Ziva kembali ke kelasnya setelah menemui guru di ruang guru. Raut wajahnya nampak kesal sembari menahan amarah. Beberapa kali Ziva memukul meja melampiaskan amarahnya.
Ketiga sahabatnya melihat satu sama lain mempertanyakan keanehan yang dipertontonkan Ziva.
"Napa elo, Va?" Keyla yang duduk sebangku dengan Ziva memberanikan diri mempertanyakan hal yang terjadi pada sahabatnya itu.
Ziva membuang nafasnya kasar berusaha menenangkan pikirannya yang masih sedikit gusar.
"Nih." Ziva mengambil sesuatu dari sebelah tangannya yang tak lain sebuah surat peringatan dari wali kelasnya. Sayangnya surat itu sudah diremasnya menjadi bola kecil.
Keyla mengambilnya dan berusaha membacanya. Medina dan Nara yang merasa penasaran menarik tangan Keyla hingga surat itu dibaca ketiganya. Keyla yang sudah selesai membaca secara tidak sadar cengengesan menertawakan apa yang dialami Ziva.
"Terus aja elo ngetawain Gue!" Ziva yang masih terlihat kesal malah makin kesal karena Keyla yang malah menertawakannya daripada menghibur hatinya.
"Sabar Va."Medina mengelus punggung Ziva berusaha menenangkan. Dari ketiga sahabatnya Medina lah yang paling dewasa. Medina selalu bisa membuat suasana membaik ya karena sifat dewasa dan keibuannya.
"Sebaiknya kita tidak sering keluyuran sepulang sekolah mending kita belajar kelompok aja. Gue juga sering kena marah nyokap Gue gara-gara tiap hari main," Saran Medina yang juga diangguki Nara.
Ziva nampak berpikir mendengar saran Medina karena saran Medina ada baiknya. Dua kali Ziva mendapat surat peringatan dari wali kelasnya karena berturut-turut nilai ulangannya dibawah rata-rata menjadikannya murid terbodoh di kelasnya.
Semenjak masuk SMA, Ziva menjadi pemalas waktunya lebih banyak dihabiskan untuk bermain daripada belajar padahal saat di SMP Ziva termasuk murid yang berprestasi
"Ok." Ziva menyanggupi saran Medina mengangguk kepalanya beberapa kali. Keempatnya menyepakati mulai hari ini akan giat belajar daripada bermain-main tidak jelas.
.
.
Bel sekolah berbunyi saat jam menunjukkan pukul 2 siang menandakan pelajaran telah usai.
Murid-murid berhamburan meninggalkan sekolah.
Ziva berjalan keluar kelas bersama teman-temannya. Rendy yang sudah standby diatas motor sportnya beberapa kali melirik pintu gerbang menunggu kedatangan Ziva.
"Gaes kali ini gue absen ya nggak ikut belajar kelompok, kalian bertiga aja." Ziva langsung berlari meninggalkan ketiga sahabatnya tanpa menjelaskan lebih lanjut.
"Mau kemana dia?" tanya Keyla menatap Medina dan Nara bergantian. Nara dan Medina hanya menggelengkan kepalanya karena mereka juga tidak mengetahuinya.
Ziva yang sudah keluar dari gerbang melirik kesana kemari mencari keberadaan Rendy. Dari kejauhan Rendy melambaikan tangannya kearah Ziva.
"Kak Rendy," sapa Ziva dengan nafas terengah-engah karena berlari.
Disaat yang bersamaan Zacky yang tak sengaja lewat depan sekolah Ziva mendapati adik perempuan berduaan dengan seorang lelaki namun saat itu Ia tidak bisa menghentikan mobilnya karena urusan lain yang lebih penting. Zacky yang kesal mengklakson beberapa kali sembari membuka kaca jendela mobilnya melotot kearah Ziva sesaat hingga mobil itu akhirnya hilang dibalik deretan mobil yang melaju kencang. Kebetulan hanya Ziva yang mengetahui saat kakaknya lewat sementara Rendy yang fokus menatapnya tidak mengetahui.
"Naiklah!" perintah Rendy.
"Kak, aku nggak bisa nonton sama kamu hari ini, tiba-tiba perutku sakit." Ziva memberi alasan karena tidak mungkin dia bisa pergi karena kakaknya sudah memperingatkannya. Entah apa jadinya jika Ia tidak menuruti kakaknya yang menurutnya otoriter itu.
"Aku antar ke dokter atau rumah sakit?" tawar Rendy yang terlihat cemas. Batinnya juga merasa aneh karena beberapa saat lalu Ziva begitu semangat malah berlari kearahnya tiba-tiba saja mengeluh sakit perut.
"Setelah istirahat akan membaik kok sebaiknya Kak Rendy pulang duluan, aku akan naik taxi." Ziva terlihat memegangi perutnya membuat Rendy tidak tega.
"Aku akan mengantarmu pulang,cepat naik!" perintah Rendy.
Ziva pun menuruti tawaran Rendy karena kalau harus menunggu taxi mungkin akan lama karena di depan area sekolahnya taxi jarang lewat paling angkot sementara dirinya tidak terbiasa.
Rendy melajukan motornya saat Ziva sudah duduk di jok belakangnya. Rendy kecepatan tinggi membuat Ziva harus berpegangan erat pada tubuh Rendy.
Deg
Jantung Ziva berdetak kencang saat tubuhnya bersentuhan dengan laki-laki yang begitu dikaguminya. Kali ini tidak ada cela baginya hingga kini begitu dekat.
"Oh my god," batin Ziva sembari beberapa kali mengelus dadanya karena terlalu berdebar.
Setelah sekitar 20 menit mereka sampai di sebuah jalan yang tidak jauh dari rumahnya karena Ziva meminta Rendy menurunkan disana agar tidak ketahuan kakaknya.
"Bye Kak Rendy," ucap Ziva saat Rendy kembali melajukan motornya pergi.
Saat Ziva masuk halaman rumahnya terlihat 2 mobil terparkir disana.
"Mobil siapa ini?" batin Ziva sambil berpikir karena mobil itu tampak asing belum pernah dilihatnya.
Ziva terus melangkah masuk kedalam rumahnya
"Kakak udah pulang?" Ziva mencium tangan kakaknya dengan sopan tidak seperti biasanya yang langsung masuk ke dalam kamarnya
"Seharusnya Kakak yang bertanya seperti itu, biasanya belum pulang kamu jam segini. " Zacky menatap tajam Ziva lalu berganti menatap jam ditangannya.
Ziva hanya tersenyum menanggapi ucapan kakaknya. Fokusnya teralihkan sosok tampan disebelah kakaknya. Sosok yang tidak asing tapi Ziva benar-benar tidak tahu siapa pria itu.
"Ziva kamu udah gede ya sekarang, lupa ya sama Kakak?" Pria itu tersenyum menatapnya seakan tahu isi hatinya.
"Kakak kenal Ziva?" Ziva merasa aneh pria itu mengenalinya.
Pria itu hanya tersenyum sambil menggelengkan kepalanya seakan tidak percaya gadis di depannya ini sudah melupakannya.
Ziva langsung duduk di dekat kakaknya sambil berbisik, "Siapa dia, Kak?"
"Tanya sendiri!" ucap Zacky dengan ketus karena masih kesal dengan adiknya itu. Ia berpindah tempat duduk untuk memberi kesempatan Ziva bertanya langsung.
Arsha yang gemas akan tingkah Ziva langsung mencubit pipi Ziva. Bisa-bisanya gadis itu melupakannya begitu saja.
"Dia memang seperti itu Arsha, aku berharap kamu bisa sedikit bersabar dengan tingkahnya yang konyol dan kekanak-kanakan. Kalian pasti bisa bersama," ucap Zacky.
"Arsha, Kak Arsha?" tanya Ziva setengah tidak percaya. Sudah lama sejak Ia pindah ke Jakarta Ia tidak bertemu dengan pria itu lagi. Di detik selanjutnya Ziva menyadari ucapan aneh kakaknya.
"Wait, wait, bersama gimana maksudnya?" Ziva menatap tajam Zacky meminta jawaban dari ucapan kakaknya.
Zacky langsung menundukkan kepalanya merasa tidak sanggup untuk menjelaskan. Ia menghela nafas panjang meyakinkan dirinya mau tidak mau ini harus dilalui adiknya demi kebaikannya.
"Kakak akan menikahkanmu dengan kak Arsha," jelas Zacky.
Bak petir di siang bolong ucapan Zacky seketika membuat mata gadis itu melotot tidak percaya dengan mulut mengangga.
"Kakak ini bercanda ya, jangan keterlaluan. Kakak tahu sendiri Ziva masih sekolah, kan?" Ziva tersenyum dan menganggap ucapan kakaknya hanya sebuah gurauan belaka.
"Ini benar Va, Kakak tidak sedang bercanda." Zacky meyakinkan ucapannya dengan menatap serius adiknya.
"Nggak, ini nggak benar, Ziva pasti salah dengar kalau pun benar Ziva nggak mau!" pekik Ziva menutup kedua telinganya dengan tangannya.
"Kamu harus menikah dengan Kak Arsha titik!" tegas Zacky penuh penekanan dalam pengucapannya
"Kakak, Ziva nggak mau!" pekik Ziva. Ia langsung berlari ke kamarnya membanting pintu kasar.
***
2 Minggu kemudian.
Tepat dihari Minggu malam sekitar pukul 7 malam Arsha akan mengucapkan Ijab Qabul.
Ijab Qabul dilaksanakan disebuah hotel. Acara Ijab Qabul berlangsung khidmat.
Kedua mempelai duduk berdampingan. Arsha terlihat begitu gagah dan tampan dengan setelan jasnya sementara Ziva memakai kebaya berwarna putih dengan riasan dan sanggul modern membuatnya semakin cantik.
Ada sesuatu yang berbeda dari penampilan Ziva meskipun riasan membuat wajahnya nampak mempesona tapi mata bengkaknya tidak bisa di sembunyikan. Semalam gadis itu menangisi nasibnya harus menikah muda diusia belasan tahun tanpa bisa menolak. Ziva tidak mengetahui atas dasar apa kakaknya terburu-buru menikahkannya bahkan saat masih dunianya masih putih abu-abu. Demi kebaikannya lah yang selalu dikemukakan kakaknya itu.
"Saya terima nikah dan kawinnya Zivanna Aysilla Airene binti Dedi Sudrajat dengan mas kawin seperangkat alat sholat dan uang tunai 22 juta 22 ribu rupiah dibayar tunai," ucap Arsha penuh keyakinan hanya dengan satu tarikan nafas.
Satu kalimat sederhana tapi penuh arti yang merubah status seorang dan mungkin juga merubah seluruh dunia Ziva nantinya.
Setelah acara selesai Penghulu dan beberapa orang sahabat Arsha dan Zacky pamit pergi meninggalkan tempat itu menyisakan Ziva, Arsha dan Zacky. Ketiganya juga berencana pulang.
"Jaga Ziva baik-baik." Zacky berpesan pada Arsha yang sudah sah menjadi adik iparnya. Ia melangkah pergi meninggalkan Ziva dan Arsha.
"Kak kok aku ditinggal." Ziva berjalan cepat mengejar Zacky yang sudah beberapa langkah melangkah.
"Ziva ikut Kak Arsha pulang. Mulai malam ini kamu akan tinggal di apartemen Kak Arsha!" perintah Zacky.
"Tapi Kak." Ziva memegang erat tangan Zacky tidak ingin berpisah dari kakaknya. Selama beberapa tahun ini Zacky lah yang menjadi tumpuan hidupnya dan kini ketika kakaknya itu meninggalkannya seperti kehilangan.
"Mulai sekarang ikut kemana pun Kak Arsha pergi," tutur Zacky. Ia membelai kepala Ziva berkata dengan lembut. Ya sebenarnya tidak hanya Ziva, Ia sendiri sebenarnya merasa sedih harus berpisah dengan adiknya itu. Sebisa mungkin Ia menahan air mata yang sebenarnya sudah tidak bisa dibendungnya lagi.
"Tapi Kak," protes Ziva. Ia memegangi tangan kakaknya semakin erat.
"Ziva kamu nggak usah takut, Kak Arsha nggak akan gigit kamu kok," sahut Arsha berjalan mendekat kearah Ziva dan Zacky berdiri. Ia meraih tangan Ziva dari tangan Zacky, berusaha meyakinkan wanita yang kini sudah sah menjadi istrinya.
Ziva akhirnya mengangguk menuruti perintah kakaknya karena Ziva menganggap Arsha seperti kakaknya sendiri.
Mereka berpisah dan pulang ke rumah masing-masing.
Arsha membuka pintu rumahnya dan mengajak Ziva masuk ke dalam rumahnya.
"Duduk Va, Kak Arsha akan menaruh kopermu di kamarmu." Arsha menunjuk sebuah kamar lalu melangkah masuk ke dalam kamar itu.
Ziva menatap sekeliling apartemen Arsha yang tidak terlalu luas hanya ada 2 kamar,ruang tamu, dapur dan kamar mandi. Nampak ruangan itu rapi dan bersih walaupun kecil dan sempit.
"Kak Arsha pasti orang yang sangat rajin." Matanya terus menatap sekeliling rumah hingga akhirnya terfokus pada foto yang terpajang di dinding.
"Foto itu?" Ziva mendekati foto itu dengan senyum yang mulai mengembang.
Arsha yang keluar dari kamar Ziva langsung terpaku melihat Ziva memandangi foto masa kecil mereka.
Ziva nampak bahagia melihat foto yang telah usang itu.
"Ehem, Ehem."Arsha berdehem beberapa kali membuat Ziva menyadari keberadaannya.
"Kakak masih menyimpan foto itu?" Ziva menunjuk foto yang terpanjang di dinding itu.
"Aku selalu menyimpannya seperti aku selalu menyimpanmu di hatiku," batin Arsha. Kata-kata itu hampir saja terlontar dari mulutnya namun langsung Ia tahan dan hanya terlontar di batinnya.yang seakan-akan ingin mengutarakannya tapi katanya hanya bisa tertahan di hatinya. Ia tidak ingin Ziva terlalu dini menyadari perasaannya walaupun sebenarnya bertahun-tahun memendam perasaan itu tanpa kepastian.
"Aku harus mengendalikan diriku, aku tidak ingin Ziva merasa tidak nyaman disini," batin Arsha.
"Bersihkan riasanmu dan tidurlah!" perintah Arsha yang langsung diangguki Ziva. Keduanya berpisah masuk ke kamar masing-masing.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments
Qaisaa Nazarudin
Oh gitu ya,Alhamdulillah kalo Arsha emang tulus..Takutnya ada mantan terindah aja yg pengen CLBK..
2024-02-15
0
Qaisaa Nazarudin
Semoga aja Arsha emang baik dan setia orangnya..
2024-02-15
0
Qaisaa Nazarudin
Iya lah,Ziva merasa kayak di buang kakaknya,,Jujur dong Ky alasannya kenapa kamu lakuin semua ini ke Ziva, Biar kamu fak di benci Ziva akibat salah paham..
2024-02-15
0