Sesaat setelah perawat tersebut meninggalkan ruangan Ahreum, ia merasakan adanya getaran yang berasal dari ponsel miliknya, tak menunggu waktu lama jemari Ahreum pun langsung meraih ponsel tersebut dan mendekatkan speaker telfon ke telinganya.
“halo.” Sapa Ahreum pada sang penelfon yang tak dikenal tersebut.
“iya benar saya putrinya,
apa?!” kaget Ahreum saat mengetahui jika panggilan tersebut berasal dari salah satu staff administrasi rumah sakit Haneul, iya, rumah sakit yang sama dimana tempat dirinya dirawat saat ini.
Staff tersebut menelfonnya untuk memberitahukan jika saat ini ibunya tengah terbaring pingsan di UGD.
Tanpa berfikir panjang lagi, Ahreum pun langsung turun dari ranjangnya, kemudian mengambil botol infusnya untuk digantungkan pada tiang infus yang berada disebelah ranjangnya, dan mulai berjalan keluar seraya sesekali memegangi bagian pinggangnya.
Ceklek.. pintu ruangan pun terbuka, Abi yang kala itu tengah terduduk dibangku pengunjung sontak bangkit dan menatap penuh tanda tanya pada Ahreum yang tiba-tiba saja muncul di depannya.
“nona butuh sesuatu?
Biar saya yang..”
“aku hanya ingin bertemu dengan ibuku, ibuku ada di UGD.” Sela Ahreum.
“UGD?
Nyonya Enzy sudah mau melahirkan, nona?” tanyanya lagi yang masih tampak kebingungan.
“bisakah kau antarkan aku saja menemui ibuku.” Respon Ahreum yang sudah tak sabar ingin menemui ibunya.
“o..oke baik, sebentar saya ambilkan kursi..” ucapnya seraya mencoba masuk ke dalam ruangan Ahreum untuk membawakan kursi roda.
“tidak perlu, aku sudah merasa lebih baik.” Cegah Ahreum yang kemudian mulai melanjutkan langkahnya lebih dulu.
“yasudah biar saya yang membawa tiang infusnya.” Ucapnya seraya berjalan menyusul Ahreum dan mengambil alih tiang infusnya.
***
Sesampainya di UGD.
Enzy tampak sudah terbangun dan terduduk diranjangnya seraya memegangi kepalanya yang mungkin masih terasa pusing.
“ibu..” panggil Ahreum saat tinggal beberapa langkah lagi menuju ranjang sang ibu.
“eh, Ahreum, maaf ya, bukannya menemuimu malah kau yang datang kemari.” Sahut Enzy seraya memasang raut wajah rasa bersalahnya.
“apa yang sebenarnya terjadi, bu?” tanya Ahreum.
“ah, iya terimakasih kak Abi.” Ucap Ahreum saat Abi membawakan kursi untuk dirinya duduk, sedangkan Abi lebih memilih berdiri di depan tirai dan menunggu Ahreum selesai berbicara dengan ibunya.
“saat ibu keluar dari taxi, kepala ibu terasa sangat pusing sekali, sayang, sampai akhirnya ibu pun pingsan dipekarangan depan rumah sakit.
Oh iya, kau belum memberitahu ayahmu kan? Sebaiknya jangan ya, ibu takut ayah disana jadi ga fokus kerjanya.” Katanya panjang lebar mencoba menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi beberapa menit yang lalu.
“bukankah ini sudah mendekati hari H, tapi kenapa ayah masih bekerja keluar kota bu? Bagaimana jika..”
“ibu sudah baik-baik saja sayang, maaf ya sudah membuatmu khawatir.” Ucapnya lembut seraya mengusap punggung tangan Ahreum lengkap dengan senyuman teduhnya.
“ah iya ibu hampir lupa tujuan ibu kemari, hehe, ada apa sayang? Apa yang kau takutkan?” tanya Enzy.
“amm.. tidak ada apa-apa kok, hanya..”
“hanya apa? Cerita aja, aku ini ibumu kan Ahreum.” Ucapnya seraya menggenggam erat telapak tangan putrinya tersebut dan menatapnya lekat.
“hanya sedikit gugup saja ibu, karena aku merasa.. sepertinya aku masih terlalu muda untuk menikah hehe.” Dustanya, karena pada kenyataannya bukan alasan itu yang membuat Ahreum ragu untuk melanjutkan perjodohannya.
Namun sepertinya bukan keputusan yang bagus juga jika Ahreum menceritakan yang sebenarnya pada ibunya sekarang, karena kondisi ibunya yang tak memungkinkan, ia takut jika itu akan membebani sang ibu.
“eeyy kau ini, ibu kira Ansell memperlakukanmu dengan buruk, sayang dengar ya, tidak ada istilah terlalu muda atau terlalu tua untuk menikah, jika memang sudah saatnya semua pasti akan terjadi.
Tak perlu takut, kehidupan berumah tangga itu menyenangkan kok, asalkan kalian berdua saling mengisi, saling memahami, saling percaya.
Seperti ibu dan ayahmu hehe.” Paparnya lengkap dengan senyuman yang tak pernah hilang dari wajahnya.
“iya ibu, oh iya, kapan katanya ayah akan pulang?” tanya Ahreum yang langsung mengganti topik pembahasannya.
“kurasa besok sore juga ayah sudah sampai di Jakarta, kenapa?
Kau merindukannya ya?” tebak ibunya, Ahreum hanya tersenyum tipis dan menganggukan kepalanya tanda ia juga memang merindukan ayahnya.
“ahh yang benar?
Lebih rindu ayah atau Ansell hihihi.” Goda ibunya, mereka berdua pun saling melempar tawa kecil.
***
Karena tak boleh berlama-lama diluar ruangan, setelah bi Lina sang asisten rumah tangga keluarga Baghaskara datang untuk menemani sang ibu yang masih di infus di ruang UGD, Ahreum pun harus kembali pulang ke ruangannya.
Di lift.
“apa ada yang mengusik fikiran nona Ahreum?” tanya Abi yang membuka percakapan diantara keduanya.
“tidak.” Respon Ahreum datar.
“tentang tewasnya nona Ilona..”
“aku tak ingin membahasnya.” Potong Ahreum seraya menoleh sesaat ke arah Abi yang berdiri di sampingnya.
“iya baik, maaf nona.” Ucapnya seraya menundukan sedikit kepalanya.
***
Di tempat meja perawat yang berada di lantai dimana Ahreum dirawat.
“APA?! KAU..” bentak seseorang pada teman perawatnya seraya bangkit dari tempat duduknya.
“pelankan suaramu, ini rumah sakit, Nari.” Tegur rekannya yang sesama perawat juga.
“kau akan membantu nona Ahreum untuk keluar diam-diam besok pagi?” lanjutnya dengan suara sepelan mungkin dan kembali duduk disamping temannya.
“hmm.” Responnya yang kembali mengerjakan tugasnya di komputer.
“kau benar-benar luar biasa Rachel, kau tak takut dengan pak Ansell?!”
“aku tak bisa menolak permintaannya.” Ucapnya.
“auggh!! kau tahu, dengan menolongnya kau sama saja mempertaruhkan pekerjaanmu disini, kemarin saja saat ada yang mengganggu nona Ahreum, pak Ansell langsung mengerahkan semua staff keamanan disini dan memeriksa seluruh CCTV untuk mencari tahu siapa pelakunya,
sebaiknya kau tolak saja masih belum terlambat, daripada kau ketahuan, bisa-bisa kheukkkk!!” ancamnya seraya memperagakan dirinya tengah digorok lehernya untuk menakut-nakuti temannya tersebut.
“apa sih, kau ini terlalu banyak menonton drama psikopat.” Sahutnya seraya menggelengkan kepalanya dan tetap terfokus pada layar komputernya.
“aissh, terserah deh, pokonya aku sudah memperingatkanmu, pak Ansell itu sangat menyeramkan, bahkan dia pernah memecahkan gelas di ruangan nona Ahreum.” ceritanya lagi.
“kenapa?” tanya Rachel yang akhirnya menoleh ke arah temannya itu.
“entahlah, kau tanya saja sendiri.” Pungkasnya yang kemudian bangkit dari tempat duduknya seraya mengambil berkas file dan pergi meninggalkan Rachel sendiri.
***
Malam harinya, diruangan Ahreum.
“sepertinya pak Ansell tidak akan berkunjung lagi nona, jika nona Ahreum butuh sesuatu, saya ada di depan ya.” Pamit Abi yang kemudian berjalan menuju pintu.
“kak Abi, bisa tidur di sofa saja.” ucap Ahreum saat lengan Abi hendak menarik handle pintu, ia pun kembali berbalik menghampiri Ahreum yang mulai membaringkan kembali tubuhnya.
“baik kalau begitu saya akan berjaga disini.” Ucap Abi yang kemudian duduk disofa.
“tidak perlu terus terjaga, sebaiknya kak Abi tidur saja, toh yang melukaiku kan sudah tidak ada sekarang, memangnya siapa lagi yang akan menyakitiku.” sinisnya seraya memiringkan tubuhnya ke sisi yang lain dan membelakangi Abi.
***
bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 265 Episodes
Comments