"Sudah aku bilang, aku tidak akan mungkin menolak keinginan ibuku, Renata, kenapa kamu tidak mengerti juga?" Suara Bima kembali meninggi.
"Begitupun dengan saya, Tuan. Saya pun tidak bisa menolak keinginan nyonya Erika." Renata ingin menjelaskan kalau dia tidak pernah menghasut majikannya seperti yang dituduhkan oleh Bima.
"Aku tidak butuh penjelasanmu, Renata. Cepat berkemas dan ikut bersamaku ke hotel!"
Bima melihat jam tangannya. Dua jam lagi acara pernikahannya dimulai. Seharusnya saat ini ia sudah berada di hotel untuk bersiap-siap.
"Cepat, Renata!"
"Aku tidak akan ikut bersama Tuan."
"Jangan menguji kesabaranku, Renata. Kau sangat tahu bukan, apa yang akan aku lakukan terhadap keluargamu jika kau tak menurut?"
Bima menatap tajam ke arah Renata. Asisten rumah tangga yang kini sudah sah menjadi istrinya. Perempuan yang baru diketahui dekat dengan pria yang sangat dibencinya.
"Cepat berkemas, Renata!"
Renata menelan saliva mendengar bentakan Bima. Kedua netra laki-laki berkilat penuh amarah.
Apalagi, saat mendengar ancaman yang keluar dari mulutnya.
Melihat Renata hanya terdiam, membuat kemarahan Bima semakin memuncak.
"Jadi, kau lebih memilih melihat aku menarik semua bantuan yang selalu ibuku berikan pada keluargamu daripada ikut ke hotel bersamaku?"
Melihat tatapan tajam Bima dan juga ancaman pria itu, Renata pun akhirnya mau menuruti keinginan suaminya.
Bayangan kedua adiknya yang saat ini masih sekolah dan sedang membutuhkan biaya yang sangat banyak, membuat Renata berpikir ulang untuk menolak keinginan pria di hadapannya itu.
Apalagi, saat ini dialah tulang punggung keluarganya. Meskipun Bima memberikan uang yang cukup banyak untuk tunjangan keluarganya dan juga keperluan rumah besar ini, tetap saja, Renata tidak pernah mengambil uang itu melebihi keperluan yang ia butuhkan.
Gadis itu berlalu dari hadapan Bima yang tersenyum smirk. Dia sangat tahu Renata itu gadis seperti apa.
Perempuan itu adalah orang yang sangat penurut dan lebih mementingkan keluarganya daripada dirinya sendiri.
"Jadi begini, sikap seorang Abimanyu terhadap istrinya?"
Sebuah suara mengagetkan Bima. Terlihat Aldrian yang saat ini sedang berdiri di belakangnya dengan senyum mengejek.
"Aku tidak menyangka kalau seorang Abimanyu yang selama ini dihormati oleh semua orang ternyata begitu jahat terhadap istrinya."
"Jangan ikut campur urusanku, Aldrian!" Bima menatap tajam ke arah pria itu dengan penuh amarah.
Sebenarnya dia sangat terkejut karena ternyata Aldrian mengetahui tentang pernikahannya. Namun, saat dia mengingat keakraban Renata dengan pria itu membuatnya sangat yakin kalau gadis itu sudah memberitahukan pada Adrian tentang pernikahannya.
"Aku tidak bermaksud mencampuri urusan pribadimu. Aku hanya tidak suka melihat sikapmu yang seolah menyalahkan gadis itu."
"Kau sangat tahu, Bima, kalau ibumu lah yang sudah menjodohkan kalian, sama seperti dirimu. Jadi, Renata juga tidak bersalah karena dia tidak menyangka akan menikah dengan kamu."
"Gadis itu juga korban, sama seperti dirimu. Jangan bersikap seolah semua ini adalah kesalahannya, karena dia juga-"
"Aku tidak butuh ceramahmu, Aldrian. Lagipula, ini adalah urusanku dengan Renata, kau tidak perlu ikut campur!" peringat Bima menyorot tajam penuh permusuhan.
"Aku tidak akan ikut campur seandainya kau tidak bersikap semena-mena terhadap Renata."
Aldrian tak kalah menatap tajam pada saudara sepupunya itu.
Aldrian sangat tahu, kalau selama ini, Bima tidak pernah menyukainya karena kejadian di masa lalu.
"Aku mau melakukan apapun pada Renata, itu adalah urusanku bukan urusanmu, Aldrian!"
"Akan menjadi urusanku kalau kau sampai-"
"Sampai apa?" tukas Bima cepat.
"Jangan bilang, selain merebut pacar orang, kau juga senang merebut istri orang?" Bima tersenyum mengejek. Sementara Aldrian tersenyum manis.
"Sepertinya kamu masih belum bisa melupakan kejadian di masa lalu, ya?"
Mendengar kalimat yang keluar dari mulut Aldrian, membuat amarah Bima kembali naik.
Namun, saat dia ingin mengucapkan sesuatu, suara Aldrian menghentikannya.
"Lihatlah! Meskipun dia hanya seorang pelayan, tapi penampilannya tidak kalah cantik dengan perempuan yang sering kau bawa ke hotel setiap malam."
Aldrian melirik Bima dengan ekor matanya. Sementara Bima mengepalkan tangannya. Pandangannya beralih pada objek yang saat ini sedang ditatap oleh Aldrian.
Renata berdiri di sana, memakai dress panjang berwarna hitam di bawah lutut. Penampilannya begitu memukau dan sangat mempesona.
Wajah cantiknya yang tidak pernah tersentuh makeup, kali ini tersapu makeup dengan sempurna, hingga membuat wajahnya semakin terlihat sangat cantik.
Bima terpaku untuk beberapa detik memperhatikan penampilan Renata dari atas sampai bawah.
Sementara Renata tampak terlihat canggung karena dua orang pria tampan itu kini sedang memperhatikannya tak berkedip.
"Aku sudah siap, Tu-Tuan."
"Tuan? Kau memanggil suamimu dengan sebutan Tuan?" Aldrian sengaja mengulangi pertanyaan yang sama seperti saat dirinya bersama Renata di taman.
"Bukan urusanmu dia memanggilku dengan sebutan apa!" Bima menatap Aldrian sekilas, kemudian menarik tangan Renata dan menggenggamnya menuju ke mobil.
Untung saja koper miliknya sudah ia masukkan ke mobil, kalau tidak, pria itu pasti akan mencecarnya dengan berbagai pertanyaan.
"Sudah kubilang, jangan memanggilku Tuan saat berada di depan orang lain, tapi kenapa kau masih saja mengulanginya?"
"Ma-maaf, aku tidak sengaja."
Bima membukakan pintu mobil untuk Renata. Dia sengaja agar Aldrian melihat aksinya, agar pria itu tidak curiga.
Bima menatap wajah cantik Renata.
"Pasang sabuk pengamanmu!" Renata mengangguk kemudian memasangnya, tetapi karena Renata jarang naik mobil pribadi apalagi mobil mewah Bima, gadis itu tampak kesulitan.
"Dasar bodoh! Pasang seatbelt saja tidak bisa, tetapi bermimpi menjadi Nyonya Abimanyu!" Bima menatap tajam wajah cantik Renata, sementara tangannya membantu memasang seatbelt pada tubuh Renata.
Renata terlihat gugup. Berada dekat dengan orang yang dicintainya membuat detak jantungnya memompa lebih cepat.
Sialan!
Renata mengumpat dalam hati saat netranya bertabrakan dengan netra Bima dan wajah pria itu kini hanya berjarak beberapa centi saja.
Dia bahkan tak menghiraukan kata-kata Bima yang memakinya.
Suara pintu mobil tertutup membuyarkan lamunan Renata. Kedua tangannya terkepal, merutuki dirinya yang tidak bisa menahan perasaan yang bergejolak di dadanya.
Bima yang sudah bersiap di belakang kemudi melirik ke arah Renata sekilas, kemudian melajukan mobilnya.
Aldrian menatap kepergian Bima dan Renata dengan tatapan tak terbaca. Bibirnya menyunggingkan senyum tipis. Berdoa dalam hati semoga Bima bisa berubah dan bisa mencintai Renata seperti seorang suami pada umumnya.
Sepertinya Aldrian tidak tahu kalau hari ini Bima akan menikah dengan Shinta di hotel.
Pria itu memang mengetahui hubungan Bima dengan Shinta.
Dulu, hampir setiap malam, Bima dan Shinta pergi ke hotel. Aldrian mengetahuinya, karena hotel yang sering digunakan Bima untuk menginap adalah hotel miliknya.
Bukan Aldrian namanya kalau dia tidak penasaran dengan segala urusan tentang Bima. Apalagi, sebelum Nyonya Erika meninggal dunia, Aldrian lah, yang selama ini disuruh oleh ibu Bima untuk memperhatikan gerak-gerik Bima.
Aku ingin lihat, kemana sebenarnya kau akan membawa Renata pergi.
Bersambung ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 131 Episodes
Comments
meE😊😊
syukurlah msih ad org baik yg jgain rena
2023-12-12
1
Siti Nurhayani
ad dewa penolongmu Renata jng takut
2022-09-07
1
Uty
buntutin lah Al.....🤭
2022-09-01
0