Setibanya di ruangan CEO—ruangan Winata, pria parubaya itu menyambutnya
dengan senang hati, “Menantuku, Satya—“
Satya sepertinya tidak suka jika dirinya di panggil seperti itu, dia
mengangkat wajah dengan mengeraskan rahang juga matanya yang menyipit.
“Jaga bicara anda, tuan Winata!” tegas Ken.
Winata menimbulkan reaksi terkejutnya, apanya yang salah? Bagaimanapun juga
bukankah dirinya adalah ayah Adel sekalipun hanya ayah angkat?
Satya duduk di sofa tunggal dengan gaya arrogant nya, duduk dengan melipat
satu kakinya di atas kakinya yang lain, dia mengangkat telunjuknya untuk memanggil
Winata. Sangat tidak sopan, memang!
“Tuan memerlukan sesuatu?”
“Duduklah,” perintahnya dengan nada santai, tetapi wajahnya tidaklah menunjukkan
bahwa dirinya sedang santai juga.
Winata mengambil tempat tepat di sebelah sekretaris Ken.
“Tak perlu segugup itu... aku bukan kanibal yang memakan manusia...”
Bisa-bisanya dia berkata sesantai itu padahal dirinya sudah menebar hawa
dingin, eeeemmmm...
“Kau tahu jika aku bisa datang kapanpun di kantor ini dengan sesuka
hatiku?”
“Iya tuan.”
“Dan, kau juga tahu dengan pasti ... “ Satya menurunkan kakinya, membuat
kedua lututnya berjejer sama rata, dia sedikit membungkuk untuk mengetuk meja
itu sebanyak tiga kali, “Bahwa aku juga bisa menendang mu seperti ini dengan
mudah,” Satya menjentik kan ujung kuku telunjuknya di jari jempol. Mengatakan
hal itu tanpa beban sedikitpun.
Glek!
Winata benar-benar di buat menelan karenanya, Satya juga bisa melihat
kegelisahan di wajah parubaya itu.
“aku datang kemari hanya untuk memperingatkanmu,” lalu si tuan muda itu
beranjak dari duduknya, “Ken, kita pergi.”
***
Hari pun berganti dengan cepat, makan malam telah di siapkan chef handal,
Clay dan suaminya sudah duduk sejak tadi di ruang makan.
Menanti pasangan muda turun ke ruang makan.
"Bersikap baiklah kepada ibuku," seru Satya dengan santai.
"Baik, tenang saja aku akan memperlakukan ibu dengan baik sebagaimana
aku memperlakukan ibu ku."
Sesampainya diruang makan, berbagi meja bersama keluarga baru membuat
Adelia sedikit gugup.
Adelia menyendokan nasi dan lauk pauk kepiring Satya.
Clay juga ingin Adelia melakukan hal itu untuknya.
"Sepertinya kau belajar dengan baik bagaimana caranya menjadi istri,
ya?"
"Iya, bu." Adelia menyendokan nasi juga lauk pauk kepiring ibu
mertuanya.
Sementara Dukey dibawah meja, kakinya menyikut kaki Clay.
Sebuah kode untuk tidak melakukan hal seperti yang barusan.
"Adel, kau juga makanlah. Jangan sampai sakit."
"Baik, ayah." Saat hendak menyendokan nasi kepiring mertuanya,
Dukey menolak hal itu.
***
Setelah makan malam Clay mengajak Adelia untuk berbicara di ruang baca.
"Duduklah."
Adelia mengangguk.
Kini mereka duduk berhadapan, wajah tegang Adelia tak dapat di sembunyikan.
"Apa yang membuatmu setegang itu?"
Adelia tersenyum, "Ah ibu, aku sama sekali tidak tegang."
"Kenapa kau menikah dengannya?"
"Hm?" Adel diam sejenak, apakah dia akan mengatakan jika Satya
yang memaksnaya untuk menikah? Haha itu tidak mungkin, bagaimanapun juga jika
melihat karakter wanita itu, sudah pasti ia akan menyangkalnya.
"Apakah kau tahu? Bahkan putriku jauh di atasmu, Ziva lebih cantik dan
menarik. Dan kau?" Clay memandanginya dengan seksama dari kepala hingga
kaki.
"Ibu? Kenapa ibu bicara seperti itu? Bukankah sangat baik jika kita
menilai seseorang hanya dari luarnya saja?" Adelia menyeringai, dia bisa
menunjukan sikap beraninya, "Jika Satya memilih untuk menikahi ku, itu
artinya dia mencintai ku."
Clay benar-benar di buat geram.
"Apa yang kau miliki sehingga berani menganggapnya sebagai
suamimu?" pekik Clay dengan nada bersungut-sungut.
"Untuk hal itu, ibu bisa menanyakannya secara langsung kepada
suamiku."
Clay meremas tangann sofa, "Adelia?" panggilnya dengan sangat
geram.
"Iya, bu?" menjawab santai, dengan sombong mengangkat tinggi
dagunya.
“Bersikaplah dengan benar, kau bukan wanita pilihan!”
“Apakah itu artinya ibu menyalahkan takdir yang telah di tentukan Tuhan?”
“Kau!” ibu tercekat saat Adel beranjak dari duduknya.
“Ibu juga seharusnya menyadari sikap berlebihan ini, tidak sepantasnya ibu
mengarahkan telunjuk itu padaku...” tukas Adel yang langsung melenggang pergi
meninggalkan Clay sendirian di ruang baca.
Sikap itu malah membuat percikan api di dalam hatinya, “Aaaa!” teriaknya
mengudara di ruangan yang sepi.
***
Di dalam kamar Satya masih sibuk dengan nlaptopnya, pria itu duduk
bersandar bantal di atas ranjang.
Sekilas ia melirik Adelia yang masuk kedalam kamar dengan wajah kusut.
"Kenapa dengan wajahmu?"
Saat ini Adelia benar-benar tak ingin berbicara, ia hanya menggeleng lalu
masuk ke kamar mandi.
Menatap pantulan wajahnya di cermin, mengingat kembali apa yang baru saja
dikatakan oleh ibu mertuanya.
"Sial! Mana aku tahu apa motifnya menikahi ku, dia hanya tahu tentang
kehidupan keluarga ku yang hidup dalam berkecukupan!"
Adelia memutar keran air wastafel lalu mengusapkan air itu kewajahnya.
15 menit kemudian ia keluar dari kamar mandi, dan melihat Satya yang sudah
tertidur pulas.
Adelia rebahan sejenak di atas sofa dan mulai berseluncur di YouTube.
Menonton video lucu dan kocak, stand up comedy dan hal itu bisa membuatnya
bisa sedikit lebih tenang lagi.
Lama kelamaan nonton membuatnya mengantuk, dia pun menutup mulutnya yang
meluap lebar.
Matanya berair, ngantuk tapi masih ingin nonton, "Aku masih ingin
menonton, belum mau tidur!" Adel beranjak bangun dan segera turun ke dapur
untuk membuat kopi latte.
"Setidaknya aku masih bisa terjaga setelah minum kopi ini."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 178 Episodes
Comments
Yunita Laito
sayanggggg adeliah ko nasibnya bdgitu yaaa
2021-08-30
0
Zamie Assyakur
lawan aj mertua bgtu mah.... ngeselin 😤😤
2021-08-22
0
Erlinda Sarumpaet
Seruu
2021-02-04
0