Raymond menyambar tangan Caramel dan menyembunyikan Caramel di belakang punggungnya.
"Chef...," Caramel kaget tiba-tiba saja tangan Caramel sudah digandeng oleh Raymond dan dirinya kini berada di belakang tubuh Reymond.
"Chef Raymond, ada apa ini?" Pak Irfan bertanya pada Raymond karena tidak mengerti akan tindakannya.
"Sebaiknya jaga mulut dan tangan Bapak. Jangan sampai mulut dan tangan Bapak jadi tidak berguna karena celaka," Raymond mengancam Pak Irfan dengan penuh amarah.
"Apa maksud anda?" Pak Irfan meradang mendengar ancaman dari Raymond.
"Anda sudah berumur, sebaiknya anda tidak bermain-main dengan wanita, urusi saja keluarga anda. Dan satu lagi, jangan rendahkan Caramel dengan ucapan dan tangan anda. Permisi," Raymond membalikkan badannya dan tangannya masih menggandeng Caramel hendak berjalan masuk ke dalam kantor.
"Oh jadi kalau sama anda boleh Chef? Anda jangan serakah, siapa saja boleh menikmatinya," seringai merendahkan tampak pada wajah Pak Irfan.
"Kurang ajar," Raymond membalikkan badannya dan melayangkan tinjunya mengarah pada wajah Pak Irfan.
Namun dihalangi oleh Caramel, tangan Caramel sekuat tenaga menghentikan tinju Raymond sehingga tidak mengenai wajah Pak Irfan.
"Tidak... jangan Chef...," Caramel menggeleng dengan wajah mengiba, matanya berkaca-kaca, sedih melihat orang bertengkar bahkan beradu pukul karena membelanya.
Raymond menatap Caramel yang melarangnya dan mengiba padanya. Dia hendak menurunkan tinjunya, namun melihat wajah Pak Irfan yang menyeringai membuat emosinya kembali. Tinju Raymond bergerak maju, namun Caramel kembali menghentikan pergerakan tangannya.
"Jangan Chef... aku mohon...," keluar bulir air dari sudut mata Caramel.
Raymond tak tega melihat air mata Caramel. Dibawanya tubuh Caramel dalam dekapannya. Didekapnya dengan erat tubuh Caramel dan mengusap-usap rambut dan punggungnya. Punggung Caramel bergetar naik turun mengingat ucapan-ucapan Pak Irfan yang merendahkan harga dirinya.
Raymond tahu jika Caramel sedang menangis saat ini. Dia menatap tajam pada Pak Irfan seolah-olah pisau yang akan mengulitinya.
"Cih, jadi begini kelakuan kalian di luar tempat kerja? Pantas saja dia digunjingkan teman-temannya. Bagi-bagi Chef, jangan dinikmati sendiri," Pak Irfan masih saja merendahkan Caramel.
"Stop merendahkan dia. Dan jangan samakan dia dengan makanan yang bisa dinikmati siapa saja. Dia calon istriku, jadi berhentilah mengganggunya," Raymond ingin menyudahi perdebatannya karena hanya akan menyakiti Caramel jika diteruskan, maka dari itu dia yang mengalah.
Dengan langkah lebar Raymond membawa Caramel masuk ke dalam kantor meninggalkan Pak Irfan yang terpaku mendengar Raymond menyebut Caramel sebagai calon istrinya. Di dalam kantor ada Pak Sarno dan Revan yang sedang mengerjakan pekerjaannya. Mereka berdua kaget dan bingung melihat Raymond dan Caramel yang tiba-tiba masuk ke dalam kantor dengan kondisi yang tidak seperti biasanya.
Caramel seperti habis menangis dan Chef Raymond yang bajunya berantakan dengan wajah yang penuh emosi.
Pak Sarno bertanya pada Revan dengan menggerakkan dagunya, dan Revan menggelengkan kepalanya tanda dia tidak tahu.
Raymond mengambilkan kursi untuk Caramel duduk. Dan dia melepaskan kancing kerahnya dan menggulung lengannya sampai sikut. Revan berinisiatif mengambilkan mereka minuman karena melihat kondisi mereka yang... entahlah menurutnya.
Revan masuk ke dalam kantor dengan membawa dua gelas minuman dingin dan memberikannya pada Chef Raymond dan Caramel. Setelah mereka minum, Pak Sarno memberanikan diri untuk bertanya pada Chef Raymond. Caramel ingin keluar dari kantor dan pergi ke restauran, namun dilarang oleh Chef Raymond karena dia tahu jika Pak Irfan akan menyudutkannya kembali bahkan yang paling membuat Raymond emosi adalah Pak Irfan merendahkan Caramel. Dia tidak ingin itu terjadi kembali jika Caramel berada di restauran sekarang. Revan menenangkan Caramel dan menyuruhnya untuk duduk kembali. Kemudian Chef Raymond mulai menceritakan kejadian tadi. Pak Sarno dan Revan diam saja, karena mereka tahu jika Pak Irfan memang sedari dulu seperti itu, bahkan dia mempunyai sugar baby. Dan waitress di tempat itupun kerap diajak olehnya, dan salah satunya Nindi. Namun tidak semuanya, hanya beberapa saja.
Raymond heran dengan reaksi Pak Sarno dan Revan yang diam saja, dia menanyakannya, dan ternyata jawaban dari Pak Sarno dan Revan membuat matanya terbelalak kaget karena dia tidak menyangka jika Pak Irfan seperti itu. Dan tentunya dia tambah memandang rendah terhadap Nindi.
"Terus aku ngapain disini Chef?" Caramel mencoba membuka suaranya setelah sekian lama tadi dia hanya menjadi pendengar.
"Kasih tugas kantor aja Van, kamu yang gantiin Caca di luar," Raymond memutuskan secara sepihak.
"Hah? Kok jadi aku yang diluar? Gak bisa, panas malas aku di luar," Revan menolak perintah Raymond.
"Ck, mau dipecat? Apa mau diturunkan jabatannya?" Raymond mengancam Revan.
"Dih, Pak Sarno aja diem dari tadi gak main pecat-pecatan," Revan mencebik kesal dengan permintaan Raymond.
Teman sih teman, tapi kalau disuruh panas-panasan Revan mah ogah.
"Pak Sarno aja bisa tak pecat kok, malah kamu. Mau nih sekarang aku bikin surat pemecatan?" Raymond kembali mengancam.
"Enak aja main pecat-pecat. Panas Chef... ogah aku kalau panas-panasan," Revan mengeluh.
" Pak, Pak Sarno gak komen?" tanya Revan pada Pak Sarno yang sedari tadi hanya diam.
"Enggak, ngapain? Yang disuruh kan kamu, ngapain aku keberatan?" Pak Sarno menjawab disertai kekehan seperti biasanya.
"Ca, ni orang kenapa sih? Kesambet ya tadi?" Revan menunduk dan berbisik pada Caramel.
"Gak tau, dari tadi udah kayak gitu. Malah tadi bilang ke Pak Irfan kalau aku calon istrinya," Caramel ikut berbisik menjawab pertayaan Revan.
"Hah, calon istri?" Revan kaget dan reflek bersuara keras.
"Siapa yang calon istri?" tanya Pak Sarno.
"Caramel calon istri Raymond Xavier," dengan jumawanya dia memberi tahu Pak Sarno dan Revan.
"Hahaha... kalian serius?" tanya Pak Sarno.
"Emang kita lagi bercanda?" Raymond kesal pada mereka yang tidak percaya padanya.
"Beneran Ca?" tanya Revan pada Caramel.
"Aku aja gak tau," Caramel menggedikkan bahunya.
"Kok gitu?" Revan kembali bertanya.
Caramel menggelengkan kepalanya.
"Ehem saya dengar ya...," Raymond bersedekap dada.
"Waaah... selamat ya Chef," Pak Sarno berinisiatif memberikan selamat duluan.
Raymond mengangguk dan kembali menyuruh Revan bertugas di depan menggantikan Caramel. Revan menolak, mengeluh tapi tetap berangkat dan mengerjakan yang diperintahkan oleh Raymond. Padahal dia tidak tahu siapa Raymond dan mengapa dia harus mengikuti perintahnya.
Pak Sarno masih berada di dalam kantor untuk mengerjakan tugasnya. Dan Caramel juga berada di dalam kantor untuk melanjutkan pekerjaan Revan. Sedangkan Chef Raymond berada di Kitchen karena sebentar lagi jam-jam sibuk dimana tamu banyak berdatangan.
Pak Irfan dan Pak Anto jarang sekali berada di kantor, mereka hanya berada di restauran setiap hari mulai dari pagi hingga jam kerjanya berakhir. Namun Pak Irfan sering luar kota karena menghadiri pertemuan di pusat untuk seluruh manager cabang.
Tiba-tiba Revan masuk ke dalam kantor dan memanggil Caramel karena di luar sangat ramai dan butuh bantuan.
Caramel tidak bisa menolak karena itu sudah menjadi pekerjaannya. Keluarlah Caramel dari dalam kantor dan mengikuti Revan, membantunya menjaga kasir di area permainan.
Karena hari itu Week end jadi sangatlah ramai di segala area. Hingga membuat semuanya kelelahan.
Tak disangka Nindi yang berada di bagian restoran luar melihat Chef Raymond sedang duduk di taman. Nindi mendekat dan seperti biasanya dia akan melancarkan aksinya. Nindi duduk di samping Chef Raymond. Namun diluar dugaan Nindi, Chef Raymond berdiri hendak meninggalkannya. Namun Nindi melihat Caramel jalan mendekati mereka, dan langsung saja lengan baju Chef Raymond ditariknya dengan kuat hingga Chef Raymond jatuh terduduk kembali ditempat duduknya tadi. Kemudian dengan cepat Nindi memepetkan bagian depan tubuhnya pada dada Chef Raymond sehingga Chef Raymond terbelalak kaget ketika Nindi ingin menciumnya. Untung saja Chef Raymond segera sadar dan mendorong tubuh Nindi, namun sialnya taman di malam hari dalam keadaan remang-remang, lampunya dimatikan separuh karena sebentar lagi akan closing. Caramel yang berada di belakang Chef Raymond dengan jarak kurang lebih dua meter tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi. Yang dia lihat hanya mereka berdua yang kelihatannya seperti bercumbu, dan entah mengapa Caramel hanya diam terpaku padahal tujuannya adalah berjalan untuk ke toilet. Kini dia melupakan tujuan utamanya dan menatap dengan diam pertunjukan di depannya.
"Caramel....," Pak Irfan melihat apa yang dilihat oleh Caramel tadi dan dia mendekati Caramel berniat hendak mengantarnya pulang.
Pak Irfan memanfaatkan kesempatan yang ada.
Chef Raymond menoleh ke belakang ketika mendengar nama Caramel disebut.
"Ca...," panggil Raymond pada Caramel.
"Mari saya antar kamu pulang," Pak Irfan hendak merangkulkan tangannya ke pundak Caramel namun Caramel memundurkan badannya satu langkah.
"Pak... saya...," belum selesai Caramel berbicara namun suara Nindi mengalihkan perhatian mereka.
"Chef kenapa pegang ini saya?" Nindi berseru ketika Chef Raymond meninggalkan dia dan mendekati Caramel.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 102 Episodes
Comments
Sandisalbiah
hadehh Ray.. kamu harus lebih tegas deh kek nya.. kariawan kamu banyak yg edan dr pd yg waras... mesti di tatar ulang tuh, biar lebih kondusif suasana kerjanya...
2023-10-02
0
Lili
ayo Chef semangat😀
2022-05-07
1