Di kediaman keluarga Ningrat, Tuan Herdi tengah menunggu putrinya sambil menikmati secangkir kopi pahit ditemani angin yang semilir di teras rumah.
"Papa, sendirian aja." Ucap Landa sambil memeluk boneka mendekati ayahnya.
"Kamu juga sendirian saja, kapan mau menikah? Apa masih menunggu si Alex? sudah Papa katakan, Alex bukan lelaki yang baik untuk kamu. Tapi kamunya bandel."
"Kok Papa bilang begitu sih. Terus, Landa harus menikah dengan siapa? memangnya Papa sudah ada stok lelaki yang lebih baik dari Alex? gak, 'kan?"
"Ciko, sekretaris kamu."
Landa langsung melotot saat mendengar nama yang disebutkan oleh ayahnya.
"Sekretaris Ciko?"
"Ya, lelaki seperti Ciko yang sangat cocok sama kamu. Dia lelaki bertanggung jawab, juga bisa merubah kamu menjadi perempuan yang memiliki pemikiran dewasa. Tidak seperti Alex, hanya memanfaatkan kamu saja."
"Gak, Landa gak mau dijodohin sama sekretaris Ciko. Dia itu tengil, cerewet, terlalu banyak ngatur. Gak gak gak, Landa gak mau, titik."
"Terserah kamu, hari pernikahan sudah Papa tentukan. Jadi, kamu siapkan diri kamu dengan baik. Satu lagi, Papa sudah membelikan rumah untuk kamu."
"Papa sedang tidak bercanda, 'kan? apa bagusnya itu sekretaris."
"Persiapkan diri kamu sebaik mungkin, dalam tempo satu minggu, Papa akan umumkan di media sosial serta kabar berita yang lainnya mengenai pernikahan kamu dengan sekretaris Ciko."
"Apa! diumumkan di media sosial? kabar berita, live? eih! gak gak gak, Landa gak mau. Menikah dengannya saja ogah, pakai acara diumumkan segala. Pokoknya Landa gak mau menikah sama itu sekretaris, pilihan Landa hanya sama Alex, titik."
"Sudah malam, sudah sana masuk ke kamar dan beristirahat. Besok kamu harus berangkat kerja, Ciko yang akan menjemputmu."
"Kenapa sih, Papa demen banget sama itu sekretaris. Ganteng sih ya, tapi apa hebatnya. Asal usul juga gak jelas, dari keluarga mana dan siapa."
"Papa tidak peduli dari keluarga mana, asal dia bertanggung jawab." Ucap ayahnya dengan tegas.
Landa yang merasa kecewa dan dongkol, hanya mendengus kesal. Kemudian, memilih kembali masuk ke kamarnya.
Tuan Herdi yang merasa penat memikirkan masa depan putrinya, memijat pelipisnya.
"Maafkan Papa, Landa. Bukannya Papa tidak ingin menuruti kemauan kamu, semua yang Papa lakukan semata hanya untuk kebahagiaan kamu kedepannya. Papa memilih Ciko, karena dia orang yang mempunyai tanggung jawab besar terhadap keluarga Huttama. Jadi, Papa tidak lagi salah pilih untuk mengetahui siapa sekretaris Ciko." Ucap Tuan Herdi dengan lirih.
Saat itu juga, Beliau teringat akan asal usul dari sekretaris Ciko ketika putrinya menanyakan asal usulnya.
Ingatannya Tuan Herdi kembali teringat saat masa lalu bersama mendiang orang tua Ganenta Huttama.
"Sudah larut malam rupanya, gak baik juga jika aku menghubungi Tuan Gane. Besok mungkin, aku harus mengajaknya pertemuan." Gumamnya.
Sedangkan dilain tempat, Ciko sendirian menikmati angin malam yang sepoi sepoi. Setelah mendapat jawaban dari adik perempuannya, Ciko akhirnya memantapkan diri untuk menerima permohonan dari Tuan Herdi untuk menikahi putri semata wayangnya.
Cukup lama duduk santai di teras rumah dengan ditemani secangkir kopi untuk menghilangkan rasa penatnya, tiba-tiba rasa kantuk pun melanda.
"Woi! yang lagi ngopi, darimana aja kamu, Bro."
Dengan sengaja, Doin mengagetkan Ciko yang terlihat sedang memikirkan sesuatu, pikirnya.
"Sia_lan, gangguin aja orang lagi santai. Dari mana aja Lu, jam segini baru pulang."
"Hem. Makanya buruan menikah, biar gak ngenes kek gini, Bro. Bukannya tidur atau istirahat kek, nah Lu palah bergadang."
"Biarin aja, sirik Elu mah sama Gue. Dari pada Elu, jam segini aja baru pulang, kemana aja Lu tadi?"
"Biasalah, nyari angin. Oh ya, aku dengar dari Bos Gane, kalau Elu terima perjodohan dari Tuan Herdi, beneran Lu?"
"Ya, itupun aku sudah meminta izin untuk menerima keputusan dari adikku. Ember juga ya, Bos kamu itu."
"Bos Aku juga Bosnya kamu dulu, Bro. Dah lah aku mau tidur, ngantuk." Ucap Doin pamit untuk beristirahat, sedangkan Ciko mengiyakan sambil mengibaskan tangannya.
.
.
.
Ketika malam sudah dilewati, Ciko tengah bersiap-siap untuk berangkat bekerja. Sambil mengenakan baju kerjanya, Ciko kembali memikirkan keputusan yang akan diberikan kepada Tuan Herdi, antara ya atau menolak, pikirnya.
"Bro, aku berangkat dulu ya." Ucap Doin pamit.
"Ya, Bro. Duluan aja, bentar lagi aku juga berangkat." Sahut Ciko berada dalam kamarnya.
Tidak butuh sarapan pagi karena takut telat menjemput Bosnya, Ciko hanya minum air putih saja. Kemudian, ia segera berangkat dengan mengendarai motornya sampai di rumah Bosnya.
"Silakan masuk, sekretaris Ciko. Tuan Herdi sudah menunggu di dalam. Tadi saya mendapat amanah untuk meminta sekretaris Ciko masuk ke dalam menemui Tuan Herdi." Ucap salah seorang asisten rumah yang menjadi orang kepercayaan Beliau.
"Saya menunggu di luar saja, Pak." Jawab Ciko menolak.
Saat itu juga, Tuan Herdi keluar untuk menemui Ciko yang baru saja datang.
"Loh, kok masih diluar, ayo masuk. Jangan sungkan, dan kamu tidak perlu menunggu diluar." Ucap Tuan Herdi mengajak sekretaris Ciko untuk masuk kedalam rumah.
"Baik, Tuan." Jawab Ciko dan nurut dengan ajakan Tuan Herdi masuk ke rumah, sedangkan Landa sendiri masih berada di dalam kamarnya saat selesai sarapan pagi.
Karena tidak ingin pembicaraannya didengar oleh putrinya, Tuan Herdi mengajak Ciko untuk masuk ke ruang kerjanya.
Saat sudah berada didalam ruangan kerjanya Tuan Herdi, mempersilahkan Ciko untuk duduk. Dengan perasaan yang bercampur aduk, Ciko berusaha untuk tetap tenang. Juga, tidak terlalu begitu pusing dengan keputusan yang akan diberikan kepada Bosnya, pikirnya.
"Oh ya, gimana dengan keputusan kamu, Cik?" tanya Tuan Herdi sambil berjalan menuju ruang kerjanya dan diikuti oleh sekretaris putrinya dari belakang.
"Keputusan yang mana, Tuan?"
"Soal menikahi putri saya, gimana? apakah kamu sudah membuat keputusan untuk saya?"
Ciko yang mendapat pertanyaan dari Tuan Herdi, mencoba untuk tetap tenang.
"Saya takut, Tuan."
"Takut kenapa?" tanya Tuan Herdi menatapnya dengan serius.
"Takut gagal membahagiakan Nona Landa, Tuan. Karena saya merasa bahwa saya bukanlah lelaki kriterianya putri Tuan. Saya bukan siapa-siapa yang mana mungkin bisa mengangkat derajatnya." Jawab Ciko sambil menunduk karena merasa malu.
"Kamu gak akan pernah gagal. Jika kamu gagal, berarti putri saya yang tidak benar. Tapi saya yakin jika kamu akan berhasil membuat putri saya bahagia." Ucap Tuan Herdi meyakinkan.
"Saya hanya takut saja, Tuan. Tapi, jika memang itu sudah menjadi keputusan dari Tuan sendiri, saya akan menerimanya dengan segenap hati saya." Jawab Ciko sambil menunduk malu.
Tuan Herdi yang mendengar jawaban dari Ciko, tersenyum lebar dengan perasaan bahagia.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 79 Episodes
Comments
Wirda Wati
keren ceritanya thort
2023-01-22
1
Siti Fatimah
kuy...
2022-10-17
1
Kaff 81
Mantaabb Thor... lanjutkan !!!
2022-10-01
1