"Akhh...."
Lensi melengguh kesakitan saat tiba di pondok tempat teman-temannya bermain. Melihat ada darah di lengan Lensi, sontak teman-temannya melepaskan kartu dan menghampiri Lensi secara bersama-sama.
"Dew. Loe kenapa?" tanya Okta.
"Ho'oh Dew. Loe jatuh dari motor?" tanya Karman.
"Darahnya banyak Dew. Kita kerumah sakit aja ya?" tanya Mawan.
Lensi melepas jaket hitamnya. Beruntung Lensi mengenakan jaket saat kejadian itu. Kalau tidak mungkin luka yang dia dapatkan akan lebih dalam lagi.
"Yah...kulit mulus si Dewi jadi belang Dew," ucap Riko.
"Lagian kok lukanya mirip kena senjata tajam Dew? loe abis berantem?" tanya Okta sembari menuangkan betadine diatas kapas yang sempat Lensi beli dari Apotik.
"Gue nolongin orang kena rampok tadi. Rupanya anak buah bang Arman dia." Jawab Lensi.
"Lagian loe kayak pahlawan kemalaman. Biasanya juga cuek aja," ujar Riko.
"Ho'oh. Loe selalu bilang kalau itu siklus kehidupan. Dimana yang kuat selalu menindas yang lemah. Kaum bawah selalu kalah dengan yang berkuasa," timpal Mawan.
"Soalnya gue lihat ada seorang ibu di dalam mobil itu. Gue cuma ingat nyokap gue saat kecelakaan mobil 10 tahun yang lalu. Wajahnya ngingatin gue dengan almarhum nyokap." Jawab Lensi dengan wajah sedih.
Teman-Teman Lensi diam seketika. Mereka tahu, kisah paling sedih yang dialami Lensi, saat ibunya meninggal dalam sebuah kecelakaan. Meskipun mereka tidak tahu, Lensi berasal dari kalangan apa.
"Tindakkan yang benar itu. Iya kan? iya kan teman-teman?" Riko mengedipkan mata kearah teman-temannya.
"Iya betul itu Dew. Nyokap loe pasti bangga punya anak baik kayak loe," timpal Karman.
Mengingat ibunya, Lensi spontan ingin memegang kalung pemberian ibunya yang biasa bertengger di lehernya. Namun wajahnya mendadak panik, saat kalaung yang ingin dia pegang tidak ada lagi dilehernya.
"Kenapa Dew? lengan loe sakit?" tanya Okta yang melihat wajah Lensi mendadak pucat.
"Kalung gue kemana ya? astaga, pasti jatuh saat bertarung tadi nih," ucap Lensi seraya bangkit dari duduknya.
"Eitttt...loe mau kemana?" hadang Okta.
"Mau cari kalung gue. Itu sangat penting. Itu pemberian dari nyokap soalnya." Jawab Lensi yang mendorong Okta kesamping.
"Kagak bisa. Loe pergi kudu ditemani. Gimana kalau terjadi sesuatu sama loe?" tanya Okta.
"Ho'oh Dew. Gue yang bakalan boncengin loe," ujar Riko sembari menggeser Lensi agar duduk dibagian belakang motor.
"Hati-Hati Rik," ujar Okta yang khawatir.
Riko dan Lensipun mendatangi tempat kejadian. Namun sama sekali tidak menemukan kalung itu. Wajah Lensi jadi murung dan bersedih.
"Kenapa Dew? nggak ketemu ya?" tanya Okta saat melihat Lensi datang dengan wajah sedih.
Lensipun menggelengkan kepalanya dengan tangan mengurut keningnya.
"Emang nggak ada kalung mirip seperti itu Dew? kalau ada kita bisa ikut patungan beli kok. Iya kan teman-teman?" tanya Mawan.
Lensi menggelegkan kepalanya. Dia bingung harus menjelaskan pada teman-temannya. Karena kalung itu memang satu-satunya di dunia. Kalung yang di design oleh ibunya, karena memang ibunya seorang designer perhiasan.
Dan satu lagi yang teman-temannya tidak tahu, tentang harga kalung itu. Seandainya mereka tahu, mungkin mereka akan ikut menangis 7 hari 7 malam.
"Gue cabut ya? mungkin seminggu kedepan gue nggak kumpul dulu, sampai luka gue sembuh," ujar Lensi.
"Gue antar aja ya Dew?" tanya Riko.
"Nggak usah. Nggak separah itu kok." Jawab Lensi sembari nangkring diatas motor sportnya.
Lensipun pulang menembus malam. Saat dirinya tiba di rumah, waktu sudah menunjukkan pukul 11 malam. Namun naas, saat dirinya membuka pintu. Surya sedang berada di ruang tamu sembari bermain ponsel bersama Marini.
"Masih ingat pulang kamu? sudah jam berapa sekarang? kamu itu anak gadis dari keluarga Gemilang. Apa pantas berprilaku seperti ja**ng di luar sana? kamu benar-benar mau mempermalukan orang tua ya?" hardik Surya.
"Bikin malu apa sih pa? nggak ada yang tahu kalau aku ini anak dari Surya Gemilang pengusaha kaya raya itu. Mereka hanya tahu Vegalah putri papa. Papa sadar nggak sih kalau selama ini papa sudah pilih kasih?" tanya Lensi yang untuk pertama kalinya meluapkan rasa kesalnya.
"Pilih kasih apa maksudmu? kalian aku kuliahkan di universitas yang sama. Jurusan yang sama. Jangan menyalahkan orang lain, karena otakmu yang tidak mampu. Vega berhasil masuk ke Gemilang Group karena dia memang layak. Kalau kamu mau, kamu tunjukkan kemanpuan kamu," ucap Surya.
Tanpa Surya tahu, Marini tersenyum puas dari balik punggung pria itu.
"Kalau begitu papa tidak perlu repot-repot menyuruhku buat masuk keperusahaan itu. Karena dari sudut pandangku, aku menang tidak layak untuk bergabung disana."
"Lebih baik papa dukung saja putri kesayangan papa itu. Jangan hiraukan aku yang akan menjadi apa dimasa depan. Karena sejak awal aku memang tidak pernah diarahkan untuk masuk kesana, papa hanya perduli dengan Vega saja." Jawab Lensi.
Surya melirik luka pada lengan Lensi, dan tersenyum sinis kearah putrinya itu.
"Kamu boleh melakukan apapun sesuka hatimu setelah menikah nanti. Tapi untuk sekarang papa mohon jaga sikap kamu. Keluarga Alex orang yang sangat perfeksionis. Mereka pasti nggak mau nerima menantu yang urakkan seperti ini," ujar Surya sembari menilai putrinya dengan tangannya.
"Maaf pa. Aku punya pilihanku sendiri. Aku nggak suka di jodohin." Jawab Lensi.
"Siapa yang kamu maksud? salah satu teman berandal kamu itu?" tanya Surya.
"Itu urusanku." Jawab Lensi yang langsung meninggalkan Surya di ruang tamu.
Tanpa Surya tahu, air mata Lensi sudah merebak saat gadis itu menaiki tangga rumahnya. Lensi sangat kecewa pada Surya yang sama sekali tidak perhatian lagi padanya, padahal dia tahu saat ini Lensi tengah terluka ditangannya. Lensi ingat betul, sikap Surya akan berbeda saat melihat Vega terluka karena tertusuk jarum kala itu. Pria parubaya itu sangat mengkhawatirkan putri dari hasil perselingkuhannya itu.
"Ma. Echi kangen mama. Hikz...." Lensi terisak sembari memeluk pigura mendiang ibunya.
Karena lelah menangis, ditambah efek minum obat. Lensipun jatuh tertidur.
*****
"Ssstttt"
Lensi merasakan perih pada lukanya. Dirinya lupa, seharusnya luka pada lengannya itu belum boleh terkena air atau sabun terlebih dahulu. Luka itu memang tidak begitu dalam, tapi lukanya lumayan panjang. Sekitar 7 senti dari pangkal lengannya.
Tring
Tring
Tring
"Ya?"
"Gimana dengan luka loe?" tanya Okta.
"Mulai sedikit membengkak." Jawab Lensi.
"Loe ke dokter gih. Takutnya infeksi. Terlebih takutnya ada racun di pisau itu," ujar Okta.
"Kayaknya nggak. Efek terkena pisau beracun tidak seperti ini," ucap Lensi.
"Apa saat pulang loe dimarahin lagi?" tanya Okta.
"Biasalah.Tapi mungkin dia akan senang, karena seminggu ini aku bakal diam di rumah. Tinggal ibu tiriku dan adik tersayangku yang akan blingsatan nantinya." Jawab Lensi.
Okta terkekeh. Dia tahu betul apa yang Lensi maksud. Karena setiap Lensi berada dirumah, ibu tiri dan adiknya akan memainkan drama yang menyedihkan bagi Lensi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 146 Episodes
Comments
Retno Anggiri Milagros Excellent
kasihan Lensi . 🤲🏻😂😍
2024-07-29
0
Ani Ani
hidup nya penuh onak duri
2024-05-30
0
Fenty Dhani
keren👍🌹🌹
2024-02-05
3