Positif

Positif

Bab 1

Aku ingin menikah sekali seumur hidupku, membangun keluarga sakinah mawaddah dan warahmah. Beribadah bersama seorang wanita, membimbing anak-anak kita kelak bersama, menua bersama sampai maut memisahkan. Ya, itulah angan-angan yang ada di pikirkan ku satu tahun terakhir ini.

Tapi apalah dayaku, yang hanya seorang manusia biasa. Tidak ada hak apapun untuk berubah semua keadaan, bahkan do'a-do'a ku selama ini saja tidak bisa merubah sebuah nama yang sudah tercatat rapi di Lauhul Mahfudz.

"Yusuf!"

"Dalem, umi"

Renungan nasib terpaksa aku sudahi, aku harus beranjak dari sebuah kursi goyang kesayangan ku dan berlari menghampiri sebuah sumber suara yang telah memanggilku. Panggilan itu harus di segera di jawab, bahkan sholat sunnah pun harus di hentikan dulu demi sebuah panggilan dari seorang ibu.

"Dalem, umi. Ada apa?" Tanyaku saat aku sudah ada di hadapan seorang wanita paling cantik di dunia ini, menurut ku.

"Ini lihat, cepat pilih mau cincin yang mana?"

"Yusuf gak mau pakai cincin, umi. Apalagi emas... "

"Hus!" Henti nya "ini buat Chaca, bukan kamu"

Entah apa yang terjadi kepada ku, jujur saja aku tak mau mendengar nama itu di sebut. Apapun pendapat orang tentang hal ini, tapi aku benar-benar tidak suka.

"Kalau itu terserah umi saja, Yusuf ikut saja"

"Ihh, kok gitu," Umi menarik lenganku agar aku lebih dekat dengan nya dan ikut melihat sebuah foto dua cincin yang ada di layar ponsel nya "kan kamu yang nikah, biar berkesan cincin nya yang pilih suami"

Aku menghela nafas ku dengan kasar, membuang nafas sesak yang ada di dalam dadaku. Lalu tangan ku dengan lembut menuding layar ponsel yang di bawa oleh Umi dengan Asal.

"Baiklah, kalau mau yang ini. Umi akan bilang ke Khalila?"

"Khalila?" Tanya ku saat nama Adik perempuan ku di sebut. Adik ku memang sudah menikah tahun lalu setelah lulus s1, dan setelah itu dia ikut suami nya di luar kota, anak seorang Kyai juga.

"Iya, Khalila yang belikan. Adik mu itu ada di Malaysia, jadi sekalian nitip. Tapi nanti kamu ganti uang cincin nya"

"Iya, umi"

Aku menjawab nya dengan pasrah, tak mau memperpanjang pembicaraan ini dan yang paling utama aku tak mau mendebat nya.

Setelah itu umi meninggalkan ku sendiri, dan aku masih mematung di sana. Andai bukan umi yang menginginkan semua ini, pasti akan ku tinggal bersembunyi.

"Suf, Yusuf," Baru saja aku hendak berlalu ingin duduk di kursi goyang ku lagi, Suara yang sudah sangat aku kenali itu memanggil ku.

"Iya, mas?"

"Kata Aba suruh siap-siap, keluarga calon ekhemmm mau datang," Mas Adam menatapku dengan mata menggoda dan bibir tersenyum mengejek.

Aku sudah tau arti 'ekhem' yang Mas Adam katakan.

"Iya, mas. Tadi Umi sudah ngomong," Jawabku dengan nada datar. Mungkin mas Adam mengartikan nya bahwa aku ini sedang malu, tapi bukan itu. Aku tidak sedang tersipu malu, tapi aku tidak menyukai semua ini.

Aku pun segera bersiap, ku ganti baju dan sarung ku. Tak lupa aku oleskan minyak wangi ke beberapa titik baju ku, setelah itu aku berjalan menuju ke ruang tamu yang ada di bagian paling depan sendiri.

"Wangi banget, biasanya tidak se wangi ini," Goda Mas Adam yang tak sengaja kami bertemu ruang keluarga.

Aku pun tersenyum saja, aku yakin setiap waktu aku selalu wangi, Mas Adam hanya menggoda ku saja.

"Mas, ini acaranya nanti gimana sih?"

"Ta'aruf mungkin," Jawab Mas Adam enteng.

"Kalau masih ta'aruf kenapa Umi sudah beli cincin?"

"Ya, ta'aruf setelah itu nikah, Suf"

"Tukar biodata dulu kan? Kalau misal..."

"Om Ucup"

Bicara ku tak sampai tuntas saat gadis lima tahun bernama Zahra, anak Mas Adam itu memanggilku.

"Iya sayang?" Jawabku sambil berjongkok agar kami sejajar.

"Om Ucup mau menikah?"

Astaghfirullah, kenapa anak zaman sekarang tau kata menikah yang seharusnya hanya dikatakan oleh orang-orang dewasa.

"Kata Umi, istri Om Ucup cantik. Tapi Cantikan Zahra kan?"

Aku tersenyum "Zahra paling Cantik," Aku mengusap kepala nya yang selalu tertutupi dengan jilbab itu.

"Kalau begitu Zahra boleh kan tidur sama Om Ucup kalau sudah menikah?"

"Boleh, Zahra boleh tidur sama Om kapanpun"

Gadis kecil yang polos itu bersorak bahagia, bahkan ia meloncat karena gembira. Pernyataan polos Zahra itu membuat ku menemukan sebuah ide, jika benar jadi menikah, Zahra bisa ada di antara aku dan dia. Jahat sih, tapi aku juga butuh waktu untuk semua ini.

***

Kini semua berada di ruang tamu rumah kami, sebuah ruangan cukup besar itu masih longgar untuk keluarga ku dan keluarga Pak Jamil berkumpul.

"Dimana Ning Khalila?" Tanya Bu Mila

"Khalila lagi liburan ke Malaysia, tapi tenang saja dia pasti pulang tiga hari lagi"

Tidak ada obrolan berat, obrolan ini tetap sama seperti sebelum-sebelumnya. Aku sungguh bingung sekali dengan apa yang terjadi.

"Ini biodata nya Chaca," Ucap pak Jamil sambil memberikan sebuah Map kepada Abah

"Oh, iya," Jawab Abah sambil menerima Map tersebut, setelah itu beliau menatapku lalu berseru "biodata mu mana, Suf?"

"Ini, bah," Sahut mas Adam "SEJAK KEMARIN sudah di kasih ke Adam sama Yusuf"

Kata yang seperti nya Mas Adam tekan kan itu membuat semua orang tersenyum. Mungkin saja mereka mengira bahwa aku menyambut semua ini dengan bahagia, atau mereka menganggap aku tak sabar ingin menikah.

Aku tetap diam seperti biasanya, tidak banyak bicara seperti Abah dan Mas Adam yang memang sangat dekat dengan Keluarga Pak Jamil. Kalau saja ada khalila di sini, mungkin saat ini semakin ramai pula suasana nya.

"Gimana? Udah itungin tanggal nya?" Tanya Pak Jamil kepada Abah, aku pun langsung melirik ke arah mereka yang duduk berdekatan.

"Sudah, waktu baik nya Jum'at depan. Sebelum jam sembilan pagi"

"Hah? Terus gimana? Biasanya kan acara Akad di mulai jam delapan, belum molor nya?"

"Kita adakan di setelah sholat subuh berjamaah, gimana?"

Ku lihat pak Jamil langsung tersenyum, seperti nya ia akan setuju dengan ide yang Abah berikan.

"Baiklah, acara Akad akan di adakan setelah Sholat subuh di Masjid Agung"

"Kenapa di masjid Agung, pak. Tidak sebaiknya di rumah pak Jamil saja?" Tanya ku yang sangat keberatan sekali acara akad di adakan di Masjid Agung. Masjid terbesar di kota ini, jika itu terjadi akan membuat banyak kehebohan.

"Yang akan menikah adalah anak kesayangan ku, aku ingin mengadakan nya secara meriah," Ujar pak Jamil dengan mata penuh cinta, aku bisa melihat nya.

"Baiklah, Akad Nikah setelah sholat subuh di Masjid Agung"

"Resepsi nya hari minggu pagi jam sembilan, karena kolega ku hanya bisa hari-hari libur saja"

"Baiklah, Deal"

Abah dan Pak Jamil berjabat tangan, setelah itu semuanya tertawa. Tapi tidak dengan ku, aku sungguh merasa ini terlalu cepat. Bahkan biodata calon istriku belum aku baca, apa hobby nya, dia bisa apa dan.. Sudahlah, tidak akan ada yang mengerti hal itu. Abah dan Umi bahagia dengan pernikahan ini, aku juga tidak bisa mendebat nya. Tidak bisa dan tidak akan pernah bisa.

Terpopuler

Comments

Nunuy

Nunuy

mampir thor ..

2022-10-26

0

🍾⃝ͩʙᷞᴀͧʙᷠʏᷧ ɢɪʀʟʟ

🍾⃝ͩʙᷞᴀͧʙᷠʏᷧ ɢɪʀʟʟ

hadir kak absen stu bab dlu 🙏

2022-07-22

1

Mrs. Ren AW

Mrs. Ren AW

kenapa bismillah cinta ga up lagi ya thorrr???

2022-07-03

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!