11 : Kenormalan Dan Objektifikasi.

Jijik?

Tidak.

Bagi Linggar, tiada sesuatu yang menjijikan dari pandangan matanya untuk Shanum. Cantik, lemah lembut dan anggun, itu adalah semua hal yang dapat dirinya gambarkan dari sang istri. Sedangkan kebaikan hati telah Linggar rasakan sejak pertemuan pertama.

Shanum salah.

Mengapa harus mengatakan bahwa dia adalah bekas orang lain? Sedangkan di sini Linggar mati-matian menyakinkan diri bahwa Shanum adalah miliknya. Dan hanya, tangan miliknya yang boleh menyentuh setiap jengkal tubuh Shanum.

Orang itu. Linggar benar-benar tidak akan melupakan wajah bajingan yang berani menyentuh Shanum. Di jeruji besi pun ia tidak akan membuat orang itu nyaman hidup. Karena keharusan hidup seorang pelaku itu harus menderita. Gari adalah orang yang tepat untuk menjadi sumber keinginan tahuan tentang Djoko. Bahkan sampai detik ini pun, ia masih memantau, dan uang hanya selembar kertas saja. Linggar bisa mengeluarkan sebanyak mungkin untuk kenyamanan hidup istrinya.

"Atau ..." Shanum menatapnya. "Kamu ... mau ceraiin aku? Aku bener-bener nggak pa-pa, Linggar. Kehidupan per-nikahan lima bulan ini udah lebih dari buat aku bahagia."

Linggar sedikit menunduk, menatap tangan Shanum yang ingin sekali ia genggam. "Sayang ... apa aku kelihatan nggak cinta, ya sama kamu?"

"Apa aku juga kelihatan nikahi kamu cuma buat sentuh-sentuh kamu aja?" lanjut Linggar.

Hati Linggar jujur sangat sakit. Tercabik, rasanya. Air mata Shanum jatuh, begitu pula hatinya porak-poranda. Segala ucapan Shanum selalu menjelaskan bahwa semua laki-laki di mata istrinya itu sama.

Bajingan, katanya.

Padahal Linggar selalu berusaha sebisa mungkin, untuk tidak melibatkan keinginannya dalam mencintai Shanum. Namun mengapa rasanya percuma saja? Mata yang semula menatap jernih kini sedikit buram, karena ternyata di pipi kirinya telah jatuh air mata. Ia menangisi semua ini.

"Pernikahan kita baru berjalan lima bulan. Kamu mungkin belum tahu aku gimana orangnya. Bahkan aku juga dalam tahap mengenal kamu lebih dalam." Linggar menunduk, mengalihkan pandangan matanya dari tangan Shanum. "Tapi, apa kamu nggak bisa lihat? Kalau perasaan aku ke kamu ini beneran ada? Aku nggak pernah berpikir kamu itu beban. Aku malah bahagia waktu di hari pertama kamu jadi istri aku."

"Aku ngerasa jadi manusia paling beruntung, Sayang. Aku bahagia banget. Apa kamu nggak ngerasa gitu juga waktu aku nikahin kamu?" sambung Linggar.

"A-ku bahagia," cicit Shanum.

Linggar tersenyum tipis, dengan sisa air mata di pipinya. "Aku seneng kamu bahagia. Berarti itu tandanya aku nggak salah buat ambil keputusan nikahi kamu."

"Salah, Linggar," lirih Shanum. "Menikah sama aku, cuma ... buat kamu menunda hasrat kamu."

"Lagi-lagi kamu bicarain ini?"

Shanum menatap Linggar yang masih menunduk. "Kamu memang bisa bicara bohong. Tapi tubuh kamu malah sebaliknya."

Tubuhku? Jadi ... kamu lihat? batin Linggar yang kini menengok. Matanya langsung bertemu dengan Shanum. "Kalau aku e*reksi berarti aku normal, kan? Aku juga bisa ngatasi itu sendiri."

Shanum langsung memutuskan kontak mata.

"Kamu mau selamanya gitu?" tanya Shanum.

Linggar menatap istrinya, tanpa menjawab.

"Atau lebih baik kamu sewa perempuan saja?" Mata Shanum berkaca-kaca lagi. "Aku nggak masalah tentang itu, Linggar. Selama aku masih bisa hidup sama kamu, aku bahagia."

"Aku bilang, aku bisa ngatasi itu sendiri," tegas Linggar menjawab istrinya.

Shanum terdiam.

"Kalau aku memang mau sewa perempuan-perempuan itu, aku bisa sewa semuanya. Setiap hari bahkan setiap menit pun aku bisa, Shanum." Linggar mencengkram erat seprai ranjangnya. "Uang aku nggak akan habis. Aku bakalan puas. Tapi sama aja, ujung-ujungnya nggak bakal senikmat yang aku bayangin."

Aku maunya kamu, Sayang, batin Linggar dengan mengangkat tangannya, ia tidak bisa bertahan lagi. Apa Shanum akan beraksi lebih saat ia menyentuh tangan istrinya itu? "Shanum ..."

Tangan Shanum merasa hangat.

"Aku minta maaf. Aku memang ke klub buat hindari masalah ini yang nggak mau hilang di otak aku. Tapi aku nggak tahu tubuh aku bakal beraksi kayak gitu." Linggar menjeda. "Kamu pasti takut. Tapi kamu harus percaya karena laki-laki yang kamu nikahi ini aku."

"Aku nggak bakalan maksa kamu. Bahkan dalam keadaan mabuk pun aku masih maksa otak aku buat tetep waras di hadapan kamu," lanjut Linggar.

Shanum berdebar-debar.

"Sayang ... bisa nggak sekali ini aja, atau mungkin beberapa hari, minggu, bahkan bulan di pernikahan yang kita jalani. Aku minta kamu buat berhenti bahas ini." Linggar menarik tangan Shanum mendekat pada bibirnya. Dikecup perlahan-lahan, di bagian punggung dan telapak. "Aku capek. Kamu pasti juga capek, kan? Aku minta kamu nggak usah peduliin ucapan Mama atau siapapun."

"Aku mau kamu berhenti sedih. Aku nggak bisa lihat kamu nangis. Aku sakit banget ... lihatnya, Sayang," sambung Linggar.

Pipi Shanum memerah. Sentuhan Linggar tidak pernah lebih dari ini, mungkin tadi pinggangnya di sentuh dan sekarang salah satu tangannya di kecupi. "Aku ... minta ma-af."

Linggar menggeleng, salah satu tangannya mengusap kedua pipi sang istri. "Kamu nggak salah apa-apa, Sayang."

Kamu selalu gini. Padahal menurut aku salah aku itu banyak, batin Shanum menunduk.

"Sayang, kamu nggak laper?"

Shanum mendongak menatap Linggar. "Kamu laper?"

"Aku tanya kamu, Sayang."

"Se ... dikit," cicit Shanum.

Dari cctv Sambara melihat jelas kedua pasangan suami istri itu sedang sibuk memasak bersama. Padahal sudah hampir masuki waktu sebelas malam, tetapi kedua orang itu masih berkutat saja.

Beberapa menit yang lalu Sambara sempat melihat bahwa keduanya baru saja keluar dari kamar. Ia tidak tahu apa yang terjadi di dalam. Bahkan tidak bisa melihat dengan jelas ekspresi Linggar dan Shanum.

"Sam."

Suara itu terdengar dari Arista. Istrinya ... bukankah tadi masih sibuk mengerjakan sesuatu? Apa sudah selesai? Sambara secepatnya menutup laptop lalu menatap lurus pada pintu ruang kerjanya yang terbuka.

"Aku di dalam," jawab Sambara.

Arista mendekat. Kemudian mengambil duduk di hadapan Sambara dengan menopang dagu.

"Ada apa?" tanya Sambara.

Arista menggeleng. "Aku cuma mau nunggu di sini. Jadi, silakan selesaikan perkejaan kamu."

"Sudah selesai," jawab Sambara.

Arista tersenyum tipis. "Sam, aku mau bertanya."

"Apa?"

"Sebagai laki-laki pandangan kamu dalam melihat penampilan perempuan itu bagaimana? Atau kamu jawab ... dari cara pandang laki-laki juga boleh."

Mendengar pertanyaan Arsita Sambara sedikit mengerut kening. Bahkan ia melepas kaca matanya sejenak. "Pandangan bagaimana yang kamu maksud, Arista? Dari segi positif yang menilai perempuan dari sisi kekaguman atau dari segi negatif yang menjadikan perempuan sebagai objek se*ksual?"

"Keduanya," jawab Arista singkat.

"Laki-laki adalah makluk visual. Sangat menyukai keindahan. Jadi tidak jarang kami cenderung menuntut pasangan untuk selalu menjaga penampilan diri. Bahkan patokan fisik yang baik akan membuat kami bertahan dengan perempuan ini. Singkatnya perempuan yang bersama kami harus masuk dalam kategori 'cantik yang kami inginkan'." Sambara menyugar surainya. "Itu dari segi positifnya. Karena kamu bilang kan penampilan, bukan hati dan semacamnya. Jadi tidak salah jika aku hanya menilai dari fisik saja, kan?"

Arsita mengangguk. "Kamu benar. Lalu selanjutnya ... segi negatifnya, Sam?"

"Menurut filsafat sosial. Objektifikasi berarti memperlakukan seseorang seperti barang tanpa mempertimbangkan martabat." Sambara menjeda. "Sedangkan perempuan itu bukan barang, kan, Arista? Kamu dan perempuan lainnya juga manusia. Tapi sebagain otak manusia, tidak luput perempuan dan laki-laki bisa dengan mudah merendahkan martabat orang lain dengan pikirannya sendiri."

"Dengan ... pikirannya sendiri?" tanya Arista yang tidak mengerti.

Sambara mengangguk pelan. "Iya."

"Aku permisalkan begini. Kita adalah sepasang suami istri. Di dalam agama maupun norma sosial batasan seorang laki-laki atau suami dalam memperlakukan istrinya itu sudah di jelaskan dengan rinci, bukan? Bahkan dalam melakukan hubungan intim juga," jelas Sambara.

Arsita masih tidak mendapatkan jawab. Ia masih menunggu-nunggu.

"Tetapi permisalkan ... suatu ketika. Aku merasa bahwa aku ini lebih dari kamu. Atau katakanlah aku mendadak menjadi manusia yang paling semena-mena terhadap kamu" Sambara menjeda sejenak, ia ber-istighar beberapa kali, supaya tidak menjadi suami yang seperti itu. "Aku berpikir aku ini suami, aku yang mencari nafkah, aku yang menikahi kamu dengan mahar sebanyak itu. Jadi tidak masalah, bukan? Kalau aku ingin kamu melakukan ini dan itu sesuai keinginanku?"

"Bahkan dalam pikiran aku berfantasi hal-hal yang gila. Dan hubungan intim itu bukan lagi bisa katakan making love melainkan kesenangan sebelah pihak." Sambara berdeham sejenak. Kemudian menggaruk pucuk hidungnya yang tak gatal.

"Maka detik itu juga, kamu sebenarnya langsung bisa menilai, bahwa jika kamu melayani aku di ranjang. Itu bukan suatu kewajiban seorang istri di dalam pikiran aku. Melainkan itu adalah keinginan aku yang mengharuskan untuk kamu penuhi, tanpa adanya tapi," jelas Sambara.

Arsita menatap serius.

"Kiranya begitu sisi negatif laki-laki yang menjadikan perempuan objek se*ksual. Tapi ini versi di dalam pernikahan. Kalau di luar pernikahan ..." Sambara membangkit, mendekati Arista. "Aku rasa kamu juga tahu."

"Sudah selasai penjelasannya?" tanya Arsita dengan mendongak menatap Sambara.

"Sudah." Kedua tangan Sambara mengunci Arista di kursi. "Itu penjelasan paling ringkasnya."

"Lalu, kamu ... apa mungkin ... kamu akan seperti itu?" tanya Arista dengan tangan yang menyentuh pipi Sambara. "Aku jadi takut cuma kamu jadiin objek sek---"

"Aku tidak akan seperti itu, Arsita," sanggah Sambara yang menyusupkan tangan pada pinggang istrinya, lalu meminta Arsita berdiri dan berjalan bersama menuju kamar.

"Aku juga berharap semoga Linggar tidak seperti itu," lirih Arista yang masih terdengar oleh Sambara.

Jika Sambara mengingat-ingat lagi. Kehidupan pernikahannya yang berjalan satu tahun ini selalu berkaitan dengan Linggar dan Shanum. Sambara pikir hanya dirinya saja yang memikirkan sang Adik. Nyatanya, Arista juga. Sungguh saat ia memutuskan menikah ia takut kelak akan memiliki istri yang pencemburu. Ia takut mementingkan Shanum adalah hal buruk bagi istrinya.

Namun siapa sangka? Ia menikahi seorang wanita yang paling memedulikan Adiknya.

"Aku juga berharap begitu," jawab Sambara. "Aku menikahkan Linggar dengan Shanum. Karena aku percaya Linggar bukan laki-laki yang memiliki pandangan seperti itu pada perempuan."

Note:

•Setiap nulis scene Linggar Shanum iri banget gitu. Apa iya lakik kayak Linggar itu ada? Nggak usah kaya tujuh turunan yang penting kerja aja udah cukup.

• Sambara Arista ini tipe-tipe pasangan yang suka deep talk. Apa-apa bakal jadi bahasan mendalam. Jadi kalau kalian minta aku buat kisah mereka. Bentar dulu. Aku masih mikir gimana cara bikin konfliknya. Soalnya kedua orang ini sama-sama dewasa, apa-apa di bisa di bicarain baik-baik, kayak nggak pernah miss komunikasi. Beda sama pasutri yang biasanya saya buat. Sambara Arista kalau jadi cerita bakalan agak berat kayaknya.

Terpopuler

Comments

Santidew

Santidew

hiks

2022-08-14

0

Santidew

Santidew

LINGGAR🥺

2022-08-14

1

Santidew

Santidew

🥺

2022-08-14

0

lihat semua
Episodes
1 Satu : Pernikahan Tersembunyi
2 Dua : Sesuatu Hal Yang Mulai Dipermasalahkan
3 3 : Anak Dan Suami.
4 4 : Hak Dan Kewajiban
5 5 : Ucapan Sambara.
6 6 : Orang-orang Yang Mulai Ikut Campur
7 7 : Setara
8 8 : Ingatan Linggar.
9 9 : Bukan Salah Linggar.
10 10 : Kesengajaan.
11 11 : Kenormalan Dan Objektifikasi.
12 12 : Bekas Orang Lain.
13 13 : Kejadian Yang Terbisit Dan Kekhawatiran.
14 14 : Kekhawatiran Sambara Dan Pandangan Mata Linggar.
15 15 : Menghindar Berkedok Kesibukan
16 16 :
17 17: Gistara Dan Gumira
18 18 : Kepantasan Dan Ketidakpantasan
19 19 : Usaha Shanum Dan Sesuatu Yang Gari Sampaikan
20 20 : Cassia Upasama.
21 21 (1) : Berat. Namun Harus Di Bahas.
22 21 (2) : Pengakuan Shanum.
23 22 :
24 23 : Cassia Membenci. Sedangkan, Linggar Merasa Marah.
25 24 : Kamu Mau Ninggalin Aku?
26 25 : Pujian Linggar.
27 26 : Pekerjaan Cassia Dan Rahasia Lingga.
28 27 : Pertemuan Linggar Dan Gari.
29 28 : Spontanitas Yang Tak Terduga.
30 29 : Pikiran Shanum Dan Linggar. Juga Kabar Dari Lingga.
31 30 : Linggar Murka Pada Lingga
32 31 : Derita Yang Lebih Menyakitkan Dari Shanum.
33 32 : Pikiran Shanum Tentang Linggar
34 33 : Alasan Linggar Merasa Malu Dan Perubahan Shanum.
35 34 : Dua Kubu Yang Berbeda
36 35 : Kesenangan Linggar Yang Terselip Kekesalan.
37 36 : Sentuhan.
38 37 : Pertemuan Dengan Iris Dan Beres-beres.
39 Garis Keturunan Adiwangsa
40 38 : Bersiap Untuk Berangkat
41 39 : Batasan Yang Mulai Terkikis Dari Linggar.
42 40 : Ibu Kandung Shanum.
43 41 : Ulah Shanum.
44 42 : Tegang.
45 43 : I Would Love You
46 44 : Tembok Besar Yang Runtuh
47 45 : Shanum Dan Linggar. Mesya Dan Tuan Jaiz.
48 46 : Kepada Mesya, Ibu Dari Shanum. Dan Pertanyaan Tiba-tiba Dari Sambara.
49 47 : Bulan Madu (1)
50 48 : Bulan Madu (2) : Kekhawatiran Berlebih.
51 49 : Bulan Madu (3) : Shanum Kesal.
52 50 : Konflik Batin Shanum Dan Mesya.
53 51 : Bulan Madu (4) : Yang Pertama.
54 52 : Perasaan Shanum Dan Gistara.
55 53 : Mendekam Di Kamar Hotel Dan Menerima Telepon.
56 54 : Keluarga Citaprasada.
57 55 : Informasi Yang Membuat Mood Buruk
58 56 : Di Kamar Hotel Saja.
59 57 : Kekecewaan Mendarah Daging.
60 58 : Salahku Bukan Salahmu.
61 59 : Konflik Batin Shanum, Linggar Dan Mesya.
62 60 : Tiba-tiba Pulang.
63 61 : Tiba Di Surabaya.
64 62 : Bukan Sekadar Pajangan.
65 63 : Informasi Terbaru Dari Gari.
66 64 : Oleh-oleh Yang Mendapat Sambutan Berbeda-beda.
67 65 : -
68 66 :
69 67 : Surat Dari (M)
70 68 : Jatuh Berdua Lagi.
71 69 : Sabtu Hari Pernikahan Lingga Dan Cassia.
72 70 : Pikiran Linggar Dan Shanum.
73 71 : Di Kediaman Manggala Adiwangsa.
74 72 : Bertemu Lingga Dan Cassia.
75 73 : Pembicaraan Shanum Dan Cassia.
76 74 : Bermesraan Di Kamar Tamu.
77 75 : Gistara Mendengar Sesuatu.
78 76 (1) : Mama Gistara Akan Bicara.
79 76 (2) : Mama Gistara Yang Sebenarnya.
80 77 : Bertemu Dengan Gari Di Honey Bunch.
81 78 : Kenikmatan Yang Di Angan-angan.
82 79 : Bukan Yang Pertama Bagi Shanum.
83 80 : Permintaan Maaf Yang Di Benci.
84 81 : Janji Linggar Dan Keingintahuan Sambara.
85 82 : Pertemuan Linggar Dan Sambara.
86 83 : -
87 Sedikit Pemberitahuan.
88 84 : Ke Klinik.
89 85 : Perubahan Shanum Dan Ucapan Lingga Tentang Pernikahan.
90 86 : Akrab Kembali Dan Informasi Dari Gari.
91 87 : Pembahasan Mengenai Shanum.
92 88 : Kesalahan Linggar Meninggalkan Laptop.
93 89 : Mencari Seluk Beluk Muci*kari.
94 90 : Masuk Ke Rumah Bordil.
95 91 : Perbincangan Panjang Dengan Muci*kari
96 92 : Pengakuan Mesya.
97 93 : Cctv Yang Mulai Dipertanyakan.
98 94 : Ketidakjelasan Shanum.
99 95
100 96
101 97
102 98 : Flashback Dan Permintaan Maaf.
103 99
104 100 [Pergi]
105 101 [Pemahaman Yang Berbeda]
106 102 [Permasalahan Yang Muncul Karena Kepergian Shanum]
107 103 [Beban Orang-orang]
108 104
109 105
110 106
111 107 [Mengandung?]
112 108 (1) Semua Orang Harus Tahu.
113 108 (2) Kebersamaan Linggar Dan Shanum.
114 109 (1) Bertemu Ibu Kandung.
115 109 (2)
116 110 (1)
117 110 (2) Pertemuan Ibu Dan Anak.
118 111 (1)
119 111 (2)
120 112 (1)
121 112 (2) Hidden Twin.
122 113 (1) Suami Mana Yang Nggak Butuh Istrinya?
123 113 (2) : POV Shanum.
124 114 (1)
125 114 (2)
126 Rilis Cerita Lingga dan Cassia
127 HARSHADA s² — Kaluna Bagian 1 : Apa Yang Salah Dengan Ballerina?
128 HARSHADA s² — Kaluna Bagian 2 : Apa Kehadiran Kami Adalah Hal Buruk Bagi Ayah?
129 HARSHADA s² — Kaluna Bagian 3 : Sekolah Balet Dan Berkunjung Ke Panti Asuhan.
Episodes

Updated 129 Episodes

1
Satu : Pernikahan Tersembunyi
2
Dua : Sesuatu Hal Yang Mulai Dipermasalahkan
3
3 : Anak Dan Suami.
4
4 : Hak Dan Kewajiban
5
5 : Ucapan Sambara.
6
6 : Orang-orang Yang Mulai Ikut Campur
7
7 : Setara
8
8 : Ingatan Linggar.
9
9 : Bukan Salah Linggar.
10
10 : Kesengajaan.
11
11 : Kenormalan Dan Objektifikasi.
12
12 : Bekas Orang Lain.
13
13 : Kejadian Yang Terbisit Dan Kekhawatiran.
14
14 : Kekhawatiran Sambara Dan Pandangan Mata Linggar.
15
15 : Menghindar Berkedok Kesibukan
16
16 :
17
17: Gistara Dan Gumira
18
18 : Kepantasan Dan Ketidakpantasan
19
19 : Usaha Shanum Dan Sesuatu Yang Gari Sampaikan
20
20 : Cassia Upasama.
21
21 (1) : Berat. Namun Harus Di Bahas.
22
21 (2) : Pengakuan Shanum.
23
22 :
24
23 : Cassia Membenci. Sedangkan, Linggar Merasa Marah.
25
24 : Kamu Mau Ninggalin Aku?
26
25 : Pujian Linggar.
27
26 : Pekerjaan Cassia Dan Rahasia Lingga.
28
27 : Pertemuan Linggar Dan Gari.
29
28 : Spontanitas Yang Tak Terduga.
30
29 : Pikiran Shanum Dan Linggar. Juga Kabar Dari Lingga.
31
30 : Linggar Murka Pada Lingga
32
31 : Derita Yang Lebih Menyakitkan Dari Shanum.
33
32 : Pikiran Shanum Tentang Linggar
34
33 : Alasan Linggar Merasa Malu Dan Perubahan Shanum.
35
34 : Dua Kubu Yang Berbeda
36
35 : Kesenangan Linggar Yang Terselip Kekesalan.
37
36 : Sentuhan.
38
37 : Pertemuan Dengan Iris Dan Beres-beres.
39
Garis Keturunan Adiwangsa
40
38 : Bersiap Untuk Berangkat
41
39 : Batasan Yang Mulai Terkikis Dari Linggar.
42
40 : Ibu Kandung Shanum.
43
41 : Ulah Shanum.
44
42 : Tegang.
45
43 : I Would Love You
46
44 : Tembok Besar Yang Runtuh
47
45 : Shanum Dan Linggar. Mesya Dan Tuan Jaiz.
48
46 : Kepada Mesya, Ibu Dari Shanum. Dan Pertanyaan Tiba-tiba Dari Sambara.
49
47 : Bulan Madu (1)
50
48 : Bulan Madu (2) : Kekhawatiran Berlebih.
51
49 : Bulan Madu (3) : Shanum Kesal.
52
50 : Konflik Batin Shanum Dan Mesya.
53
51 : Bulan Madu (4) : Yang Pertama.
54
52 : Perasaan Shanum Dan Gistara.
55
53 : Mendekam Di Kamar Hotel Dan Menerima Telepon.
56
54 : Keluarga Citaprasada.
57
55 : Informasi Yang Membuat Mood Buruk
58
56 : Di Kamar Hotel Saja.
59
57 : Kekecewaan Mendarah Daging.
60
58 : Salahku Bukan Salahmu.
61
59 : Konflik Batin Shanum, Linggar Dan Mesya.
62
60 : Tiba-tiba Pulang.
63
61 : Tiba Di Surabaya.
64
62 : Bukan Sekadar Pajangan.
65
63 : Informasi Terbaru Dari Gari.
66
64 : Oleh-oleh Yang Mendapat Sambutan Berbeda-beda.
67
65 : -
68
66 :
69
67 : Surat Dari (M)
70
68 : Jatuh Berdua Lagi.
71
69 : Sabtu Hari Pernikahan Lingga Dan Cassia.
72
70 : Pikiran Linggar Dan Shanum.
73
71 : Di Kediaman Manggala Adiwangsa.
74
72 : Bertemu Lingga Dan Cassia.
75
73 : Pembicaraan Shanum Dan Cassia.
76
74 : Bermesraan Di Kamar Tamu.
77
75 : Gistara Mendengar Sesuatu.
78
76 (1) : Mama Gistara Akan Bicara.
79
76 (2) : Mama Gistara Yang Sebenarnya.
80
77 : Bertemu Dengan Gari Di Honey Bunch.
81
78 : Kenikmatan Yang Di Angan-angan.
82
79 : Bukan Yang Pertama Bagi Shanum.
83
80 : Permintaan Maaf Yang Di Benci.
84
81 : Janji Linggar Dan Keingintahuan Sambara.
85
82 : Pertemuan Linggar Dan Sambara.
86
83 : -
87
Sedikit Pemberitahuan.
88
84 : Ke Klinik.
89
85 : Perubahan Shanum Dan Ucapan Lingga Tentang Pernikahan.
90
86 : Akrab Kembali Dan Informasi Dari Gari.
91
87 : Pembahasan Mengenai Shanum.
92
88 : Kesalahan Linggar Meninggalkan Laptop.
93
89 : Mencari Seluk Beluk Muci*kari.
94
90 : Masuk Ke Rumah Bordil.
95
91 : Perbincangan Panjang Dengan Muci*kari
96
92 : Pengakuan Mesya.
97
93 : Cctv Yang Mulai Dipertanyakan.
98
94 : Ketidakjelasan Shanum.
99
95
100
96
101
97
102
98 : Flashback Dan Permintaan Maaf.
103
99
104
100 [Pergi]
105
101 [Pemahaman Yang Berbeda]
106
102 [Permasalahan Yang Muncul Karena Kepergian Shanum]
107
103 [Beban Orang-orang]
108
104
109
105
110
106
111
107 [Mengandung?]
112
108 (1) Semua Orang Harus Tahu.
113
108 (2) Kebersamaan Linggar Dan Shanum.
114
109 (1) Bertemu Ibu Kandung.
115
109 (2)
116
110 (1)
117
110 (2) Pertemuan Ibu Dan Anak.
118
111 (1)
119
111 (2)
120
112 (1)
121
112 (2) Hidden Twin.
122
113 (1) Suami Mana Yang Nggak Butuh Istrinya?
123
113 (2) : POV Shanum.
124
114 (1)
125
114 (2)
126
Rilis Cerita Lingga dan Cassia
127
HARSHADA s² — Kaluna Bagian 1 : Apa Yang Salah Dengan Ballerina?
128
HARSHADA s² — Kaluna Bagian 2 : Apa Kehadiran Kami Adalah Hal Buruk Bagi Ayah?
129
HARSHADA s² — Kaluna Bagian 3 : Sekolah Balet Dan Berkunjung Ke Panti Asuhan.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!