Aisyah tidak pernah menduga sebelumnya kalau penghuni baru yang akan menempati rumah ayahnya yang selama ini kosong adalah seorang pria tampan dan dingin seperti itu. Beberapa hari yang lalu ada seorang agen perumahan yang biasanya rutin mengunjungi perkampungan mereka menyatakan kalau seorang pria sedang ingin membeli sebuah rumah di daerah itu tetapi identitasnya disembunyikan.
Tentu saja ia mencak-mencak tidak setuju. Ia bahkan membujuk ayahnya Mohammad Yusuf untuk tidak menerima orang itu tinggal di kampung mereka yang selama ini cukup damai tanpa ada orang asing.
"Ayah, aku tidak setuju kalau ada orang asing yang tinggal di daerah kita. Apalagi ia harus merahasiakan identitasnya." ujar Aisyah waktu itu setelah mendengar maksud kedatangan si agen perumahan bersama seorang pria muda dengan tampang dingin dan datar itu.
"Hey, jangan seperti itu. Bukankah kita hidup harus saling tolong menolong?" jawab Yusuf dengan tersenyum.
"Lagipula kamu dengar sendiri kan. Mereka dari keluarga miskin dan putrinya juga katanya sedang sakit. Apa kamu tega tidak memberi tempat pada mereka, apalagi mereka siap membayar."
"Ayah, mereka bukan dari keluarga miskin. Buktinya mereka mau membeli tanah ini dan rumahnya." jawab Aisyah lagi berusaha mempengaruhi ayahnya.
"Itu bukan uang pribadinya sayang, kemungkinannya mereka mendapatkan uang itu dari santunan orang-orang kaya kenalan mereka."
"Mereka orang asing ayah, kita tidak tahu latar belakangnya dan jangan sampai mereka membawa dampak buruk di kampung kita ini." Aisyah tetap ngotot dengan pendapatnya.
"Astagfirullah Aisyah putrinya ayah, ketika kamu ingin menolong orang lain apakah kamu bertanya terlebih dahulu apa latar belakang mereka, nak?"
"Menolonglah tanpa memandang apa agama, suku, maupun rasnya. Sesungguhnya mereka datang bukan karena kehendaknya tetapi semua itu rencana yang sudah diatur oleh Tuhan." Aisyah terdiam berusaha mendalami perkataan ayahnya.
"Tapi ayah, apakah ayah tidak curiga? kenapa kita tidak boleh tahu identitas sebenarnya dari orang itu?" tanya Aisyah lagi. Pokoknya ia berniat mempengaruhi ayahnya agar menolak permohonan orang tersebut.
"Tetaplah berprasangka baik, sayang. Karena itu akan baik untuk hatimu. Buang segala pikiran burukmu niatkan saja kalau menolong orang itu karena Allah semata."
"Ayah," Aisyah merajuk. Ia ternyata belum bisa menembus pertahanan ayahnya.
Dua hari yang lalu orang itu datang lagi. Ia memperkenalkan dirinya sebagai Maksim. Saudara jauh tuan Alexander yang akan tinggal di kampung ini. Tepatnya di rumah sang ayah yang sudah lama tidak ditinggali sejak putranya yang lain keluar negeri untuk menuntut ilmu.
Kali ini Aisyah yang menemuinya langsung karena ayahnya sedang berkunjung ke rumah bibi saudaranya yang sedang sakit.
"Maaf, nona. Saya ingin mengurus kepemilikan tanah dan rumah itu terlebih dahulu sebelum kakak saya menempatinya." ujar Maksim dengan wajah datar tanpa senyum. Wajahnya bagaikan seorang anggota gengster dimata Aisyah. Apalagi penampilannya dengan balutan jas mahal dan juga memakai mobil yang sangat mewah.
"Terus terang saya tidak setuju ada orang asing yang tidak kami kenal atau identitasnya di sembunyikan dari kami terus mau tinggal di daerah kami." ujar Aisyah dengan pandangan curiga. Matanya yang besar dan indah memindai keseluruhan tubuh Maksim seakan menjadi sensor atas apa yang disembunyikan Maksim di dalam pakaiannya.
Maksim berdehem tidak suka dipandang seperti itu oleh seorang gadis. Untung gadis itu cantik. Pikirnya.
"Katakan apa rencana tuan sebenarnya!" bentak Aisyah dengan kaki memasang kuda-kuda. Ia memasang sikap waspada.
Maksim merasakan bibirnya berkedut ingin tersenyum tetapi berusaha ia tahan. Ia tetap datar dan tak terpengaruh.
"Ayo katakan!, masih banyak tempat di belahan bumi ini. Jangan membawa masalah ke kampung kami, tuan!"
"Justru itu, karena ada nona seperti anda di sini. Saya merasa tempat ini cocok untuk kakak saya dan putrinya agar mereka bisa terhibur." jawab Maksim datar.
"Astaga, kamu pikir saya ini badut, hah! bisa menghibur orang lain." mata Aisyah yang bulat indah rasanya ingin melompat keluar dari tempatnya.
"Saya tidak akan biarkan ayah menjual rumah dan tanahnya titik." putus Aisyah dengan emosi.
"Baiklah kalau tidak dijual tidak apa-apa. Biarkan mereka tinggal untuk sementara di sini sampai saya menemukan tempat yang baru bagi mereka." kali ini wajah Maksim sudah berubah. Suaranya memohon dengan sangat. Sebenarnya ia dengan kekuasaannya bisa saja menemukan tempat dengan cepat untuk Alexander Smith sang bos. Tetapi sejak pertama ia menginjakkan kakinya di kampung ini ada rasa nyaman yang ia rasakan. Penduduknya baik dan ramah. Serasa ia menemukan sebuah keluarga yang hilang di sini. Dan itu cocok untuk Alexander yang selama ini hidup dalam kesendirian tanpa keluarga agar bisa lagi hidup normal seperti orang lain.
"Baiklah karena tuan memohon. saya kasih persyaratan." ujar Aisyah dengan mata berkilau penuh rencana. Ia merasa percuma menolak karena sebenarnya ayahnya yang punya kuasa di sini. Ia hanya ingin orang asing ini tahu, kalau ia juga bisa memberikan penawaran walaupun biasanya tidak berhasil.
"Silahkan nona. Apa persyaratannya."
"Tanah ini baru bisa kami jual kalau saudaramu itu bisa rukun dengan semua penduduk di sini. Dan tentu saja tidak berwajah datar sepertimu.' ujar Aisyah memcebikkan bibirnya. Ia yakin orang-orang seperti mereka tidak akan bisa bersosialisasi dengan baik. Wajahnya saja sedatar tembok begitu.
"Baiklah." Maksim menyetujui persyaratan itu. Ia bisa membayangkan bagaimana reaksi Alexander nantinya. Yang ia tahu bosnya itu jarang bersosialisasi dengan orang lain kecuali hanya menebarkan ketakutan dan kekerasan pada lingkungan sekitarnya.
"Maafkan aku bos. Semoga dengan hidup bersama orang-orang ramah ini hidupmu lebih berwarna." bisik Maksim dalam hati.
🍁🍁🍁🍁🍁
Aisyah tidak sadar tersenyum sendiri mengingat betapa tampannya pria asing itu. Ia pikir akan bertemu dengan pria tua duda beranak satu yang sangat menyedihkan.
"Ya ampun, dia tampan sekali." ujarnya dalam hati.
"Dan putrinya itu cantik dan sopan tidak seperti daddy-nya yang dingin dan arogan Hem."
"Aisyah!" suara ayahnya yang memanggilnya berkali-kali membuyarkan lamunannya.
"Eh, ayah ada apa?" tanyanya dengan wajah polos. Ia belum sadar kalau semua anggota keluarga sedang menatapnya aneh.
"Kamu mau makan atau mau apa?" tanya Yusuf sambil melihat mangkuk sup yang ada dihadapannya dan wajahnya bergantian.
"Eh, aku mau makan yah," Aisyah menjawab gugup. Ia memperhatikan mangkuknya yang sudah penuh bahkan tumpah melumer ke meja makan karena ia sibuk menghayal.
Sup Borscht yang merupakan hidangan orang Rusia seperti mereka yang biasa ditemukan di atas meja makan keluarga Yusuf karena musim dingin sudah datang.
Sup ini sangat cocok dikonsumsi untuk menghangatkan tubuh. Sup yang berwarna dominan merah ini terbuat dari buah bit dan kubis merah ini biasa disajikan bersama roti, daging, dan keju.
Citarasa yang gurih dan sedikit manis ini sangat cocok jika disajikan dalam keadaan panas dan dinikmati bersama keluarga atau teman. Tambahan roti dan keju dapat mengenyangkan perut.
Makanan ini juga sedikit kental dan pastinya sangat menggugah selera kita.
Aisyah segera menyendok sup itu walaupun sudah dingin. Ia tak mau jadi pusat perhatian seluruh keluarga karena aksinya yang sedang menghayal saat makan.
----Bersambung---
🍁🍁🍁
Dukung terus karya receh ini ya, Like dan komentar pastinya sangat aku harapkan.
Hadiah and Vote juga boleh...
Nikmat alurnya dan Happy reading 😍😍😍😍😍
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 283 Episodes
Comments
may22
hihiiww
2022-08-19
1
may22
hhhahaaa
2022-08-19
1
may22
nah btulntuh
2022-08-19
1