Matahari yang sempat mentereng di tengah hari kini sudah mulai merangkak turun dari singgasana. Membuat langit berwarna kuning kemerahan sekaligus pertanda jam kantor telah habis di gunakan. Dodo pada detik-detik jam pulang yang masih berada di Janitor, bergegas merapikan alat kebersihan yang di pakai tempur pada pekerjaan setiap harinya.
Setelah dirasa sudah rapi semua, laki-laki itu melangkah pergi menuju parkiran motor. Tiba-tiba suara tidak asing milik seseorang menginterupsi, menghentikan langkah semangat Dodo yang sudah ancang-ancang pulang ke rumah membawa segenap lelah yang berkah.
"DO...SINI DULU BENTAR!"
Dodo membalikkan badan. Netranya menangkap sang Leader terengah dengan tangan yang melambai-lambai.
Dodo menghampiri sumber suara dengan menenteng tas yang lumayan berat. Di dalamnya ia membawa buku-buku hasil sumbangan dari para karyawan untuk dipergunakan anak-anak di kampungnya. Ia adalah sosok pemuda yang banyak mengikuti organisasi di wilayah sekitar.
Yang Dodo sangat ingat, ada satu buku cukup menyambuk rasa empati. Sepenggal kalimat ditemukan seperti ini: Gapailah ilmu setinggi langit, sebab dia akan memberimu manfaat. Dan semenjak itulah Dodo menjadi peduli akan kegiatan belajar mengajar.
"Ada apa pak?"
"Kamu di suruh ke ruangan direktur sekarang." Pak Kunto, sang leader Dodo berbicara dengan nafas yang sepotong-sepotong.
"Bersih bersih lagi pak?"
"Waduh, kurang tahu saya. Perintahnya kamu cuma suruh ke ruangan direktur aja. Untuk ngapainnya saya juga gak tahu."
"Kamu ada masalah?" tambahnya lagi.
"Seingat saya gak ada, yaudah saya ke ruangan direktur dulu ya pak, nanti takut kelamaan ditunggu."
"Oh iya iya silahkan."
.
.
.
Dodo sudah menghadap Jesslyn Andara beserta Bram sang asisten. Meskipun di dalam ruangan bersuhu 20 derajat Celcius, laki-laki bernama Dodo berkeringat gugup yang ia sembunyikan di bawah meja.
"Siapa namamu?" Jesslyn bertanya. Diikuti pandangan tajam dari Bram.
"Nama lengkap Widodo Bu, panggilan Dodo" Dodo menjawab seperti halnya sedang wawancara kerja.
"Kamu berapa bersaudara?" tanya Jesslyn lagi.
"Tiga. Saya anak bungu dan memiliki dua kakak laki-laki."
"Kamu sudah menikah?"
"Belum."
"Kakakmu?"
"Hanya kakak tertua saja yang sudah menikah." Dodo semakin bingung.
"Nama istrinya?"
"Erma Wulandari."
*A*da apa ini?
Jesslyn menaikan sebelah alis. Lagi-lagi dia tersenyum samar yang tidak dapat terlihat oleh orang lain. Perempuan itu menyodorkan Map coklat yang di peroleh dari Bram.
"Bacalah dengan teliti, lalu tanda tangani." Perintah jesslyn. Dodo sempat berfikir apakah sekarang sedang wawancara kerja lagi untuk perpanjang kontrak?
Dia meraih mapnya, membuka dengan hati-hati lalu perlahan membaca setiap paragraf dengan teliti. Jantungnya berdegup kencang. Nafasnya seperti tercekat. Suhu badan seketika tidak konsisten, kadang panas kadang dingin. Bahkan Ia sangsi untuk mendongakkan kepala. Takut-takut kalau dia mendongak Ia mendapati Jesslyn dan Bram melemparkan death stare
"Silahkan tanda tangan." Kini Bram yang berbicara.
"Maaf, tapi saya gak mungkin.."
"Saya tidak terima penolakan." Sela Jesslyn dengan tegas. Tidak mau tahu jika lawan bicaranya bingung bukan main. "Hanya ada satu pilihan, tanda tangan lah cepat."
Akhirnya, Dodo yang berada di bawah tekanan menanda tangani perjanjian itu dengan pena yang mengikuti bahasa tubuhnya.
.............
Malam hari di rumah.
Dodo termenung di dalam kamar. Pikirannya berlarian kenapa bosnya ingin menikah kontrak dengannya bahkan dengan kondisi mereka yang sama sekali tidak pernah bertegur sapa. Masih basah dalam ingatan Dodo kejadian tadi siang, dimana Jesslyn menendang embernya saat dirinya asyik mengepel lantai yang bisa di bilang jarang terjamah lalu lalang orang.
Kalaupun Jesslyn melakukan itu, mungkin tempat yang tepat adalah lobi dan segenap ruangan lain yang sering dia pakai. Tapi ini? ini di tempat pinggiran belakang toilet security yang jarang terjamah direktur pada umumnya.
Kenapa Jesslyn berada disana? untuk apa Jesslyn sekonyong-konyong menendang ember Dodo yang sedang Dodo gunakan? lalu pulangnya wanita tersebut ingin dinikahi di atas perjanjian. Dosa apa yang mungkin telah Dodo lakukan hingga mendapat perlakuan seperti itu? atau mungkinkah Jesslyn jatuh cinta pada Dodo dengan cara yang aneh. Bisa jadi, orang kaya kalau jatuh cinta modelannya seperti ini. Mungkin.
Sebagai pengusir kegundahan, Dodo lantas pergi berwudhu, dan melaksanakan kewajibannya.
.
.
"Do..do.." Ibu unah memanggil yang tak lain adalah ibu kandungnya.
"Iya Mak." Dodo menyahut sembari menilap sajadah. Ia keluar kamar dan menghampiri sumber suara. Sebagai anak yang berbakti, ketika orang tua memanggil segeralah menghampirinya. Karena pada suatu hari nanti, panggilannya kelak akan kita rindukan.
"Kenapa Mak?"
"Nih makan, emak udah masakin ikan Jaer di pucungin, kesukaan lu." ujar Bu unah sambil menata piring, nasi, beserta lauknya.
Pak Nata, ayahnya Dodo baru saja keluar dari kamar mandi sehabis pulang mengojek. Menyapa Dodo sebentar lalu masuk ke kamarnya. Sementara itu, Dodo duduk bersama Bu unah menunggu pak Nata bergabung untuk aktivitas makan malam.
"Mak, Iyan kemana ? dari tadi gak kelihatan." Iyan adalah kakak kedua Dodo. Perbedaan usia hanya satu tahun membuatnya seperti teman. Panggilannya pun hanya berupa nama tanpa embel-embel Kakak maupun Abang. Dan hanya Iyan lah yang meneruskan kuliah dari ketiga anak di keluarga ini.
"Katanya mau ke rumah bestinya, si Karman."
"Oh"
Tak lama berselang Pak Nata keluar dan bergabung dengan mereka. Makan malam berjalan dengan singkat. Sebab keluarga mereka pada dasarnya terbiasa makan sore bukanlah makan malam. Di karenakan para pencari rupiah tiba di rumah pada malam hari, maka makan sore hari ini berubah status menjadi makan malam.
"Pak, Mak, saya mau ngomong." Pak Nata dan Bu Unah langsung menatap Dodo.
"Ngomong apa?" seru mereka berbarengan.
"Saya mau nikah, besok lamarin ya?." tidak berbasa-basi Dodo langsung bicara pada intinya.
"Eh bujug, dadakan amat si lu. Ama orang mana emang?" ujar Pak Nata.
"Emang ngapah si pak? lagian juga umurnya udah sedengnya nikah" yang ini kata Bu Unah.
"Iya si Mak, tapi kan kita emang sekarang punya tabungan?"
"Punya dong, emak kan abis keluar arisan."
"Do emang lu mau nikah Ama orang mana? perasaan emak lu kagak pernah bawa perempuan kemarih." Bu Unah mencermati situasi. Memang Dodo betulan belum pernah mengenalkan seorang wanita pada orang tuanya.
Orang mana ya?
"Besok saya langsung ajak kesana aja. Nggak usah bawa parsel atau seserahan kaya biasanya."
"Lah kok gitu?" tanya Bu unah, yang juga mewakili pertanyaan Pak Nata. Ayah Dodo tersebut hampir tersedak tulang ikan Mujair saat Dodo mengatakan tidak usah bawa seserahan.
"Dia maunya begitu."
Flash back
"Biar semua ini terlihat natural, bagaimana tradisi di keluargamu?" tanya Jesslyn.
"Sebelum menikah ada proses lamaran dari keluarga laki-laki ke rumah keluarga perempuan. Habis itu barulah menentukan tanggal pernikahan."
"Baiklah kalau begitu, besok kamu dan keluarga datang ke rumah saya. Tidak usah bawa apapun."
"Baik bu."
"Bram, tolong kau urus semua. Besok kirimkan mobil beserta supirnya untuk menjemput keluarga Dodo. Pastikan seolah mereka menaiki taxi online."
"Baik"
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 124 Episodes
Comments
Alkenzie
hmm ada apa dg jesslyn kok tiba2 mau nikah ya? jgn2 krn harta warisan.
2022-11-12
2
Mego Me
sopan ya Dodo...
2022-08-31
2
Inru
Kok bisa tiba-tiba gitu ya?
2022-08-25
1