4.
Kini aku duduk di kursi goyang kesayangan ku sambil memandang selembar kertas berwarna rose gold.
Siti Aisyah & Muhammad Yusuf, M.Ag
Namaku sudah bersanding bersama seorang gadis yang sangat tidak aku kenali, bahkan pass foto kami pun mungkin sudah berjajar di surat permohonan menikah di kantor Urusan agama..
"Gak usah di lihatin terus, tanggal nya gak akan berubah menjadi besok"
Kulihat wajah Mas Adam yang tersenyum mengejek kepadaku, lalu ia berjalan mendekat dan duduk di Sofa yang ada di samping kursi goyang ku.
"Wajah mu kok kayak galau gitu sih, Suf?"
Aku tersenyum "aku gak galau, mas"
"Jangan bohongi mas mu ini, ayo cerita. Mumpung aku lagi santai dan mood mendengarkan curhatan"
Aku masih diam, ragu sekali ingin cerita ke mas Adam. Apalagi mas Adam sepertinya dekat dengan dia, bisa-bisa bukan nya cari solusi, ujung-ujungnya mas Adam memuji-muji dia seperti kemarin atau enggak dia merayuku agar hatiku ini terketuk.
"Heh, kenapa sih? Malah bengong"
"Gak apa-apa, mas. Cuma cekot-cekot saja kepala," Kelak ku
"Minum dong obat nya, lagian calon manten keluyuran"
Aku diam, tidak lagi menanggapi Mas Adam. Sore ini terasa hampa sekali. Ingin pergi keluar, tapi badan rasanya gak enak. Masalah ini bahkan membuatku enggan pergi ke masjid, astaghfirullah.
"Umi belum datang ya, mas?"
"Belum, umi belanja sekalian buat persiapan hari jumat. Pasti lama, apalagi pergi nya sama bu Mila"
Aku menutup mulut ku kembali, saat di rasa tidak ada lagi yang aku ingin tanyakan. Aku berusaha mengendalikan pikiran dan mulutku, aku tidak ingin pikiran ku menguasai diriku, bisa-bisa mulut ku akan terus bertanya tentang dia.
"Mas, aku istirahat dulu ke kamar ya," Untuk saat ini aku ingin sendiri, ingin menghindari siapapun.
"Sebentar lagi Ashar, jangan tidur!"
"Gak tidur, cuma ingin rebahan saja. Sekalian mau sholat ashar juga"
"Enggak!" Tegas mas Adam "ayo pergi ke masjid, aku perhatikan kamu akhir-akhir ini tidak pernah pergi ke masjid"
Mas Adam langsung merangkulku, tubuh yang lebih tinggi dan lebih besar dariku itu menyeret ku, memaksa agar aku mengikuti langkah nya.
"Kau ini kenapa sih? Seperti perawan gak gak mau nikah saja, muka nya kelihatan sekali kalau galau"
"Enggak, mas. Cuma syok aja, ini semua kan tiba-tiba. Aku belum punya apa-apa, gaji saja belum seberapa"
"Bersyukur, Yusuf. Berapapun itu, kalau barokah bisa beli dunia dan seisinya, hehehe"
Aku diam, tak menimpali Mas Adam lagi. Mas Adam dan Khalila mengikuti jejak Abah dan Umi, menjadi da'i. Mereka semua pandai berbicara, sedangkan aku? Aku juga pandai berbicara sih seperti mereka, cuma aku tidak suka banyak bicara seperti mereka semua. Entah aku nurun siapa, gak tau.
Setelah selesai sholat ashar, beberapa Ustad mendekati ku. Mereka semua memanggilku 'pengantin' beberapa dari mereka mengendus-endus dan bilang 'Mambu kembang manten'
Aku berusaha tenang, bibir ku paksa tersenyum setulus mungkin. Abah dan Mas Adam hanya bisa tertawa mengejekku sejak tadi.
Untung saja ada luka, sehingga Luka di kepalaku saat ini menjadi alasan bagiku untuk cepat-cepat pulang, jijik sekali aku jika harus bersandiwara seperti ini.
Dan lagi-lagi semua orang menganggap ku sedang malu, yasudahlah terserah.
Aku berjalan sedikit lebih cepat karena ingin segera sampai rumah. Akupun mengambil jalan pintas, melewati dapur utama agar segera sampai di rumah dengan cepat.
"Assalamu'alaikum, gus"
"Waa.." Kata-kata ku terhenti saat ku lihat seseorang yang membuat ku galau selama ini.
"Waalaikumsalam," Jawabku cepat saat aku mulai tersadar, setelah itu aku langsung pergi dari sana setelah tersenyum ramah kepada nya.
Lima langkah kemudian, aku menyesali nya. Ingin sekali berbalik, tapi aku menahan tubuhku. Aku takut ini akan menjadi dosa zina untukku dan untuk Nabila.
Entah gadis itu masih ada di tempat tadi atau tidak, yang pasti aku memaksakan kaki ku untuk terus berjalan. Sakit sekali jika melihat wajah Nabila, huh.
Ya Allah, begitu menjaga nya aku. Jangankan bersentuhan secara sengaja, menatap yang bukan muhrim saja aku menghindari nya. Tapi kenapa istriku seorang gadis bebas, yang mungkin dia sebelum nya terbiasa bersentuhan dengan yang bukan muhrim nya.
"Yusuf," Langkah yang hampir saja memasuki kamar harus terhenti.
"Sini, nak. Lihatlah"
Seperti biasanya, aku susah sekali untuk menolak wanita yang sudah melahirkan ku ini.
"Umi baru saja berbelanja untuk Chaca, ini sarung untuk acara Akad nanti, warna nya sama kayak gaun caca besok"
Ku ambil sarung berwarna biru tua itu, warna kesukaan ku.
"Lihat ini, buka dari bungkus nya"
Aku pun menuruti apa yang di pinta oleh Umi, ku buka dan ku gelar yang ternyata adalah Gamis berwarna mocca.
"Gimana? Bagus gak?"
"Bagus, umi"
"Ini sandal nya, tas nya juga. Pokok nya sudah umi belikan semua nya"
"Habis berapa, umi. Biar uang nya Yusuf ganti"
"Enggak usah, ini kan untuk hadiah. Jadi pakai uang Umi boleh. Kamu beli cincin sama siapin mahar saja"
Aku merasa bahwa umi sangat bahagia dengan pernikahan ini, terlihat sekali beliau bersemangat mempersiapkan semua nya.
"Oh, iya. Kamu sudah urus mahar nya? Chaca minta di hias"
"Belum, umi. Yusuf bingung mau di model seperti apa"
"Ya sudah, di telepon dong Chaca nya. Atau di chat"
Aku menyesali jawaban jujur ku, aku sulit sekali dan tidak bisa berbohong. Tapi seharusnya aku diam saja tadi. Sungguh aku menyesali nya.
Kini aku mondar-mandir seperti sedang menunggu hasil ujian, gelisah.
Assalamu'alaikum, maaf sebelum nya. Sehubungan dengan permintaan mahar yang di ajukan, saya ingin meminta contoh referensi untuk menghias uang mahar nya.
Aku merasa bahwa apa yang aku tulis itu terlalu baku, kaku, dan terkesan formal. Tapi aku bingung sekali hendak menuliskan apa. Ah, biarkan saja.
Sudah hampir satu jam aku tak kunjung memencet tombol kirim yang ada di bagian kanan bawah. Aku sungguh tak ingin menghubungi nya, tapi umi....
Waalaikumsalam,
Untuk model mahar nya terserah Mas Yusuf saja.
Cepat sekali, baru saja ku kirim langsung mendapatkan balasan nya, dan aku merasa geli sekali membaca nya. Dia langsung memanggilku 'Mas', Agresi sekali. Padahal Mbak Rifa memanggil Mas Adam 'Gus'.
Bukan nya aku ingin di hormati dan selalu di istimewa kan dengan panggilan khusus itu, cuma aku kan belum menikah dengan nya. Seharusnya dia bisa lebih menjaga sikap nya, kalau begini membuatku semakin tidak suka saja.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments
🍾⃝ͩʙᷞᴀͧʙᷠʏᷧ ɢɪʀʟʟ
😲 lah bukannya klo yg lbih tua dipanggil mas itu lbih sopan suf wlapun bkn mahram ataupun jd suaminya, anehnya gimna cba, pdgang aja dipnggil mas atau abang2
2022-08-07
1
Tamnu Qoshdy
syuka ceritanya....lanjut thor
2022-04-30
0