4

Mungkin yah, dia heran melihat sikapku yang tidak seperti biasanya. Kuacuhkan saja keheranannya, dan segera kubawa Nadia ke kamar mandi.

Setelah aku selesai mengurus Nadia, aku lihat Bang Rey juga sudah di meja makan

menunggu kami.

" Ayo cepat Nana, Papah udah lapar nih. Sepertinya Mama masak enak untuk

kita." seru Bang Rey yang sepertinya sengaja bicara seperti itu. Untuk memancing reaksiku saja. Tapi aku tak menanggapi ucapannya, kuambil piring dan kusendokkan nasi beserta lauknya. Lalu kuberikan pada Bang Rey. Bang Rey menatapku dan sekilas aku melihat keningnya mengeryit karena sikapku.

"Na, sepertinya mamah sakit gigi ya, kok gak nyahuti papah," sindir Bang Rey pada Nadia. Nadia terkekeh dan menggeleng lucu. Aku tetap diam saja dan tersenyum masam.

" Sekarang giliran Papah yang pimpin doa, iyakan Na? Ayo lipat tangan," ajakku lantas Nadia meniruku. Mau tak mau Bang Rey melakukan yang kuperintahkan, tapi sempat-sempatnya matanya mendelik sebelum melakukannya. Lalu aku buru- buru menutup mataku. Selesai berdoa acara sarapan berlangsung tanpa ada jeda bicara seperti kebiasaan yang kami lakukan. Karena kesibukan kami dan waktu yang begitu berharga, di meja makanlah kami sering saling bicara atau sekedar curhat yang ringan, perihal kegiatan kami seharian. Tapi kali ini aku enggan melakukannya. Selesai sarapan aku langsung membereskan peralatan makan. Kami memang tak memiliki Art, semua pekerjaan rumah ku handle tanpa keluhan. Bahkan aku sangat menikmati semua itu.Karena aku ingin berbuat yang terbaik bagi keluargaku. Toh, aku juga ga sudah terbantu dengan peralatan rumah tangga yang semakin modren.

Hanya di butik aku punya asisten, karena aku tidak ingin pekerjaanku terkendala karena kesibukan mengurus rumah. Dan aku ingin antara pekerjaan dan urusan rumah tetap seimbang atau setidaknya tidak salaing tumpang tindih.Karena butik yang aku kelolapun letaknya masih di sekitar rumah dengan memamfaatkan bekas gudang.

Sehingga rutinitas keseharianku tetap berkutat di sekitar rumah. Sehingga aku juga tetap bisa bergaul dengan para tetangga dan kebanyakan merekalah yang jadi pelangganku.

Setelah aku selesai membereskan perlatan rumah tangga aku lihat Bang Rey tengah menemani Nadia bermain di teras. Sesekali aku dengar celoteh riang putriku yang begitu senangnya bermain bersama Papahnya.

Tumben! Biasanya hari Sabtu begini

dia akan pergi memancing bersama ganknya. Aku menghampiri mereka dan kupungut beberapa mainan Nadia yang berserakan.

"Bang, aku ijin dulu ya keluar sebentar, sama Nadia,"

"Mau kemana dek, Abang baru datang

Adek kok malah sibuk," protes Bang Rey

saat aku pamit mau keluar rumah.

" Ada keperluan mendadak, Bang," ucapku datar. Bang Rey berdiri lalu dari kursi lantas memegang tanganku dan mendorongku halus masuk ke rumah.

" Ada apa sih, Bang!" protesku tapi aku menurut saja saat di bawa ke kamar. Meninggalkan Nadia yang tengah bermain di teras. " Nadia kok ditinggal sendirian, Bang!" seruku mengingatkan.

"Cuma sebentar kok, Dek," aku jadi curiga apasih maksud Bang Rey menyeretku ke kamar.

" Kamu itu kenapa sih, Dek. Kok jutek kali sama Abang sejak dari tadi,"

" Gak ada apa- apa kok, Abang saja yang baperan merasa dijutekin," sahutku acuh. Hem... merasa gak enak juga ya Bang, diperlakukan begitu dengusku dalm hati.

" Ya, ampun Dek, kucing aja tau kalo kamu itu gak seperti biasanya,"

" Gak seperti biasanya apa, Bang! Aku memang gak kenapa-napa, Tapi Abang yang curigaan terus,"cebikku kesal.

"Nah! Tuh, kan. Tak biasanya kamu ngomong sinis.Kamu marah ya sama Abang,"

"Memangnya Abang punya salah apa sama Adek, kok nanya begitu. Apa Abang telah berbuat yang salah sama Adek , selama Abang pergi?"tohokku memancing. Sekilas kulihat wajah itu kelabakan. Tapi detik berikut sudah normal lagi,"

"Maksudnya Adek apaan, sih. Ngomongnya malah ngelantur," ada kilat di matanya dan hampir saja aku terbawa emosi membongkar perbuatannya.

" Sudahlah Bang, Abang ngasih ijin gak aku dan Nana keluar sebentar," alihku dan bergegas meninggalkannya. Tapi keburu tanganku ditariknya hingga

aku terjatuh dalam pelukannya. "Apaan

sih, Bang." Aku mendorong dada bidang itu dan berusaha menjauhkan diri darinya. Sekuat hati aku bertahan agar tak luluh, hati ini sungguh terasa linu saat lagi-lagi foto itu melintas di benakku. Aku merasakan tubuhku serasa beku, sehingga Bang Rey menggoyang tubuhku beberapa kali.

"Kamu kenapa dek?" sentaknya penuh kekhawatiran. Aku menutup mataku sejenak dan perlahan kubuka dan kutatap wajah itu, yang seolah asing kurasa. Kudorong tubuhnya dan aku pergi dengan langkah sempoyongan. Sepertinya tubuhku terasa ringan, aku tak tau apa yang terjadi dengan tubuh ini. Kenapa tiba-tiba tidak bisa kukontrol, Seperti masuk ke lorong yang paling gelap, begitulah yang kurasakan. Lapat, masih sempat kudengar teriakan dan langkah kaki bergegas, ketika pada akhirnya yang ada hanya gelap.

Entah berapa lama aku dalam kegelapan, di ujung lorong aku melihat setitik cahaya. Lama kelamaan berubah besar dan menyilaukan mataku. Bersamaan dengan itu aroma yang cukup menusuk hidung tercium olehku.

Kubuka mataku dan kudapati diriku dalam ruangan nuansa putih. Aku kebingungan, ada dimanakah aku? Kenapa aku bisa berada di tempat ini.

"Ma...Mama, Bangun Mama, Nana takut, Mama jangan mati, hiks..hiks," suara rintihan itu sepertinya tidak asing bagiku. Itu suara Nadia, anakku!

"Nadia..." jeritku sekuatnya tapi suaraku serasa tercekat di leher. Dan saat itulah aku merasakan sentuhan seseorang.

" Hem... Syukurlah akhirnya ibu sadar,"

ucap seseorang dengan seragam putihnya. Senyum lembut itu, membuat

hatiku sedikit tenang. Kutatap sekeliling,

mencari sosok Nadia, anakku.

"Mana anak saya dokter," aku berusaha bangkit, tapi di cegah oleh dokter itu.

" Anak ibu tidak apa-apa, dia bersama Papanya di luar. Saya periksa dulu, ibu ya

biar bisa dibezuk keluarganya."

"Saya kenapa dokter, kok bisa ada disini?"

" Ibu pingsan di rumah. Dan suami Ibu yang membawa Ibu ke mari. Apa Ibu baru- baru saja ini di kejutkan oleh sesuatu, sehingga Ibu mengalami shock?"

Aku kembali teringat akan kejutan beruntun lewat foto yang di kirimkn oleh sesorang padaku, kemarin. Segumpal kabut menenggelamkan netraku, aku tergugu diam. Kualihkan pandangku keluar jendela. Aku tak ingin air mataku luruh di hadapan dokter.

" Tekanan darah Ibu sudah normal lagi

Ibu harus bisa menjaga diri Ibu, ya. Jangan mikir yang berat-berat ya," aku hanya bisa mengangguk lemah. Apa yang dibilang dokter itu memang benar. Aku harus kuat, aku harus mampu menjaga kewarasanku agar aku bisa membalaskan semua sakit hati ini.

Setelah dokter itu pergi, pintu ruangan tempat aku dirawat dibuka, dan muncullah putriku Nadia, dengan wajah sedih dan matanya masih sembab.

"Mama...." Nadia lansung menhambur keranjang. Di ikuti Bang Rey, dengan tatap mata yang sulit kuartikan.

"Sayang, kamu tidak apa-apa kan? kami sangat mencemaskanmu," lalu tangan Bang Rey mengelus rambutku dan mengecup puncak kepalaku. Tapi semua perlakuan itu semakin membuatku jijik!

"Mama tidak apa-apa sayang," kubawa Nadia ke dalam pelukanku. Aku mencoba menepis kekhawatirannya. Berkali kucium pipinya yang selalu membuatku gemes. Tak kuhiraukan sorot mata Bang Rey yang menatapku penuh tanda tanya. Kenapa aku sampai pingsan.

"Sayang, kamu itu tadi kok bisa mendadak pingsan. Apa ada sesuatu yang kau sembunyikan dari, Abang ?"

" Kita pulang saja, Bang. Aku sudah baikan sekarang,"

."Dek! Kamu ini kenapa sih. Abang benar- benar pusing liat sikapmu," ucapnya penuh tekanan. Ketara sekali dia menahan kemarahan, karena bingung oleh sikapku yang tiba-tiba berubah padanya.

"Aku sudah baikan, Bang. Jadi kita harus pulang sekarang juga. Abang tau

kan, aku tak suka aroma Rumah Sakit membuatku mual." aku berusaha duduk lalu bangkit dari ranjang.

" Tapi wajah masih nampak pucat, dek

bagaimana kalau kamu pingsan lagi, nanti? " tukasnya kesal karena aku bersi

keras untuk pulang sore itu juga.

"Yah!, Sudah kalau Adek nekad mau pulang. Tunggu Abang mau mengurus administrasi nya dulu. Lalu Bang Rey bergegas keluar. Aku menatap punggung

itu menghilang di balik pintu. Setetes air mata jatuh di sudut mataku. Mengapa kamu tega Bang menghancurkan hatiku.

Dengan kebohonganmu. Kamu begitu tega menghianatiku cintaku.

Tak sampai lima belas menit, semua urusan administrasi Rumah Sakit sudah selesai. Bang Rey memapahku, tapi kutolak halus dengan menuntun tangan

Nadia. Akhirnya Bang Rey membawa kantong kresek tempat obat- obatku. Lalu kami meninggalkan Rumah Sakit.

Belum sempat Bang Rey menyalakan

mesin tiba- tiba gawainya berdering. Terdengar suara di seberang, sepertinya mama mertua yang menelepon.

" Iya, Ma. Tapi kami udah mau pulang ini. Tika gak mau opname, Ma. Iya, Ma,"

berkali Bang Rey mengiya- iyakan ucapan mama mertua, lalu hubungan terputus. " Mama mau datang membezuk kamu dek, tapi kita udah keburu pulang. Mama bilang langsung mau ke rumah kita saja," jelasnya sambil menyalakan mesin mobil. Kami keluar dari arena parkir dan membelah jalan Sisingamangaraja, yang mulai dipadati

kenderaan. Arus lalin di jalan raya ini biasanya akan padat di saat sore.

Sekitaran duapuluh menit kami baru sampai, padahal biasanya cuma sepuluh menit sudah sampai. Begitu tiba di rumah, aku melihat sudah ada terparkir

sepeda motor di halaman. Itu berarti mama mertua sudah sampai di rumah. Tapi aku tidak melihat mama mertua, mungkin singgah ke rumah tetangga sambil menunggu kedatangan kami.

"Sepertinya itu motor , Mama," Bang Rey memasukkan mobil ke garasi. Lalu aku membuka pintu mobil seraya menggendong Nadia yang telah ketiduran sepanjang perjalanan tadi. Bang Rey, membukakan pintu rumah lantas

aku masuk dan membaringkan Nadia di kamar.

"Hati- hati sayang. Sebaiknya kamu juga istirahat, ya,"

" Aku tidak apa- apa. Aku harus menyiapkan sesuatu," ucapku segera pergi dari kamar menuju dapur. Sekuat hati aku berusaha untuk bersikap normal, tapi tak semudah yang

kubayangkan. Rasa sakit itu, begitu kuat mencengkram hatiku.

Tak berapa lama aku mendengar sapaan Mama mertua dan disahut oleh Bang Rey.

" Mama dari mana sih, kok motor ditinggal begitu saja?"

" Mama ke rumahnya Bu Santi teman arisan mama. Sambil nungguin kalian pulang. Mana Tika?"

" Sepertinya ke dapur, Ma,"

" Kok bisa- bisanya Tika pingsan, Rey?"

"Entahlah, Ma. Aku juga gak habis heran. Tadinya dia baik-baik saja. Minta ijin mau keluar sebentar, katanya sama Nadia. Belum jadi berangkat, eh langsung jatuh pingsan," ucap Bang Rey menjelaskan kronologi pingsannya aku. Mama menatap ke arahku yang muncul dari dapur sambil membawa nampan dengan teh di atasnya.

" Aduh Tika, kok jadi repot sih," seru mama mertua yang terkejut melihatku membawa teh. "Bukannya kamu sedang

sakit, malah repot membuatkan Mama teh,"

" Gak kok, Ma. Tika gak sakit, mungkin karena masuk angin saja. Karena akhir- akhir ini Tika suka lembur,"

" Kamu itu harus bisa jaga kesehatan, jangan terlalu banyak pikiran. Oh ya, mana cucu Mama, Nadia, dari tadi gak keliatan," mata Mama mertua menyapu seisi ruangan.

" Nadia tidur, Ma."

" Kalau begitu Mama pamit dulu, ya. Keburu malam nanti.

Mana gak sempat tadi pamit sama, Rani." ucap Mama mertua setelah menyeruput teh yang aku sajikan. Selalu begitu, setiap kali Mama mertua datang ke rumah ini berkunjung selalu buru- buru pulang. Alasannya karena Rani tak ada teman di rumah ketara sekali perhatiannya begitu spesial pada Rani Bodohnya aku, selama ini tak menaruh curiga. Ternyata Rani adalah menantunya sama sepertiku. Hanya saja pernikahannya disembunyikan dariku selama ini.

Aku mengantar kepergian mama hingga ke teras. Diluar sudah mulai gelap. Suara azan Maghrib sudah terdengar di kejauhan.

Aku bergegas masuk ke kamar untuk melihat Nadia, karena tidak baik kalau tidur di jam- jam segini. Begitu aku masuk kulihat Nadia sudah duduk di tepi ranjang. Lantas dia

berlari ke arahku. Dan memelukku dengan erat.

" Nana mandi dulu ya, sayang. Mama buatkan dulu air panasnya, biar hangat," Nadia mengangguk dan mengikuti langkahku menuju dapur. Ternyata Bang Rey sudah di dapur

dan sedang menjerang air.

" Eh, anak papah udah bangun, ya. Ini udah dibuatkan Papa air panas buat mandinya, Nana." ucapnya lalu menghampiriku. Barusan Rani telepon, dia minta maaf karena gak bisa datang tadi bareng Mama, kesini." lanjutnya

lagi. Aku tak begitu merespon ucapannya, karena bagiku nama itu sangat menjijikkan, bagiku.

Aku mengeluarkan makanan dari kulkas untuk dipanaskan. Karena tadi pagi aku sengaja memasak lebih banyak dari biasanya.

" Dek, airnya udah mendidih, Abang angkat sekalian ke kamar mandinya ,ya," aku mengangguk saja mengiyakan ucapannya. Aku dan Nadia mandi bersama, selesai mandi aku kembali ke dapur memanaskan hidangan makan malam. Saat makan malam tengah berlangsung, tiba- tiba

gawai Bang Rey berbunyi. Bang Rey menatap layar benda pipih itu, tapi tidak mengangkatnya sehingga berbunyi terus.

Aku acuh saja saat mata Bang Rey menatapku. Hingga akhirnya dia permisi sebentar untuk menjawab panggilan itu.

Aku menyudahi makanku dan Nadia juga sudah selesai makan. Segera aku membereskan meja makan dan menutup makanan Bang Rey yang baru separuhnya habis

Ku ajak Nadia ke ruang keluarga dan aku tidak melihat Bang Rey di ruang keluarga. Di teras juga gak ada. Samar aku mendengar suara dari arah samping. Dengan langkah perlahan aku kesana.

" Iya, sayang. Kamu yang sabar ya. Aku tidak mungkin meninggalkan mereka. Aku takut terjadi apa-apa. Iya, besok siang aku temui kamu di tempat biasa, da! " aku buru- buru

pergi sebelum Bang Rey, memergokiku menguntitnya. Sekalipun Bang Rey tidak menyebut nama lawan bicaranya, tapi aku yakin itu pasti Rani.

" Lho, kalian sudah selesai makan ya?" serunya kaget saat melihat aku dan Nadia sudah duduk di ruang keluarga.

" Papah, teleponnya kok lama, sih, "

" Papah minta maaf, Papah dapat telepon dari kantor ada masalah;yang harus papah selesaikan besok."

"Oh ya dek, besok Abang harus kasih laporan ke kantor. Gak, apa-apakan kalo Abang besok masuk kerja." aku mengangguk tanda mengiyakan. Aku benar- benar malas untuk berbicara, Sekedar untuk menatap saja terasa susah untuk kulakukan. Apapun yang aku lakukan sekarang semua percuma. Karena toh hati dan perasaannya sudah mati, karena kurang lebih selama dua tahun ini, Bang Rey telah berdusta padaku. Tanpa restu dan sepengetahuanku ternyata dia telah diam- diam menikah .

Dan jelas pernikahan itu atas seijin dari Mama mertua dan ipar- iparku juga setuju. Begitu pandainya mereka menyembunyikan semua itu dariku. Ah!;Alangkah bodohnya aku selama ini telah di khianati mentah- mentah! Benar- benar membuatku hancur !

Dan sepertinya aku butuh waktu untuk mengumpulkan kekuatanku untuk membalas semua kebohongan ini.

Yah, untuk saat ini biarlah aku diam menyaksikan semua permainan ini. Semua kesakitan ini aku telan sendiri. Karena aku harus mengumpulkan banyak bukti untuk nantinya akan

aku lemparkan ke wajah mereka.

POV Rey

Aku sangat terkejut kenapa Tika tiba- tiba pingsan tadi siang. Apakah dia tengah mengalami masalah dan enggan

berbagi denganku. Padahal aku kan suaminya. Tika memang suka memendam sendiri setiap masalahnya. Jika dia benar- benar tak mampu lagi mengatasinya, barulah dia mau berbagi denganku. Sifat mandirinya itulah yang dulu membuat aku kagum dan jatuh cinta padanya.

Selain itu sifatnya yang juga pendiam, membuatnya jarang mengeluh. Dia selalu perhitungan dalam segala hal. Terkadang sifatnya itu justru membuatnya susah untuk memiliki teman. Karena tidak jarang orang menjadi segan atau lebih suka menjaga jarak dengannya.

Pernah hal itu aku utarakan padanya, dia malah jawab bahwa dia tidak perduli apapun kata orang tentang dirinya, selagi itu tidak merugikan orang lain. Jawaban yang membuatku waktu itu semakin kagum padanya.

Tika istriku yang tangguh, hal itu telah dia buktikan di awal pernikahan kami. Disaat kami sama kena PHK hingga kami memutuskan pulang ke kampung halamanku untuk memulai hidup baru. Dia dengan semangat optimisnya dan telah dia buktikan bahwa dia mampu bangkit dari keterpurukan.

Terpopuler

Comments

cinta semu

cinta semu

lama amat ... bangkit ny ...padahal dpt info dah separoh jalan tu...

2025-01-07

0

Endang Supriati

Endang Supriati

jd org memdam rasa begitu ! sakit senddiri lalu mati dahhh

2024-06-12

0

sherly

sherly

laki sialan lu Rey... ngk usah muji2 kalo ternyata kamu selingkuhan juga dasar laki ngk tulus

2024-04-21

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!