Bantu Aku Cerai

Bantu Aku Cerai

Jodohkan Saja

Setiap  pagi dan sore selalu terdengar ocehan dari kedua orang dewasa. Rumah besar  dengan dinding yang di cat putih serta pilar kokoh yang diberi warna emas.

Belum lagi benda yang ada di dalamnya. Lampu hias gantung, pot keramik berukuran besar, lukisan yang menempel di dinding, tirai kain yang mewah serta kursi dan meja dengan kayu antik super mahal.

Pemiliknya sebuah keluarga beruntung karena mereka diberkahi kemewahan. Hal itu tidak didapat dengan mudah. Mereka bekerja keras untuk semuanya.

Awalnya mereka hanya tukang sayur yang berubah pangkat menjadi konglomerat. Hidup di rumah sederhana, kursi sofa yang sobek di mana-mana serta tidur di lantai dengan alas tikar. Dengan kegigihan, sepasang suami istri itu mendapat balasannya.

Bermodal nekat, sepetak tanah satu-satunya warisan dijual. Sepasang suami istri itu pergi ke Ibukota Jakarta. Keduanya memulai bisnis pakaian, toko kelontong, yang lama kelamaan berubah menjadi butik dan supermarket yang tersebar di seluruh daerah nusantara.

Kebahagian itu terasa lengkap ketika mereka dikarunia seorang putri yang mampu meneruskan usaha orang tua, bahkan membuatnya semakin berkembang.

Apalagi yang kurang? Semua sudah didapatkan. Rumah tempat berteduh yang sangat layak. Kendaraan roda empat yang bisa membawa mereka ke mana pun. Uang cukup bahkan berlebih untuk keluarga itu mengisi perut. Namun, mereka merasa ada yang kurang.

Sepasang suami istri itu hanya mempunyai putri tunggal yang kini berusia dua puluh lima tahun. Jika putri mereka pergi bekerja, tinggallah sepasang suami istri paruh baya di rumah. Keduanya berbincang mengenai putri mereka yang belum juga menemukan pasangan. Umur tidak ada yang tahu. Mereka ingin melihat sang putri bersanding dengan seorang pria baik sebelum dipanggil oleh semesta.

"Kapan kamu mau menikah, Nak? Umurmu sudah dua puluh lima tahun," ucap Santi.

Santi adalah ibu dari wanita yang tengah duduk sembari menatap roti bakar yang belum disentuh. Tidak heran, wanita itu akan menghabiskan sarapannya setelah siraman rohani ini kelar.

"Liberti! Ayah dan Ibu  sudah tua. Sebelum kami dipanggil, kamu cepat menikah," sambung Ilham. Ayah dari Liberti yang sudah berusia enam puluh tahun.

"Berti baru dua puluh lima tahun. Di luar sana banyak wanita lebih tua, tapi belum menikah," bantah Liberti.

"Kamu tidak malu apa kalau ada acara ditanya kapan nikah?" ucap Santi.

"Jelas Berti merasa terganggu. Apalagi Ibu sama Bapak tiap pagi dan sore selalu ceramah tentang masalah ini. Begini saja. Karena Bapak dan Ibu mau Berti cepat nikah, mending cariin Berti jodoh saja. Sama siapa saja Berti mau. Yang penting baik dan setia."

"Kamu serius dengan ucapanmu?" tanya Ilham.

"Serius, Ayah. Berti terima saja siapa pun jodoh pilihan Ayah dan Ibu."

"Kalau kamu serius, Ayah bisa carikan."

"Pokoknya terserah Ayah dan Ibu. Nah, pembicaraan cukup sampai di sini. Berti mau sarapan dengan tenang."

******

Liberti Siswantoro, perawan berusia dua puluh lima tahun. Berperawakan tinggi sekitaran seratus enam puluh lima sentimeter, mata bulat, berambut panjang hitam, hidung mancung, bibir tipis, dan membuat sempurna adalah berkulit kuning langsat.

Dalam hal berbisnis sangat pandai, tetapi dalam hubungan asmara, wanita itu berada dititik memprihatikan. Sejak usia remaja sampai sekarang, Berti hanya pernah menjalin hubungan dua kali. Keduanya kandas ditengah jalan. Parahnya hal itu disebabkan oleh orang ketiga.

"Wajahmu suntuk?" kata Sari.

Sari adalah sahabat Berti. Wanita modern yang tidak ingin menikah kecuali bersama pria kaya. Wanita itu bekerja sebagai manager hotel ternama di Jakarta. Cantik, tubuhnya tinggi dan ramping. Rambutnya panjang dan sengaja diwarnai cokelat, dan suka berpakaian yang menunjukan lekuk tubuh.

Saat ini keduanya berada di restoran hotel tempat Sari bekerja. Berti sengaja datang menemui sahabatnya di jam istirahat siang.

"Biasa. Orang rumah suruh aku nikah," jawab Berti.

"Begitu lagi. Cari cowok saja."

"Memangnya selama ini aku tidak mencarinya. Rasanya susah wanita sepertiku mendapat jodoh. Wanita dengan kemandirian memang bagus, tetapi cowok malah takut mendekat. Mereka menganggap untuk mendekatiku harus sederajat. Padahal aku mau saja terima mereka asal bertanggung jawab," tutur Berti.

"Kalau pengusaha muda selera mereka tinggi semua. Kayak artis begitulah," tambah Sari.

"Kayaknya aku harus rajin merawat diri biar ada yang tertarik."

"Kamu sudah cantik. Hanya penampilanmu saja yang harus diubah," kata Sari.

"Maksudmu? Aku harus operasi plastik?"

"Haish! Postur tubuhmu seperti jam pasir. Tunjukan saja itu. Pakai pakaian yang sedikit menonjolkan kelebihan tubuhmu," saran Sari.

"Itu sengaja mengundang perhatian," kata Berti.

"Tujuannya memang itu. Dasar!"

"Lupakan soal itu. Aku sudah minta bapak dan ibu buat cari jodoh untukku," kata Berti.

"Serius?"

Berti mengangguk. "Seriuslah. Pokoknya, siapa pun itu, aku terima sebagai suamiku."

Sari menyedot jus jeruk dari gelas miliknya. Di saat itu pandangannya tanpa sengaja mengarah ke pintu masuk dan ia tersedak minuman.

"Minum saja kamu sampai tersedak."

"Lihat siapa yang datang. Ganteng banget itu cowok," kata Sari.

Liberti menoleh ke belakang. Dua orang pria tampan berjalan menempati meja yang tidak jauh dari keduanya. Kedua pria itu memakai jas serta dasi, dan pastinya Berti tahu bahwa keduanya telah selesai meeting.

"Bukannya kamu manager di sini. Kenapa tidak tau orang yang menyewa tempatmu?" tanya Berti.

ini"Kamu kira tugas manager mengecek satu per satu siapa tamu yang datang? Aku enggak mungkin juga melihat wajah setiap tamu yang menyewa tempat di sini," jawab Sari.

"Benar juga. Apa dia masuk kriteriamu?" tanya Berti.

"Wajahnya sangat tampan, tapi enggak tau statusnya. Aku cuma ingin pria kaya."

"Dasar matre!" ledek Berti.

"Aku hanya ingin pernikahan realistis. Makan cinta doang enggak bikin kenyang," ucap Sari.

Liberti tertawa kecil, ia mencuri lirik ke arah meja yang ditempati kedua pria tadi. Memang tampan. Satunya terlihat berwibawa. Tubuhnya tinggi kekar, alisnya melengkung tebal, hidung mancung. Tampak dari samping tulang yang menonjol. Sayangnya Liberti tidak bisa melihat secara jelas pahatan sempurna itu.

Sementara pria satunya memakai kacamata. Liberti juga yakin jika dibalik jas itu terdapat tubuh yang sudah lama berlatih angkat beban. Hidungnya mancung, bibirnya tipis, dan sepertinya sangat sopan.

Liberti duga jika pria berkacamata itu adalah bawahan si pria yang mengenakan jas berwarna krem. Sesekali pria dengan mata empat itu menganggukkan kepala seperti meminta maaf ketika bicara.

Tidak tahu status dari keduanya. Wajah tampan seperti itu pasti sudah punya pasangan. Wanita mana yang tidak jatuh hati atas ketampanan keduanya. Sari saja sampai tergiur, tetapi sahabatnya itu tidak memandang tampan saja. Materi lebih penting baginya.

Bersambung

Terpopuler

Comments

Yuli maelany

Yuli maelany

aku mampir lagi kak kirain gak bikin karya lagi.....

2023-03-18

0

Raffa Iskandar

Raffa Iskandar

mampir ka

2023-01-15

0

Khg Erkel Sati Sendiran

Khg Erkel Sati Sendiran

jada munda

2022-12-28

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!