Rea tak menjawab ucapan mamanya ia hanya diam dalam seribu bahasa dengan air mata yang tiba-tiba mengalir semakin deras.
"Tapi aku tidak menyentuh Rea sedikitpun," ucapan Raka.
"Satu minggu lagi kalian akan menikah," ucap Santi.
"T-tapi ... ."
"Ini keputusan dan perintah, Mama. Kamu tidak bisa menolak," tegas Santi kepada Raka.
"Ma, kasihan Rea. Dia masih muda dia perlu waktu untuk menghabiskan masa mudanya dengan mengejar mimpinya dan bermain bersama teman-temannya," jelas Raka.
"Kamu benar Raka. Benar sekali, tapi gara-gara kamu anak tante jadi harus meninggalkan semua itu." Tika berucap dengan mengeraskan volume suaranya.
Raka menundukkan kepalanya, ia tak dapat berkata apa-apa. Memang benar ia tidur di kamar Rea tapi ia tinggal sepenuhnya bersalah.
"Tik, kita siapkan segala keperluan pernikahan dari saat ini," ucap Santi.
"San, kita tidak perlu mengadakan pesta, cukup kita dan beberapa orang saksi saja yang akan menyaksikan akad pernikahan anak kita biar Rea bisa tetap kuliah setelah menikah," jelas Tika.
"Terserah kamu aja Tik, aku ikut apa kata kamu aja," saut Santi.
"Kalian cepat bersiap kita akan mencari gaun pengantin dan cincin pernikahan," ucap Tika pada Rea dan Raka.
Tanpa penolakan keduanya berjalan beriringan menuju kamar masing-masing untuk berganti pakaian dan bersiap untuk pergi.
"Tik maaf banget ya. Aku yakin Raka tidak menyentuh Rea, tapi demi keutuhan persahabatan kita aku akan tetap meminta Raka untuk menikahi Rea," ucap Santi setelah Rea dan Raka pergi dari tempat itu.
"Tidak ada bukti yang bisa membuat aku percaya dengan semua kata-kata Raka, biar waktu yang menjawab semua itu," saut Tika.
Dua puluh menit berlalu Rea dan Raka sudah selesai dengan urusannya masing-masing.
Raka turun dari lantai dua lebih dahulu sedangkan Rea lima menit setelah Raka turun ia baru menampakkan wajahnya.
Baru mereka akan melangkahkan kakinya ke luar rumah tiba-tiba Rea pingsan.
"Rea!" Dengan sigap Raka segera menangkap tubuh Rea sebelum terjatuh ke lantai.
Santi dan Tika sangat terkejut melihat Rea yang tiba-tiba pingsan.
Raka segera memangku tubuh Rea lalu membaringkannya di sofa.
"Sayang," lirih Tika.
Tanpa disuruh Raka segera mengambil air minum dan minyak angin lalu memberikannya kepada Santi.
Setelah beberapa menit Rea tak kunjung sadar.
"Tante, apa sebaiknya kita bawa ke rumah sakit aja takutnya Rea kenapa-napa." Raka ikut khawatir kepada Rea.
"Raka tolong angkat Rea ke mobilnya," ucap Tika dengan nada lirih.
Baru Raka akan memangku tubuh Rea. Rea tersadar dari pingsannya.
"Re, kamu gak papakan, yang mana yang sakit?" ucap Raka yang tak menghiraukan Santi dan Tika yang sedang berdiri dibelakangnya.
Raka meraih air yang tadi ia ambil lalu memberikan Rea minum.
Tika segera menghampiri Rea untuk memastikan keadaan putranya itu.
"Sayang, kamu kenapa?" tanya Tika.
Rea memegang kepalanya! "kepalaku pusing," lirih Rea.
"Kita ke rumah sakit ya," ucapan Santi.
Rea menggelengkan kepalanya, "aku cuma butuh istirahat."
"Kamu harus ke rumah sakit Re, UN memastikan kamu baik-baik saja. Jika benar semalam aku melakukannya bisa saja kamu hamil," ucapan Raka meski ia tahu ia tidak melakukan hal kotor seperti itu.
Santi dan Tika saling pandang lalu menatap kearah Rea dan Raka.
"Tidak mungkin," lirih Santi.
Rea tetap tidak mau ke rumah sakit akhirnya Tika meminta dokter yang datang ke rumahnya.
Raka membantu Rea untuk ke kamarnya untuk beristirahat.
Setelah dua puluh menit dokter yang akan memeriksa Rea sudah tiba di rumah Tika. Dokter itu segera mengecek kondisi tubuh Rea.
Saat dokter itu sedang memeriksa Rea tiba-tiba Raka bertanya kepada dokter itu.
"Dok, apa dia hamil?"
"Tidak," jawab dokter itu singkat.
"Lalu kenapa dia pingsan?" tanya Raka lagi.
"Otaknya terlalu berpikir keras dan penyakit anemia nya kambuh, hal itu yang membuat gadis ini pingsan," jelas dokter itu.
"Rea memang punya penyakit anemia," jelas Tika.
Dokter itu memberikan resep obat untuk Rea lalu dokter itu berpamitan kepada semua orang yang berada di kamar Rea.
Tika menerima resep obat itu lalu mengantarkan dokter itu ke depan rumah.
Setelah dokter itu pergi Raka meminta resep obat dari dokter itu karena ia yang akan pergi ke apotek membeli obat untuk Rea.
Tanpa berkata apa-apa Tika langsung memberikan resep obat itu dan Raka segera pergi untuk membeli obat tersebut.
Santi dan Tika duduk dibibir ranjang sambil terus menatap Rea yang kini sedang memejamkan matanya.
Setelah sepuluh menit Raka tiba dengan membawa beberapa jenis obat yang ia bawa.
"Ma, ini obatnya," ucapan Raka sembari memberikan obat itu kepada Santi.
"Makasih ya sayang." Santi meraih plastik berisi obat dari tangan putranya.
"Tik, kasih obat dulu biar pusingnya ilang," ucap Santi pada Tika.
Tika membangunkan Rea karena Rea harus minum obat agar penyakit yang dideritanya cepat sembuh.
Sementara Raka memilih pergi dari kamar Rea, ia ingin menjernihkan pikirannya yang sedang kacau.
Raka pergi ke taman yang berada di halaman rumah Tika, ia duduk sembari menatap kedepan dengan tatapan kosong. Tak lama Santi datang dan duduk di samping Raka.
"Kenapa, Nak?" tanya Santi sembari mengusap bahu Raka.
"Mama tahu aku kenapa." Raka menjawab pertanyaan mamanya tanpa menoleh mamanya itu.
"Sayang ... ." Santi menggantung ucapannya.
"Aku tidak melakukan apa-apa sama Rea, Ma. Aku berani bersumpah demi apapun. Semalam aku pulang jam dua dini hari aku sangat lelah hingga aku tidak tahu kalau aku masuk ke kamar Rea," jelas Raka.
Santi menarik nafas panjang lalu mengeluarkannya secara perlahan.
"Mama tahu kamu bukan laki-laki seperti itu tapi menikah dengan Rea adalah jalan satu-satunya untuk kamu mendapatkan nama baik kamu lagi didepan tante Tika," ucap Santi.
"Ma, aku belum siap menikah lagipula aku hanya menganggap Rea sebagai adikku," ucap Raka.
"Raka tolong, Mama tidak mau persahabatan Mama sama tante Tika rusak gara-gara ini. Ini akibat keteledoran kamu," ucap Santi.
Raka hanya diam tak menjawab ucapan Santi, memang ini karena keteledoran ia.
Di kamar Rea.
"Gimana, udah baikan?" ucapan Tika.
Rea menganggukkan kepalanya, "hanya sedikit pusing."
"Istirahat ya sayang, biar cepet sembuh. Jangan banyak pikiran," ucap Tika.
"Ma, aku tidak mau menikah sama kak Raka," ucapan Rea.
"Sayang tolong mengerti dengan keadaan sekarang. Kamu sudah tidur berdua sama Raka, kalau kamu hamil gimana? kamu mau anak kamu lahir tanpa ayah?"
Rea menggelengkan kepalanya!
"Kalau begitu minggu depan kamu akan menikah dengan Raka," ucap Tika.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 150 Episodes
Comments
Cahyaning Fitri
menarik...🤗
2022-05-04
1