Terpaksa Menikahi Si Buruk Rupa

Terpaksa Menikahi Si Buruk Rupa

Prolog

Yang baru baca ini, tolong vote nya kasih di season kedua yaa. Klik profil Zaraa. Terus klik lagi novel berjudul My Lovely Husband.

Mohon dukungannya

Terima kasih atas dukungan kalian semua❤

****

Seorang gadis cantik turun dari mobil berwarna hitam lalu melenggang elegan masuk ke rumah besar itu. Gadis berparas cantik dengan mata coklat serta hidung mungil.

Gadis itu memakai celana jeans dengan tunik berwarna biru serta pashmina dengan warna senada. Style sederhana namun mempesona. Ia memang selalu tampil seperti itu. Sesekali berpose ria lalu me upload di sosial media.

Beribu like dan komentar memenuhi akun sosmednya. Tas brannded dan pakaian limited edition yang di pakainya membuat ia semakin cantik dan terlihat begitu menarik.

Seiring kakinya melangkah masuk, terdengar suara berisik dan tangisan di ruang keluarganya. Matanya membulat sempurna ketika melihat apa yang terjadi di sana.

Bundanya menangis sembari menahan tangan kekar ayahnya yang melayang ke arah adiknya. Puspa Purwa Cakrawangsa

"Ayah hentikan!" Kirana berlari menghalang tubuh adik yang sangat ia sayangi.

"Jangan halangi ayah Kiran! Adikmu sudah keterlaluan!" suara menggelegar dari mulut ayahnya sejenak membuat Kirana menganga. Lupa sudah sekian lama tak melihat ayahnya marah dengan mata memerah.

"Kiran, bawa adikmu ke kamar!" titah bundanya. Ayu Purwa Cakrawangsa. Ucapan dari bibir ibundanya membuatnya tersadar. Dengan cepat ia meraih adiknya dan membawa ke kamar dekat sana. Kamar Puspa memang berada di dekat ruang keluarga. Sedangkan kamar Kirana berada di lantai dua.

Gadis itu menutup pintu lalu duduk di samping sang adik yang tertunduk lesu. Air mata yang terus merembes di pipi chubby itu membuat Kirana menatapnya dengan kedua alis yang bertaut.

"Lihat! Kau selalu memanjakan putri bungsumu! Itu sebabnya dia seperti itu!" suara ayahnya masih terdengar dengan jelas dari kamar Puspa.

Kirana hanya diam sembari memeluk adiknya. Ia sangat penasaran dengan apa yang terjadi tapi menahan diri. Agar Puspa lebih dulu menenangkan dirinya sendiri.

"Sekarang harus bagaimana! Ayah malu bunda! Harus taruh di mana muka ayah ini!"

Lagi, suara itu membuat mata cantik adiknya mengeluarkan bulir bening.

"Maafin Puspa Mbak," lirih gadis itu dengan wajah menunduk. Kirana mengangkat dagu adiknya. Menatap mata yang sama dengan bundanya itu dengan sorot mata lembut serta kabut penuh tanya.

"Ada apa Puspa? Kenapa ayah sampai marah begitu? Puspa ketahuan pacaran lagi?" gadis itu menggelengkan kepala pelan.

Kirana menaikkan satu alisnya. Memang kemarahan ayahnya kali ini lebih besar dari marahnya beliau saat tau Puspa pacaran. Puspa sering berpacaran diam-diam padahal ayahnya sudah melarang. Mereka di didik dengan kehidupan yang kental akan keagamaan. Sedangkan Kirana tak pernah tertarik untuk berpacaran. Bukan karena naif, tapi ia memang tak pernah merasa cocok dengan lelaki yang mendekatinya.

Puspa sangat mirip dengan bunda mereka. Seperti duplikat. Kadang Kirana iri dengan wajah adiknya yang sangat cantik seperti bunda. Tapi mau bagaimana lagi. Beberapa orang mengatakan Kirana justru lebih mewarisi gen ayahnya. Lelaki yang masih marah di luar sana. Haris Purwa Cakrawangsa.

Mengenai karakter, Kirana lebih keras kepala dan tak suka di atur. Seringkali ayahnya marah saat ia mengupload foto di sosial media. Ayahnya mengatakan bahwa itu akan memicu hasrat lelaki meski ia sudah menutup auratnya. Tapi Kirana tentu saja membantah dan tak peduli. Baginya, ini hidupnya. Tak ada yang bisa mengatur kehidupan seorang Kirana Purwa Cakrawangsa. Gadis mandiri, angkuh, dan sangat suka membuang uang dengan berbelanja barang-barang brannded. Tapi Puspa, adiknya lebih sederhana dan pendiam.

Brakkk!

Suara bantingan pintu yang cukup keras membuat kedua gadis ini terlonjak kaget. Itu mungkin ayahnya.

"Puspa sebenarnya ada apa?" Kirana memegang bahu adiknya.

"Puspa ... Hamil."

Mata Kirana terbelalak. Hamil? Bagaimana mungkin itu terjadi! Suara pintu terbuka membuat Kirana menoleh. Bunda mereka masuk dengan mata bengkak. Bisa Kirana tebak, ayahnya pasti memarahi bunda mereka dan menyalahkan segala hal yang terjadi pada wanita paruh baya itu.

Bunda mendekat dan duduk di samping Puspa. Membelai rambut panjang adiknya dengan penuh kasih sayang. Puspa mengangkat wajahnya dan menatap bundanya. Ia lalu memeluk wanita yang melahirkannya.

"Maafin Puspa Bunda ...." ucapnya di sela isakan tangis yang terdengar pilu. Kirana juga ikut menangis dan memijit pelipis.

Beberapa saat, hanya terdengar tangisan Puspa di pelukan bunda mereka. Tangan yang sudah keriput itu membelai rambut putri bungsunya.

"Bunda mau tanya." Puspa melepas pelukan perlahan lalu menatap mata yang sama sepertinya.

"Puspa pacaran dan sekss bebas?" Puspa menggeleng dengan cepat.

"Enggak Bun, Puspa memang pacaran tapi hanya melakukan itu satu kali." tangisannya pecah lagi.

"Itu kecelakaan. Mas Randy lelaki yang baik dan kami ... Kebablasan."

"Baik apanya Puspa! Kamu hamil! Lelaki yang baik gak akan ngerusak wanitanya!" ucap Kirana dengan menggelengkan kepala. Tak habis pikir adiknya masih saja memuji lelaki seperti itu. Puspa mengusap air mata di pipinya dengan kasar.

"Randy udah tau?" tanya bundanya. Puspa mengangguk.

"Lalu?"

"Mas Randy mau kok tanggung jawab. Tapi Abinya ...."

"Abi?" potong Kirana dengan menautkan alisnya.

"Iya Mbak, Puspa gak akan pacaran sama lelaki sembarangan. Dia juga sama kayak Puspa. Hidup dengan orang tua yang menjalankan aturan dan didikan keagamaan. Sudah Puspa bilang, kami ...." Puspa tak melanjutkan ucapannya saat tenggorokannya terasa tercekat.

Terdengar suara hembusan kasar dari ibundanya. "Siapa namanya tadi?"

"Randy Bun."

Kirana menatap bunda mereka. Lalu Puspa yang wajahnya nampak ketakutan dan sorot mata ragu.

"Randy Giandra Bratajaya."

***

Sebuah mobil mewah memasuki kawasan kediaman keluarga Cakrawangsa. Terlihat turun dua lelaki beda generasi dan seorang wanita paruh baya anggun dengan gamis berwarna biru muda serta hijab lebar dengan warna senada.

Mereka memasuki rumah itu di sambut dengan ramah oleh Haris dan Ayu. Mereka lalu duduk di ruang tamu. Semuanya berkumpul. Kirana menatap lelaki muda dengan wajah tampan tapi penuh lebam.

"Pasti Mas Randy dipukulin Abinya," lirih Puspa di sebelah. Kirana menggenggam tangan adiknya.

"Itu pantas. Apa lagi untuk orang tua seperti mereka." mata Kirana menatap sepasang suami istri yang terlihat begitu menyejukkan.

"Langsung saja kita bahas tanggal pernikahan mereka," ucap Haris Purwa Cakrawangsa. Membuka pembicaraan.

"Tunggu, masih ada kendala sesuatu," sahut Ardi dengan tenang.

"Ada apa lagi?" suara Haris meninggi, membayangkan putri bungsunya melahirkan tanpa seorang suami.

"Ayah ...." tegur bunda Ayu dengan lembut.

"Kenapa Bun? Putra mereka udah salah dengan ngehamilin putri kita!"

Sekejap suasana langsung mencekam. Randy menelan saliva. Melirik Puspa sejenak dan menghembuskan napas lega. Wanita yang ia cintai baik-baik saja. Hanya matanya yang terlihat bengkak. Beda dengannya yang penuh lebam dan luka.

"Maaf Tuan, tapi putri anda juga bersalah. Mereka sama-sama salah." Indah, istri dari Ardi menimpali dengan tenang.

Puspa semakin menunduk. Merasakan tatapan tajam dari ayahnya. Haris memejamkan mata. Berusaha mengusir emosi yang mulai menguasai raga.

"Maaf, saya tau putra saya bersalah. Tapi saya tak bisa menikahkan mereka sebelum putra sulung saya lebih dulu menikah."

Satu keluarga Cakrawangsa membeku. Alasan macam apa itu! Bukankah sudah menjadi hal yang lumrah saat melangkahi kakak. Kirana juga tak keberataan saat Puspa melakukan hal itu.

"Abi!" Randy angkat bicara. Sangat tak suka ketika Abinya lebih mementingkan kakaknya. Sedangkan di perut Puspa. Sudah ada bayinya. Ia sangat ingin menikahi Puspa sedari dulu. Tapi alasan Abinya selalu seperti itu.

"Diamlah Randy!" Indah menatap tajam putra bungsunya.

"Maaf, Akbar sudah memasuki usia kepala tiga dan saya harus menikahkannya. Saya akan berusaha dengan sekuat tenaga untuk mencari calon istri secepatnya," tutur Ardi dengan tenang.

"Sampai kapan Bi? Perut Puspa akan membesar dan Abi tau sendiri gak ada yang mau sama bang Akbar!" Randy berucap dengan memelas.

Wajah Haris nampak pias. Sedangkan raut wajah Ardi menunjukkan putus asa.

"Memangnya kenapa?" tanya bunda Ayu dengan hati-hati.

"Putra sulungku mengalami kecelakaan," sahut Indah dengan mata berkaca-kaca.

"Kecelakaan itu membuat wajahnya hancur dan ... Mengerikan."

Semua terdiam. Haris menatap wajah Ardi yang nampak terlihat sangat khawatir. Lalu matanya beralih pada putrinya Puspa kemudian Kirana.

"Kirana juga sudah hampir memasuki usia kepala tiga," ucap Haris tenang. Semua orang menatap Kirana. Dan gadis itu menelan saliva.

"Ya, gimana kalau bang Akbar sama Mbak Kirana?" celetuk Puspa dengan mata berbinar. Mata Kirana terbelalak lalu ia menghempaskan genggaman tangan mereka dengan kasar. Puspa terpaku dan membisu.

"Kiran, apa Kiran punya calon?" tanya Haris dengan lembut. Kirana menggelengkan kepala.

"Hmm Kirana ...."

"Kirana gak bisa ayah ...." potong gadis itu dengan cepat.

"Usia Kiran baru 25."

"Sebentar lagi 26," sahut Bundanya. Mata Kirana berkaca-kaca.

"Pernikahan bukan tentang usia, tapi bukankah seorang kakak seharusnya membantu adiknya?" ucap Haris dengan lembut. Kirana diam menunduk. Matanya sudah berkabut. Apa ia harus merasakan akibat dari kesalahan adiknya juga?

"Ayah tak akan memaksa Kirana. Tapi pikirkanlah." Kirana menatap Puspa yang menunduk. Tangan adiknya menyentuh perut yang masih rata itu lalu satu bulir bening menetes sudut matanya. Ia mengangkat kepala dan menggenggam tangan kakaknya.

"Maaf Mbak, Mbak Kiran gak akan ikut menanggung kesalahan Puspa." semua orang hanya diam. Suara Puspa pelan tapi semua orang di sana dapat mendengar.

"Gimana kalau asingkan aja Puspa ke pedesaan? Puspa baik-baik aja kok sendirian. Maafkan kami. Ini memang kesalahan tapi janin ini bagaimanapun akan tetap bertahan." terucap sudah ketakutannya. Ia takut jika kedua orang tuanya atau mereka semua memintanya untuk aborsi. Meski itu hanya praduganya di kepala.

Semua orang membeku. Randy menahan tangisan. Sungguh, ia maupun Puspa sama-sama tak pernah berniat melakukan zina. Tapi, mereka lupa, bahwa setan ada dimana-mana dan siap membisikkan segala macam godaannya. itu sebabnya bahwa ada ayat Al-Quran yang mengingatkan untuk 'menghindari' zina.

"Kirana siap menikah."

Semua mata di sana menatap Kirana dengan mata membulat sempurna.

Bersambung

Terpopuler

Comments

Ayunita Rahman

Ayunita Rahman

Hadir...☝🏻
ini novel mu yg ke 3 ku baca

2021-12-07

0

Kenzi Kenzi

Kenzi Kenzi

gw mampir thor...


...---->sabar kiran....pasti ada hikmah dibalik kebaikanmu...berkorban demi adik dan ponakan😉

2021-07-25

0

terserahhh

terserahhh

author kenapa gak sekalian buat komiknya nih,,, aku jadi ketagihan bacanya,...
masa aku terus bayangin wajah ganteng Akbar Pakai Topeng,,,,, aduhh,,,, bikin jantungan ❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️

2021-06-07

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!