab 96 Tak tahan
97 Bab 97 So sweet....
98 Bab 98 Radar wanita
99 Bab 99 kesialan atau keberuntungan?
100 Bab 100 Somplak
101 Bab 101 Perasaan bersalah
102 Bab 102 Harapan
103 Bab 103 Bocah yang bisa bikin bocah
104 Bab 104 Kalah sebelum berperang
105 Bab 105 Sinyal yang salah
106 Bab 106 Istimewa
107 Bab 107 Dejavu
108 Bab 108 Pencarian terowongan
109 Bab 109 Andai saja...
110 Bab 110 Minat poligami?
111 Bab 111 Diantara dua pilihan
112 Bab 112 Jalan tol bebas hambatan
113 Bab 113 Vitamin C
114 Bab 114 Pulang
115 Bab 115 Ketenangan sesudah dan sebelum badai
116 Bab 116 Salah paham
117 Bab 117 Kesedihan vs kekesalan
118 Bab 118 Pasang surut kecemburuan
119 Bab 119 Ucapan adalah doa
120 Bab 120 Drama keluarga
121 Bab 121 Nafas buatan
122 Bab 122 Antara ingin dan malu
123 Bab 123 Awal yang buruk
124 Bab 124 Keegoisan yang berakhir malu
125 Bab 125 Surat cinta
126 Bab 126 Laki-laki
127 Bab 127 Seandainya...
128 Bab 128 Ingatan yang hilang
129 Bab 129 Ingatan yang menyiksa
130 Bab 130 Latihan
131 Bab 131 Positif?
132 Bab 132 Pejantan tangguh yang sedang pamer
133 Bab 133 Teror cinta
134 Bab 134 Gedean mana?
135 Bab 135 Hana dan Gibran
136 Bab 136 Mencari Rheina Az Zahra
137 Bab 137 Fakta baru
138 Bab 138 ASI
139 Bab 139 Couple yang luar biasa
140 Bab 140 Ijinkan aku menikah dengannya
141 Bab 141 Sahabat yang berbagi suka dan duka
142 Bab 142 Haruskah?
143 Bab 143 Cara meluluhkan dan menyenangkan hati istri
144 Bab 144 Apa yang sebenarnya terjadi?
145 Bab 145 Indahnya cinta
146 Bab 146 Pengorbanan suami siaga
147 Bab 147 Sakit....
148 Bab 148 Cantik
149 Bab 149 Hanya waktu yang bisa menjawab
150 Bab 150 Pondok Pesantren Al-Mukmin
151 Bab 151 Kebetulan atau takdir?
152 Bab 152 Awal atau akhir?
153 Bab 153 Hana?
154 Bab 154 Tentang aku pada saat itu
155 Bab 155 Iri, marah, kesal dan sakit hati
156 Bab 156 Pembuktian pria sejati
157 Bab 157 Ingin meraih kembali
158 Bab 158 Ada apa dengan dia?
159 Bab 159 Mempertanyakan keputusan
160 Bab 160 Bisakah berdamai dengan masa lalu?
161 Bab 161 Konferensi program kesejahteraan keluarga berencana
162 Bab 162 Malaikat tak bersayap
163 Bab 163 Dilema
164 Bab 164 Takdir Allah
165 Bab 165 Bisakah bahagia?
166 Bab 166 Kebahagiaan dan kesedihan
167 Bab 167 Aku tahu rasanya
168 Bab 168 Sebuah syarat
169 Bab 169 Hak dan tidak berhak
170 Bab 170 Rezeki di kala cobaan datang
171 Bab 171 Kegembiraan vs kesedihan
172 Bab 172 Suatu Permintaan
173 Bab 173 Kehilangan
174 Bab 174 Sebuah perhatian
175 Bab 175 Sebuah pesan
176 Bab 176 Suami baru ya?
177 Bab 177 Seperti keluarga
178 Bab 178 Jangan salahkan keadaan
179 Bab 179 Kedatangan Emir
180 Bab 180 Pembawa kedamaian
181 Bab 181 Pilih yang mana?
182 Bab 182 Beristri dua?
183 Bab 183 Pacar atau suami?
184 Bab 184 Apa kamu menyetujui pernikahan ini?
185 Bab 185 Apa kamu bersedia?
186 Bab 186 Sebuah jawaban
187 Bab 187 Menikah dengan dia?
188 Bab 188 Bimbang
189 Bab 189 Malam peralihan
190 Bab 190 Menikah?
191 Bab 191 Bertukar pasangan
192 Bab 192 Aku ingin....
193 Bab 193 Jodoh yang tertukar?
194 Bab 194 Ada apa dengan Mirna?
195 Bab 195 Apa dia cemburu?
196 Bab 196 Kuda-kudaan
197 Bab 197 Bertemu mantan
198 Bab 198 Pamer kemesraan
199 Bab 199 Pembawa Bencana
200 Bab 200 Maaf
201 Bab 201 Suatu kabar
202 Bab 202 Datang dan pergi
203 Bab 203 Hidup dan Mati
204 Bab 204 Beberapa pesan dari Umi
205 Bab 205 Kesedihan yang mendalam
206 Bab 206 Kepergian Umi
207 Bab 207 Kabar yang ditunggu
208 Bab 208 Rasa kehilangan
209 Bab 209 Ketakutan Hana
210 Bab 210 Kenyataan yang kelam
211 Bab 211 Apa ini yang terbaik?
212 Bab 212 Kenyataan yang sangat rumit
213 Bab 213 Menjadi istri dan ibu yang baik
214 Bab 214 Adu mulut khas ibu-ibu
215 Bab 215 Kekesalan Mirna
216 Bab 216 Suatu keinginan
217 Bab 217 Bertemu di Pondok Pesantren
218 Bab 218 Nasib
219 Bab 219 Kehilangan
220 Bab 220 Kecantikan Yasmin
221 Bab 221 Pencarian Yasmin
222 Bab 222 Di antara dua pilihan
223 Bab 223 Nasib Yasmin
224 Bab 224 Terulang kembali
225 Bab 225 Kemalangan Zahra
226 Bab 226 Kehidupan Zahra
227 Bab 227 Kaburnya Zahra
228 Bab 228 Pertemuan Zahra
229 Bab 229 Gadis itu....
230 Bab 230 Mirip Rhea
231 Bab 231 Mencari kebenaran
232 Bab 232 Apa aku hamil?
233 Bab 233 Kesombongan Mirna
234 Bab 234 Masa lalu Zahra
235 Bab 235 Perseteruan Salsa dan Hana
236 Bab 236 Titik terang
237 Bab 237 Antara Izam, Salsa, Hana dan Yasmin
238 Bab 238 Acara tasyakuran
239 Bab 239 Blighted Ovum
240 Bab 240 Kesombongan dan kegagalan
241 Bab 241 Menyukai seorang Ustadz
242 Bab 242 Perjodohan
243 Bab 243 Kebingungan Izam
244 Bab 244 Kesedihan Salsa
245 Bab 245 Kebimbangan Izam
246 Bab 246 Kecemasan Izam
247 Bab 247 Apendisitis
248 Bab 248 Kenyataan
249 Bab 249 Mencari jawaban hati
250 Bab 250 Aku mau!
251 Bab 251 Keputusan
252 Bab 252 Lamaran model apa ini?
253 Bab 253 Penolakan Izam
254 Bab 254 Bersyarat
255 Bab 255 Kebahagiaan yang menjadi luka
256 Bab 256 Ikatan suci
257 Buku Baru She_Na
Episodes

Updated 257 Episodes

1
Bab 1 Awal pertemuan
2
Bab 2 Semakin menjauh
3
Bab 3 Kasih tak sampai
4
Bab 4 Perasaan yang begitu menyiksa
5
Bab 5 Selamat tinggal cinta
6
Bab 6 Pertemuan yang tak terduga
7
Bab 7 Makan bersama
8
Bab 8 Janda
9
Bab 9 Brownies kenangan
10
Bab 10 Bedah buku
11
Bab 11 Pelakor
12
Bab 12 Cerai
13
Bab 13 Poligami
14
Bab 14 Rencana licik
15
Bab 15 Cemburu
16
Bab 16 Sebuah Keputusan
17
Bab 17 Sebuah kejutan
18
Bab 18 Istri teladan
19
Bab 19 Penyebar fitnah vs istri salihah
20
Bab 20 Menanti kepastian
21
Bab 21 Sebuah keputusan
22
Bab 22 Penghinaan
23
Bab 23 Sah!
24
Bab 24 Tiiit... tiit... tiiit...
25
Bab 25 Kebahagiaan yang hakiki
26
Bab 26 Hamil?
27
Bab 27 Zonk!
28
Bab 28 Caper
29
Bab 29 Gagal
30
Bab 30 Takut khilaf
31
Bab 31 Anugerah apa bencana?
32
Bab 32 Gosip yang beredar
33
Bab 33 Baper gara-gara brownies
34
Bab 34 Kesedihan dalam kesendirian
35
Bab 35 Tragedi buah mangga
36
Bab 36 Kesalahpahaman
37
Bab 37 Bersyarat
38
Bab 38 Keputusan
39
Bab 39 Minggat
40
Bab 40 Mimpi yang meresahkan
41
Bab 41 Damai
42
Bab 42 Ribut
43
Bab 43 Rencana
44
Bab 44 Pendarahan
45
Bab 45 Kenyataan
46
Bab 46 Keguguran?
47
Bab 47 Gagal Paham
48
Bab 48 Talak tiga!
49
Bab 49 Menuju awal baru
50
Bab 50 Tidak terima
51
Bab 51 Perebut suami dan kebahagiaan
52
Bab 52 Kamar yang menjadi saksi
53
Bab 53 Labil
54
Bab 54 Pelakon handal
55
Bab 55 Kepoin Zahra
56
Bab 56 Konferensi Forum Pergibahan
57
Bab 57 Berita yang tersebar
58
Bab 58 Jamaah oh jamaah
59
Bab 59 Orang yang terzalimi?
60
Bab 60 Mencari titik terang
61
Bab 61 Julid
62
Bab 62 Titik terang
63
Bab 63 Pemahaman yang salah
64
Bab 64 Bersumpahlah!
65
Bab 65 Ungkapan kekecewaan Mirna
66
Bab 66 Bisakah berjauhan?
67
Bab 67 Awal dari kerinduan
68
Bab 68 Kamuflase
69
Bab 69 Usaha Mirna
70
Bab 70 Senjata makan tuan
71
Bab 71 Perjuangan Mirna
72
Bab 72 Dokter cinta
73
Bab 73 Rindu yang menyiksa
74
Bab 74 Kejutan
75
Bab 75 Good News
76
Bab 76 Surat
77
Bab 77 Kembalinya Mirna
78
Bab 78 Pendarahan?
79
Bab 79 Kejahilan Ustad Jaki
80
Bab 80 Karma?
81
Bab 81 Aku mau!
82
Bab 82 Buah dari kesabaran
83
Bab 83 Ada apa dengan Mirna?
84
Bab 84 Proses yang harus dilewati
85
Bab 85 Awal rasa cemburu
86
Bab 86 Restu
87
Bab 87 Yess!!!
88
Bab 88 Cemburu berjamaah
89
Bab 89 Dasar gak peka!
90
Bab 90 Cieee....
91
Bab 91 Sebelum janur kuning melengkung
92
Bab 92 Mencintai suami orang
93
Bab 93 Akhirnya...
94
Bab 94 Jaga diri, jaga jarak dan jaga hati
95
Bab 95 Usaha tidak akan mengkhianati hasil
96
Bab 96 Tak tahan
97
Bab 97 So sweet....
98
Bab 98 Radar wanita
99
Bab 99 kesialan atau keberuntungan?
100
Bab 100 Somplak
101
Bab 101 Perasaan bersalah
102
Bab 102 Harapan
103
Bab 103 Bocah yang bisa bikin bocah
104
Bab 104 Kalah sebelum berperang
105
Bab 105 Sinyal yang salah
106
Bab 106 Istimewa
107
Bab 107 Dejavu
108
Bab 108 Pencarian terowongan
109
Bab 109 Andai saja...
110
Bab 110 Minat poligami?
111
Bab 111 Diantara dua pilihan
112
Bab 112 Jalan tol bebas hambatan
113
Bab 113 Vitamin C
114
Bab 114 Pulang
115
Bab 115 Ketenangan sesudah dan sebelum badai
116
Bab 116 Salah paham
117
Bab 117 Kesedihan vs kekesalan
118
Bab 118 Pasang surut kecemburuan
119
Bab 119 Ucapan adalah doa
120
Bab 120 Drama keluarga
121
Bab 121 Nafas buatan
122
Bab 122 Antara ingin dan malu
123
Bab 123 Awal yang buruk
124
Bab 124 Keegoisan yang berakhir malu
125
Bab 125 Surat cinta
126
Bab 126 Laki-laki
127
Bab 127 Seandainya...
128
Bab 128 Ingatan yang hilang
129
Bab 129 Ingatan yang menyiksa
130
Bab 130 Latihan
131
Bab 131 Positif?
132
Bab 132 Pejantan tangguh yang sedang pamer
133
Bab 133 Teror cinta
134
Bab 134 Gedean mana?
135
Bab 135 Hana dan Gibran
136
Bab 136 Mencari Rheina Az Zahra
137
Bab 137 Fakta baru
138
Bab 138 ASI
139
Bab 139 Couple yang luar biasa
140
Bab 140 Ijinkan aku menikah dengannya
141
Bab 141 Sahabat yang berbagi suka dan duka
142
Bab 142 Haruskah?
143
Bab 143 Cara meluluhkan dan menyenangkan hati istri
144
Bab 144 Apa yang sebenarnya terjadi?
145
Bab 145 Indahnya cinta
146
Bab 146 Pengorbanan suami siaga
147
Bab 147 Sakit....
148
Bab 148 Cantik
149
Bab 149 Hanya waktu yang bisa menjawab
150
Bab 150 Pondok Pesantren Al-Mukmin
151
Bab 151 Kebetulan atau takdir?
152
Bab 152 Awal atau akhir?
153
Bab 153 Hana?
154
Bab 154 Tentang aku pada saat itu
155
Bab 155 Iri, marah, kesal dan sakit hati
156
Bab 156 Pembuktian pria sejati
157
Bab 157 Ingin meraih kembali
158
Bab 158 Ada apa dengan dia?
159
Bab 159 Mempertanyakan keputusan
160
Bab 160 Bisakah berdamai dengan masa lalu?
161
Bab 161 Konferensi program kesejahteraan keluarga berencana
162
Bab 162 Malaikat tak bersayap
163
Bab 163 Dilema
164
Bab 164 Takdir Allah
165
Bab 165 Bisakah bahagia?
166
Bab 166 Kebahagiaan dan kesedihan
167
Bab 167 Aku tahu rasanya
168
Bab 168 Sebuah syarat
169
Bab 169 Hak dan tidak berhak
170
Bab 170 Rezeki di kala cobaan datang
171
Bab 171 Kegembiraan vs kesedihan
172
Bab 172 Suatu Permintaan
173
Bab 173 Kehilangan
174
Bab 174 Sebuah perhatian
175
Bab 175 Sebuah pesan
176
Bab 176 Suami baru ya?
177
Bab 177 Seperti keluarga
178
Bab 178 Jangan salahkan keadaan
179
Bab 179 Kedatangan Emir
180
Bab 180 Pembawa kedamaian
181
Bab 181 Pilih yang mana?
182
Bab 182 Beristri dua?
183
Bab 183 Pacar atau suami?
184
Bab 184 Apa kamu menyetujui pernikahan ini?
185
Bab 185 Apa kamu bersedia?
186
Bab 186 Sebuah jawaban
187
Bab 187 Menikah dengan dia?
188
Bab 188 Bimbang
189
Bab 189 Malam peralihan
190
Bab 190 Menikah?
191
Bab 191 Bertukar pasangan
192
Bab 192 Aku ingin....
193
Bab 193 Jodoh yang tertukar?
194
Bab 194 Ada apa dengan Mirna?
195
Bab 195 Apa dia cemburu?
196
Bab 196 Kuda-kudaan
197
Bab 197 Bertemu mantan
198
Bab 198 Pamer kemesraan
199
Bab 199 Pembawa Bencana
200
Bab 200 Maaf
201
Bab 201 Suatu kabar
202
Bab 202 Datang dan pergi
203
Bab 203 Hidup dan Mati
204
Bab 204 Beberapa pesan dari Umi
205
Bab 205 Kesedihan yang mendalam
206
Bab 206 Kepergian Umi
207
Bab 207 Kabar yang ditunggu
208
Bab 208 Rasa kehilangan
209
Bab 209 Ketakutan Hana
210
Bab 210 Kenyataan yang kelam
211
Bab 211 Apa ini yang terbaik?
212
Bab 212 Kenyataan yang sangat rumit
213
Bab 213 Menjadi istri dan ibu yang baik
214
Bab 214 Adu mulut khas ibu-ibu
215
Bab 215 Kekesalan Mirna
216
Bab 216 Suatu keinginan
217
Bab 217 Bertemu di Pondok Pesantren
218
Bab 218 Nasib
219
Bab 219 Kehilangan
220
Bab 220 Kecantikan Yasmin
221
Bab 221 Pencarian Yasmin
222
Bab 222 Di antara dua pilihan
223
Bab 223 Nasib Yasmin
224
Bab 224 Terulang kembali
225
Bab 225 Kemalangan Zahra
226
Bab 226 Kehidupan Zahra
227
Bab 227 Kaburnya Zahra
228
Bab 228 Pertemuan Zahra
229
Bab 229 Gadis itu....
230
Bab 230 Mirip Rhea
231
Bab 231 Mencari kebenaran
232
Bab 232 Apa aku hamil?
233
Bab 233 Kesombongan Mirna
234
Bab 234 Masa lalu Zahra
235
Bab 235 Perseteruan Salsa dan Hana
236
Bab 236 Titik terang
237
Bab 237 Antara Izam, Salsa, Hana dan Yasmin
238
Bab 238 Acara tasyakuran
239
Bab 239 Blighted Ovum
240
Bab 240 Kesombongan dan kegagalan
241
Bab 241 Menyukai seorang Ustadz
242
Bab 242 Perjodohan
243
Bab 243 Kebingungan Izam
244
Bab 244 Kesedihan Salsa
245
Bab 245 Kebimbangan Izam
246
Bab 246 Kecemasan Izam
247
Bab 247 Apendisitis
248
Bab 248 Kenyataan
249
Bab 249 Mencari jawaban hati
250
Bab 250 Aku mau!
251
Bab 251 Keputusan
252
Bab 252 Lamaran model apa ini?
253
Bab 253 Penolakan Izam
254
Bab 254 Bersyarat
255
Bab 255 Kebahagiaan yang menjadi luka
256
Bab 256 Ikatan suci
257
Buku Baru She_Na

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!