POV Alexander Smith
"Salam paman!" sapaku ketika paman Yusuf membuka pintu rumahnya untukku. Aku dipersilahkan masuk dan duduk di ruang tamu bersama seorang tamu pria lainnya.
"Kenalkan, ini Alexander Smith tetangga baru kita. dan ini Azzam Gennadi putra dari sepupu saya." ujar Paman Yusuf memperkenalkan kami berdua. Kami pun saling menyapa sembari mengulurkan tangan untuk bersalaman. Ada kilat aneh Dimata pemuda yang cukup gagah ini padaku tetapi aku berusaha mengabaikannya. Ia menjabat tanganku sangat keras kemudian melepaskannya setelah bibi Sarah muncul membawakan kami minuman hangat beraroma jahe.
"Katakan nak Alex, ada perlu apa kamu kemari." ujar paman Yusuf setelah kami menghabiskan secangkir minuman jahe itu.
"Aku ingin meminta pendapat paman tentang Nikita putriku yang akhir-akhir ini merengek ingin bersekolah padahal dia saja belum bisa berjalan dengan benar." jawabku dengan cepat.
"Kebetulan sekali, Nak Azzam ini adalah kepala sekolah di madrasah yang terdapat di dekat pasar sana. Kamu tahu kan sekolah itu? Satu-satunya sekolah di desa ini." wajah paman Yusuf kelihatan sangat gembira dan menjelaskan banyak hal tentang sekolah tersebut. Kuperhatikan Azzam tidak banyak berkomentar.
"Baiklah paman, besok aku akan langsung membawa Nikita untuk mendaftar."
"Iyya nak, kamu bisa mengajak Aisyah kalau kamu membutuhkan penunjuk jalan. Ia sangat menguasai daerah ini."
"Tidak perlu paman, kurasa aku tidak akan tersesat di tempat ini. Semua penduduk ramah dan baik hati. Permisi paman." ujarku kemudian pamit setelah mengucapkan banyak terima kasih akan kebaikan hati Paman Yusuf.
Masih ada rasa tak nyaman yang kurasakan melihat pandangan tak biasa dari seorang Azzam Gennadi yang katanya adalah kepala sekolah di madrasah itu. Ia bahkan tidak ikut mengantarku keluar dari rumah itu.
🍁🍁🍁
Aku mengunjungi sebuah madrasah, satu-satunya sekolah yang ada di desa ini. Letaknya pun tidak terlalu jauh dari rumah. Sepulang dari pasar aku sengaja singgah di sekolah itu mendaftarkan Nikita sebagai calon siswi anak usia dini atau kindergarten.
Selama kami berada di desa ini Nikita rajin sekali menulis dan membaca didampingi oleh Aisyah, gadis bar-bar putri seorang kepala suku Avar penghuni muslim di desa Rakhata ini. Gadis itu sangat keras kepala meskipun aku selalu menolaknya dan tidak mengizinkannya masuk ke rumah kami ia tetap tidak peduli. Untungnya Nikita sangat nyaman dengannya.
Aku merasa Nikita perlu keluar rumah untuk bersosialisasi dengan anak seusianya supaya ia lebih bisa peka terhadap lingkungannya tidak seperti aku yang walaupun sudah berminggu-minggu di sini aku masih belum bisa membuka diri. Aktivitasku hanya sebatas di dalam rumah dan baru keluar rumah jika ingin berbelanja pada hari-hari tertentu di Pasar terdekat. Hingga kadang para tetangga mengangapku orang asing yang aneh.
Sempat kudengar bisik-bisik dari beberapa orang yang lewat di depan rumah ketika aku sedang membersihkan halaman.
"Orang asing itu kok bisa diterima di rumah Kepala suku."
"Dia belum pernah ikut dalam pertemuan setiap selesai sholat Jumat di masjid."
"Aku lihat Aisyah sering sekali keluar masuk rumah itu. semoga saja mereka tidak sedang melakukan hal yang buruk."
Mendengar itu aku langsung mendatangi rumah paman Muhammad Yusuf kepala suku Avar yang sangat disegani di desa ini. Letaknya hanya berjarak satu blok dari rumah yang sedang aku tempati bersama Nikita.
"Aku mohon maaf paman, karena aku paman mendapatkan banyak cerita jelek di luar sana."
"Cerita apa yang kamu maksud nak?" tanya Paman dengan wajah bingung.
"Tentang aku yang paman terima di tempat ini tanpa tahu latar belakangku."
"Aku menerima mu karena Allah, aku tahu kamu orang baik cuma belum bisa beradaptasi dengan warga di sini. Cobalah nak membuka diri, bergabunglah dalam setiap pertemuan di desa. Ikut bergotongroyong bersama warga. Insyaallah mereka akan menerima nak Alex dengan baik. Mereka hanya penasaran dengan sosokmu yang tertutup." ucapan Paman Yusuf membuatku tersadar bahwa aku sendiri yang membuat orang berprasangka buruk padaku.
"Terima kasih paman, tapi aku sendiri tidak mempunyai keyakinan yang sama dengan warga di sini. Apa tidak masalah?"
"Tidak masalah. Kami di sini menerima semua ciptaan Allah. Kami bisa menerima perbedaan." ujar Paman Yusuf dengan senyum teguh di wajahnya.
"Dan tentang Aisyah, bolehkah aku melarangnya untuk mengunjungi rumahku paman?" aku bertanya ragu-ragu takut paman Yusuf tersinggung.
"Hahaha, Aisyah itu gadis keras kepala. Ia belum tahu dampaknya jika sering bertamu ke rumah orang yang tidak ada hubungan dengannya. Usir saja dia kalau berani ke sana lagi. Mungkin aku akan menikahkannya supaya ia belajar tinggal di rumah." Aku lega paman Yusuf tidak marah dengan caraku yang tidak sopan ini.
"Baiklah paman, terimakasih." aku pun pamit dan segera menuju ke rumah untuk mempersiapkan Nikita yang akan berangkat ke sekolah.
Pagi ini Nikita bangun dengan suasana hati yang sangat bagus. Ia sampai-sampai bersenandung terus ketika aku memandikannya di dalam kamar mandi.
"Hari ini aku bahagia dad," ujarnya ketika kutanya kenapa ia sampai seperti itu. "Aku akan bertemu banyak teman di sekolahku nanti." lanjutnya lagi dengan mata berbinar. Sekali lagi mata itu mengingatkanku pada Paula ketika keinginannya kukabulkan. Ia akan berjingkrak senang sambil memelukku.
"Oh my dear Paula. Kenapa kamu meninggalkan kami secepat itu." keluhku dalam hati.
"Dad, kamu tidak senang kalau aku masuk sekolah?" tanya Nikita ketika melihatku diam dengan wajah yang mungkin terlihat sedih dimatanya.
"Tidak sayang, Daddy sangat bahagia kalau kamu masuk sekolah dan menjadi anak pintar."
"Tapi dad, apakah anak lain juga menggunakan kursi roda?" ujar Nikita sembari memperhatikan kakinya yang masih di gips karena keretakan itu.
"Tidak sayang, mereka kan bisa berjalan dengan normal."
"Apakah nanti aku akan bisa berjalan dad?"
"Tentu saja sayang. Setelah keadaanmu lebih baik kita akan mengunjungi Rumah Sakit lagi untuk memeriksa kembali kakimu."
"Terimakasih Dad, aku sayang padamu." ujar Nikita sembari menciumi seluruh permukaan wajahku. Setelah mempersiapkan bekal yang akan dibawa Nikita ke sekolah barunya, kami pun berangkat ke sekolah baru Nikita. Sebuah madrasah yang berisi banyak tingkatan di sana. Dari mulai Raudhatul Athfal atau TK, Madrasah Ibtidaiyah atau SD, Madrasah Tsanawiyah atau SMP, dan Madrasah Aliyah atau SMA. Mereka tidak menggunakan seragam seperti pada umumnya.
Sesampainya di sana. Aku disambut oleh Aisyah di gadis bar-bar putri kepala suku Ava tetapi penampilannya kini berbeda ia lebih anggun dan dewasa daripada umurnya.
"Nikita sayang, selamat datang di sekolah kami." ujar Aisyah dengan senyum mengembang.
"Kakak Aisyah, senang berjumpa denganmu lagi." ujar Nikita tak kalah senangnya. Sejak aku meminta izin kepada paman Yusuf untuk mengusir Aisyah jika datang ke rumah, gadis itu tak pernah lagi datang bahkan ketika kami berpapasan di jalan. Ia tak lagi menegur atau berbasa-basi.
"Mari sayang, kakak antar ke kelasmu." Aisyah membawa Nikita tanpa menyapaku sedikitpun. Aku berdiri di depan gerbang seperti orang bodoh. Aku akhirnya mendatangi bagian admistrasi di sekolah itu.
"Salam tuan Alex." sapa Zarema seorang staf yang aku temui kemarin. "Ada yang bisa dibantu tuan?" tanyanya lagi dengan ramah.
"Aku cuma ingin tahu jam berapa aku bisa menjemput Nikita, nona?"
"Jam 12.00 siang tuan."
"Baiklah, terima kasih." Aku pun pulang ke rumah dan melanjutkan satu pekerjaan ku di sana. Yakni menanam sayur mayur di halaman samping rumah yang masih kosong dengan metode hidroponik.
---Bersambung---
🍁 🍁🍁
Hai readers tersayangnya othor, Dukung terus ya karya receh ini dengan cara like, dan komentar. Kirim bunga sekebon juga dong agar othor semangat updatenya.
Nikmati Alurnya dan happy reading 😍😍😍😍😍
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 283 Episodes
Comments
ida fitri
Niki bakalan punya teman baru di 🏫 sekolah
2022-09-11
2
may22
hmm.. sedih lgi Alex
2022-08-19
1
may22
yeyyy Nikita sekolah
2022-08-19
1