Episode Tiga

Seluruh ruangan penuh dengan aroma khas rumah sakit. Aroma obat yang sangat menyengat masuk ke dalam rongga-rongga hidung setiap orang lalu lalang. Elsa menatap ketidakberdayaan Via yang terbaring lemah di rumah sakit. Setelah dokter menyuntikan cairan penenang, Via tampak lebih tenang. Ia memejamkan mata dan tertidur pulas.

Meringis hatinya melihat sahabat yang selalu ceria menjadi peluh dengan luka dan rasa sakit yang luar biasa menggerogoti seluruh tubuhnya. Jeritan demi jeritan yang memilukan yang keluar dari mulut Via, membuat Elsa kembali memasuki ingatan yang menyedihkan. Ia tak ingin mendengar dan melihat, bukan karena ia benci mendengarnya. Namun ia selalu mengalami kesakitan yang sangat dalam. Sepertinya elegi selalu menyanyi di dalam ******* nafas Via. Hidup dalam rasa trauma adalah menyakitkan. Via tak sekedar mengalami traumatik, namun juga telah berulang kali melakukan percobaan bunuh diri. Ia merasa tak pantas hidup. Merasa sangat kotor dan menjijikan. Tak tahu apa jadinya jika ia hidup dalam keadaan seperti itu.

"Jijik... Aku kotor... Aku jijik.... Aku nggak pantas hidup bu. Aku mau mati aja. Aku mau mati. Aku mau mati ibu....." Jerit Via dengan suara yang sudah hampir habis karena tak henti-hentinya ia menangis tersedu sedan. Elsa menguatkan diri untuk tidak terlarut dalam emosi sahabatnya itu. Ia berusaha menepis semua bayangan yang masuk ke dalam ingatannya.

***

Dua bulan berlalu. Setelah akhirnya Via dapat kembali menjalani aktivitasnya sehari-hari. Sunyi dan sepi yang menyelimuti ke-5 remaja itu. Elsa, Naina, Naira, Niken, dan Via saling menggenggam satu sama lain. Mereka menyeka air matanya masing-masing. Meski hancur dirinya, lemah dan rapuh cerminan dirinya, namun janganlah hancur masa depannya. Janganlah berhenti untuk berdiri lagi dan lagi.

Naina, Naira, Niken dan Via tak hanya sekedar sahabat. Mereka sudah menjadi bagian keluarga Elsa. Oleh sebab itu, hal yang harus mereka lakukan adalah tetap memegang pundak masing-masing. Hal yang mengejutkan lagi adalah gejala yang dialami oleh Naira.

Selasa sore kemarin, dengan tak sengaja Elsa menemukan lembaran hasil pemeriksaan Naira dari dokter kejiwaan.

Hasil pemeriksaan tersebut menyatakan bahwa Naira didiagnosa mengalami gejala Alzheimer Ringan. (*baca novel My Sweetheart). Elsa terkejut bukan main. Entah apalagi yang tidak ia tahu mengenai ke-4 sahabatnya itu. Akhirnya mereka bertemu dan saling menceritakan kondisi mereka masing-masing.

"Kalian harus berjanji, tidak akan pernah mengatakan rahasiaku kepada kedua orang tuaku." Imbuh Naira sembari menyapu anak poninya.

"Tapi, Ra...?" Elsa membantah.

"Aku akan melakukan semua cara agar aku bisa sembuh. Lagi pula, ini baru gejala. Jika aku berhasil melanjutkan kuliah ke Jerman. Dan dapat menyembuhkan diriku sendiri, aku yakin, aku bisa." Jelas Naira. Elsa menghembuskan nafasnya dengan berat.

"Kamu harus lulus dengan beasiswa itu. Via juga harus lulus ke Perancis, Naina juga harus lulus ke Jepang, Niken juga harus lulus ke Turki. Kalian semua harus berhasil." Balas Elsa. Mereka menatap Elsa, tatapan itu seolah menanyakan bagaimana denganmu? Elsa menahan nafas sebentar. Ia tidak tahu akan bagaimana hidupnya nanti? Jangankan untuk melanjutkan kuliah S2, sekarang saja sudah sangat berat.

"Kamu gimana, Sa?" Tanya Niken.

"Aku akan cari cara menemukan jati diriku." Jawab Elsa. Naira, Naina, Via dan Niken saling pandang. Mereka tahu rahasia besar yang pernah Elsa alami saat masih SMP dulu. Menahan rahasia terhadap sahabat sendiri adalah hal yang sangat sulit.

"Kalau kamu gimana, Na?" Elsa menatap Naina. Mengalihkan pandangan mereka. Naina menghembuskan nafas berat.

"Huh...? Emmm gimana apanya?" Balas Naina dengan menggaruk kepalanya.

"Danar?" Ucap Niken.

"Huh? Apaan sih. Udah lhaa nggak perlu ngebahas Danar. Kalian juga udah tahu apa penyakitku. Insecure." Tutur Naina.

"Enggak gitu Na, kita tahu kamu sayang banget sama Danar. Tapi sekarang gimana? Danar udah ketemu?" Ucap Naira. Naina menggelengkan kepala.

"Udahlah..." Naina mengusap seluruh wajahnya. "Dia udah nggak ada kabar. Pergi gitu aja sehabis dia membicarakan soal kasta. Aku udah nggak anggap dia sahabat." Balas Naina.

"Seenggaknya, dia nggak se-brengsek Irshan." Tukas Via.

"Lebih brengsek lagi Indra." Ucap Elsa menambahkan.

Mereka saling menggenggam satu sama lain. "Dengar. Sekejam apapun kehidupan yang akan kita lewati. Meski seribu kali kita terjatuh, ada seribu satu kali kita harus bangun. Dan salah satunya itu adalah kebahagiaan kita. One day in your live, you will find your own happiness. Dan menemukan seseorang yang tepat untuk mengisi kekurangan kita. He is your soulmate, He is a life companion and an all time friend. Tapi kita harus yakin. Kalau kita akan melewati semua kesulitan ini terhadap diri kita sendiri. Dan itu adalah janji, untuk menyembuhkan diri dari luka." Lirih  Naira panjang lebar. Sambil merangkul teman-temannya. Mereka saling merangkul dan menangis bersama.

"Promise...?" Kata Naira. Mereka mengangguk dengan yakin.

"Promise..." Kompak Elsa, Naina, Niken dan Via.

"Sesibuk apapun kita. Jika salah satu diantara kita ada yang merasa sedih dan butuh didengar. Kita harus saling membantu." Ujar Niken.

"Aku setuju, kita harus saling menguatkan, saling mendukung dan saling melengkapi." Via menambahkan.

"Kita akan selalu ada untukmu, Via." Ujar Elsa.

"Akan selalu ada untuk semuanya." Tambah Naina.

"Elsa... Jika suatu hari nanti kamu butuh sesuatu. Kita ada untuk kamu." Naina menoleh ke arah Elsa.

"Sa, aku rasa, Indra harus kita kasih pelajaran. Dia nggak bisa terus-terusan kayak gini sama kamu. Indra harus kita laporkan ke polisi." Imbuh Niken.

"Aku setuju." Balas yang lainnya. Elsa juga mengangguk setuju.

"Kita semua sayang sama kamu, Sa. Kita usahain buat kamu dan Indra benar-benar berakhir." Tukas Naira.

Elsa menyeka air matanya. Ia tak sanggup menahan semua kalimat yang ke-4 sahabatnya lontarkan.

***

Pagi itu ketika ayam jantan telah berkokok membangunkan mimpi. Elsa mendapatkan surel panggilan kerja di sebuah perusahaan di Jakarta. Gaji pokok sebesar 6,5 juta, belum dengan tunjangan dan lemburan. Elsa tersenyum bahagia. Tapi pekerjaannya bukan pekerjaan part time. Ia harus full time bekerja dari pagi sampai sore. Tanpa pikir panjang Elsa langsung mengusulkan jadwal kuliah malam.

"Selamat pagi." Sapa Elsa saat pertama kali ia masuk ke ruangan HRD.

"Pagi. Dengan Elsa Shafira?" Tukas HRD tersebut. Elsa tersenyum ramah.

Tes wawancara Elsa selesai dalam waktu 20 menit. Kemudian ia disuruh menunggu sekitar 15 menit dengan beberapa pelamar lainnya. Karena hasilnya akan diumumkan pada hari itu juga. Elsa sangat gugup. Ia berdoa agar bisa diterima di perusahaan tersebut sebagai sekretaris.

Ketika tim HRD mengumumkan, Elsa tak percaya bahwa yang diterima di perusahaan tersebut adalah dirinya.

"Elsa, karena kau akan menjadi sekretaris pak Sam. Jadi, kau bisa mempelajari buku-buku ini mulai minggu depan." Kata pak Harry.

"Baik pak." Balas Elsa. Kemudian Harry mengajak Elsa berkeliling, memperkenalkan seluruh area spot perusahaan. Kemudian tiba di ruangan CEO, Harry mengetuk pintu, dan mengenalkan Elsa kepada atasannya. Begitu tatapan mereka saling beradu, Elsa menutup mulutnya dengan kedua tangannya. Tak percaya. Bahwa CEO Perusahaan tempat ia bekerja saat ini adalah Sameer. Kakak tingkatnya yang sudah menjadi alumni.

"Pak, ini sekretaris baru Anda." Kata Harry memperkenalkan.

"Terimakasih Harry. Saya ada wawancara khusus dengannya. Silahkan kamu keluar dulu." Balas Sam. Harry mengangguk. Jantung Elsa berdegup lebih kencang, ia sangat takut berhadapan dengan mantan kakak tingkatnya itu. Elsa menghembuskan nafasnya.

"Semester berapa sekarang kamu?" Tanya Sam. Elsa mendongak.

"Semester 3." Jawab Elsa pendek.

"Bagaimana kamu mengatur waktu antara bekerja dan kuliah?" Sam bertanya kembali.

"Emmm, saya pindah jam kuliah ke kelas karyawan pak." Balas Elsa. "Okey... Kamu sudah tahu peraturan perusahaan di sini?" Kata Sam memicingkan matanya.

"Emmm saya sudah baca sedikit pak. Tapi tenang saja pak, saya cepat belajar koq." Elsa berusaha menenangkan diri.

"Baik. Kamu bisa mulai kerja hari senin depan. Pelajari apa yang harus kamu pelajari. Datang jam 7 tepat, dan pulang jam 4 sore. Oh ya, letakkan ponselmu disini." Lanjut Sam meminta ponsel Elsa.

"Untuk apa?" Ketus Elsa.

"Bagaimana aku bisa tahu nomor ponsel sekretarisku?" Katanya. Elsa segera merogoh ponselnya, lalu meletakkannya di atas meja. Sam meraih ponsel Elsa, lalu menekan tombol nomor. Ponselnya berdering. Nomor Elsa di save diponselnya.

"Kamu boleh keluar." Kata Sam.

"Sudah pak?" Tanya Elsa pelan.

"Stay 24 jam. Selalu patuh pada perintahku. Tidak boleh menolak. Selalu tepat waktu jika diperintah." Jawab Sam sambil mengutak atik ponselnya.

"Eee... Baik pak." Balas Elsa

"Kau boleh pulang." Katanya. Elsa pun berlalu meninggalkan ruangan Sam.

***

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!