Senja menyapa, pasangan yang seolah tak pernah menua itu pun segera
beranjak dari gazebo.
“Felly, Fenny, ayo masuk sudah hampir malam...” seru Satya.
Cicit kembar itu masing-masing bergandengan tangan pada buyutnya.
Mereka berempat masuk dan duduk di ruang keluarga, menikmati apa yang telah
di sajikan di atas meja itu sembari mengingat kisah cinta masa lalu itu lagi.
***
Flashback on
"Hari ini kau ikut denganku ke kantorku..." Satya memakai arloji
di tangannya.
"Tapi hari ini aku ada rapat di kantor—"
Satya melotot, tak ingin di bantah, “Kantor mu juga kantor ku, kau kerja
ataupun tidak maka itu sama saja.”
"Ya sudah terserah kau saja, asalkan aku tidak di pecat karena hal
ini!”
"Hm."
Sarapan pagi sudah disiapkan Ziva, kemrin sore ia baru tiba di negara A.
Dari segi penglihatan Adelia, kedekatan Ziva dan Satya masih dibatas wajar.
Tapi terkadang Clay suka melebih-lebihkannya.
"Selamat pagi kakak, kakak ipar?"
"Selamat pagi." Balas Adelia, sedangkan suaminya hanya diam
mengangguk lalu menarik kursi untuk Adelia duduki.
"Duduklah."
"Terimakasih." senyum Adelia mengembang.
Selain Ziva dan ibunya, yang lain menikmati sarapan dengan santai.
Mereka berdua saling bersitatap, tersirat rasa cemburu di mata Ziva.
Clay memberinya kode untuk tetap tenang. Semua penghuni rumah ini harus
patuh dengan peraturan yang berlaku jika tidak maka bersiaplah untuk ditendang
keluar.
Usai sarapan pagi Adelia dan suaminya bergegas masuk kedalam mobil yang
sama.
Pagi ini pak Jang yang menyetir, "Selamat pagi Jang?" sapa Adelia
dengan ramah, hari ini dirinya membuktikan kepada pak Jang, jika dia juga bisa tersenyum.
Pak Jang mengangguk, "Selamat pagi nona muda, tuan muda."
Sepanjang peprjalanan satu hal yang membuat pak Jang bingung, mengapa dua
penumpang itu tak saling membuka suara?
“Ada apa pak Jang?” seru Satya.
“Ti—tidak ada apa-apa tuan.”
Tak seberapa lama kemudian mobilpun melaju dengan kecepatan sedang,
***
Setelah sampai dikantor Satya, mereka berdua berjalan beriringan dengan
tangan Adelia yang masih tergandeng di tangan suaminya.
"Selamat pagi tuan muda." setiap staff yang melihat selalu
menyapa demikian.
Namun Satya tak pernah membalasnya dengan sebuah kalimat melainkan hanya
dengan anggukan kepalanya.
Di ruangan CEO...
Adelia duduk diatas pangkuan Satya dengan sofa yang menjadi tumpuan.
"Aku bisa duduk sendiri."
Tangan Satya bermain ditempat yang ia sukai, ingin menolak? Mana bisa.
Entah mengapa mendadak Satya bisa menjadi pria yang begitu menuntutnya.
Tangannya masih bermain-main hingga masuk kedalam bagian tersensitif
istrinya, "Satya tolong hentikan, jangan memulainya lagi!” protes Adel.
"Buka pakaianmu, sekarang!"
“Tidak!” geram Adel yang langsung menggigit pundaknya, entah sudah berapa kali
gadis itu menggigitnya.
“Aaaa!” spontan saja Satya pun langsung merebahkanya di atas sofa, “Kau
akan membayar lunas perbuatan mu barusan, nona muda!”
“Tolong jangan seperti ini!”
Ah, sudahlah percuma saja menolaknya... toh, dirinya tetap kalah tenaga.
Tubuh polos tanpa sehelai benangpun, sofa itu mulai terpompa lalu dengan
cepat untuk beberapa saat. Hingga akhirnya Satya menarik Adelia dan membuatnya
duduk diatas pangkuan suaminya.
Mereka melakukan kembali percintaan hangat di pagi hari dengan pose duduk.
Tentu saja hal itu membuat perut Adelia keram, ia mengernyit.
"Sakit, perutku keram." Tangannya meremas tengkuk Satya.
"Aku baru mulai."
Satya tak acuh, tak memperdulikan kesakitan istrinya, rasa sakit yang di
iringi rintihan kenikmatan membuat Satya semakin bergairah.
Sofa yang diduduki Satya berdecit pelan, semakin cepat tempo permainannya
maka semakin kuat juga decitan sofa yang dihasilkan.
Sekali lagi Adelia merintih kesakitan, ia menangis membuat Satya
menghentikan aktifitasnya meskipun ia belum ejakulasi.
Setelah memakai pakaian lengkap, Satya memanggil dokter keluarga.
Padahal istrinya sendiri tidak mau jika dipanggilkan dokter, ia malu jika
ada orang lain yang mengetahui kegiatan percintaan mereka dengan seperti itu.
Adelia berbaring diatas sofa dengan dokter Haris yang masih memeriksa
keadaannya.
Haris memang tahu, percintaan dengan posisi duduk tidak akan membuat
seorang wanita nyaman.
Namun karena ia juga tahu yang saat ini memanggilnya adalah Satya, maka
Haris hanya perlu melakukan hal yang bisa membuatnya bernafas lega, senang, dan
tidak membuatnya cemas.
"Bagaimana keadaannya?"
Haris berdehem, "Ehm. Bisa kita bicara berdua?"
Satya mengangguk.
Mereka berdiri di balkon luar ruang kerja Satya, "Katakanlah."
"Istri anda tidak apa-apa tuan."
Satya mendesah kesal merasa marah pada istrinya.
"Tapi tidak seharusnya tuan melakukannya dengan pose duduk."
Satya terdiam, ia mengerutkan dahi bingung kenapa tidak boleh tapi tidak
bersuara.
"Karena itu akan membuat kontraksi di rahimnya. Posisi itu sangat
tidak nyaman untuk seorang wanita tuan?"
Terlihat jelas sekali kilatan dimatanya yang dingin dan tajam, "Hm.
Kau boleh pergi."
Haris mengangguk, "Tuan tidak perlu khawatir, rasa tidak nyaman di
rahimnya akan hilang dengan sendirinya. Tidak akan memakan waktu yang
lama."
Satya mengangguk.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 178 Episodes
Comments
Yunita Laito
satia punya penyakit kaliii
2021-08-31
0
SriWatini S'Kun
apa gk ada rasa sayang atau cinta, kok satya gk kasihan ama adel yg kesakitan..
2021-06-04
2
al - one ' 17
kurang ajar tuh satya meskipun suami tp itu udh pelecehan masuknya 😠😠😠
2021-06-02
2