Bab 2: Mencari tau

“Derek, ibu peringatkan kau selama seminggu ini jangan keluar rumah, kecuali bersekolah atau bersama ibu atau anggota keluarga lainnya. Ibu tau ini sulit, tapi ini demi kebaikanmu juga. Mengerti?”

Derek diam sejenak merasa kecewa, ibunya mengangguk padanya untuk meminta jawaban. “Entahlah bu, tapi kejadian itu bukanlah kejahatan atau pun musibah biasa. Rasanya seperti berada di tempat lain.”

“Derek, mengerti?” “Iya bu,” ucapnya dengan nada suara yang tak rela.

Pada sore harinya, Derek menghubungi sahabatnya di sosial media grup persahabatan mereka. Panggilan kamera telepon diangkat. Farry tersenyum, “Hei bro, senang melihatmu.”

“Teman-teman, bisakah kita besok malam ke pinggir jalan sana? Ada hal penting, barangku jatuh dan hilang di sana. Kami sudah mencarinya tapi tak ketemu. Mungkin kita bisa tanya pada orang sekitar.” Farry terkejut, “Barang apa?”

“Kedua earphone bluetooth mahalku.”

“Oh, baik kami bantu,” lanjut Farry. “Tidak perlu menanyakan mengapa bisa terjatuh,” balas Derek. Farry mengusulkan, “Alex, bagaimana menurutmu? “Alex ragu sebentar lalu menjawab, “Itu pasti sudah dicuri orang.” “Tolonglah, temani aku mencarinya, itu barang berhargaku,” lanjut lagi Derek. “Baiklah,” kedua temannya pun menyetujuinya.

“Bagus,” mengakhiri panggilan, “Semoga saja ini bukanlah gejala-gejala gangguan halusinasi.”

“Bagaimana ini caraku bisa keluar rumah?” Lalu melihat jendelanya yang sudah dipasangkan pagar hiasan sejak lama. “Aku harus membuat alasan yang spesifik.” Seharian penuh Derek memikirkannya, “Ayolah,” Masih memikirkannya, “Aku harus cepat.”

Seketika Derek teringat temannya yang meminjam buku novel grafisnya itu, “Oh,” lalu membuat rencana drama bersama temannya itu dan kedua sahabatnya lewat sosial media. Alex berkata, “Mengapa tak kau jelaskan saja kau ingin mencari barangmu yang hilang itu?” “Dia tetap tidak mengijinkan, katanya relakan saja, percuma. Ayolah,” jawabnya.

“Bu, aku ingin menjenguk temanku yang sakit di rumahnya bersama kedua temanku. Aku ada meminjamkannya sebuah novel grafisku, aku ingin menjelaskan novelku itu padanya agar dia semakin bisa terhibur ketika kala sakit membacanya.”

“Siapa nama temanmu itu?” tanya ibunya. “Medrick. Medrick Lawson.” Ragu ibunya, “Mending tidak usah, itu tak penting. Kau pun juga baru habis sakit tertabrak pingsan.”

“Aku hanya pingsan bu, bukan sakit. Orang sakit terlebih lagi dia teman, sudah tentu kita harus mempedulikannya, dia perlu perhatian,” Lanjut Derek. “Memangnya sakit apa dia, sampai sebegitunya dia diperhatikan?” “Demam tinggi bu sejak beberapa hari lalu, kondisinya mulai membaik, dia temanku, kami harus menyemangatinya,” jawabnya. “Heuuhh…” Ibunya merasa dipaksa, “Baiklah, jenguk dia, tapi ingat jangan keluyuran setelah itu.” “Iya bu, terima kasih.”

Pada malam harinya mereka pergi ke rumahnya menggunakan mobil. Derek berkata, “Berhasil.” “Aku merasa berdosa ikut terlibat melakukan ini, tapi apa boleh buat, kita mencari punyamu yang hilang itu,” ucap Alex yang menyetir dengan sedikit menyesal.

“Ayo, cepat kita pergi ke sana,” lanjut Derek.

Setelah sampai di rumahnya Medrick, mereka masuk ke dalamnya agar ketika dicari tau ada yang percaya, dan hanya berbincang sebentar termasuk menceritakan drama bohong mereka tadi dengan perasaan tak nyaman. Hingga kebingungan ingin membicarakan apa lagi. Setelah keluar dari rumah Medrick, mereka pergi ke jalan itu dan tidak merasakan apa pun, lalu Derek menjelaskan, “Teman, sesungguhnya, waktu itu aku ada melihat seekor monster besar tak biasa mirip seperti dinosaurus, tapi sepertinya sebuas dengan monster yang ada di dalam kisah mitologi, monster itu sedang bertarung dengan seseorang yang mengenakan pakaian seperti robot militer melawannya. Makhluk itu ada menabrak diriku hingga pingsan di sini. Jadi aku ada membawa pistol untuk berjaga-jaga, jika diri kita mulai terkena bahaya.”

“Kau membohongi kami. Apa maksudnya ini?!” terheran-heran Farry. “Sampai sebegitunya kau Derek!” ucap Alex yang ikut terheran-heran juga. “Supaya kalian tidak menghindar ketakutan untuk ku ajak mencari tau ini, jika aku menceritakan yang sesungguhnya. Kalian lihat saja,” Derek mengeluarkan pistolnya. Kemudian mobil polisi datang melintas, bergegas dia menyimpan pistolnya. Polisi itu membuka kaca samping depan mobilnya, “Hei, apa yang kalian lakukan di sini?”

“Sedang lewat berjalan kaki, sambil berbincang-bincang di sini,” jawab Derek. “Kami habis dari rumah teman kami,” ucap Alex. “Aku baru saja sedang bercerita,” ucap Farry. “Para anak muda, baik, tetaplah berhati-hati ya,” ucapnya lalu menutup kacanya dan meninggalkan mereka. Lalu dibalas serentak, “Iya!”

Mengeluarkan pistolnya kembali. Kemudian malah muncul cahaya putih tak biasa menjulang seperti tiang besar, namun di sekelilingnya seperti pancaran senter, mereka terkejut dan terheran-heran, Derek mulai mendekati cahaya itu dan menyentuhnya, “Heuh? Cahaya, aneh bisa ada di sini.” “Derek?” Khawatir Farry. Lalu masuk ke dalamnya. “Derek menghilang,” ucap Alex. “Ayo kita masuk ke dalam,” Farry menarik tangannya ikut mengajaknya. Setelah mereka masuk.

Mereka turun dari tanah yang daratannya sedikit lebih tinggi, yang ukuran jaraknya sekira tangga satu pijakan, “Heuh, hampir saja,” terkejut Alex. Cahaya itu pun menghilang. Mereka melihat dua kubu yang saling berperang dengan senjata tembakan yang lebih canggih, berlaras panjang dan mengeluarkan peluru api dan peluru berlaser. Dan mereka sedang berada di tengah-tengahnya. Mereka berlari menghindar dan berlindung di tengah batu yang besar. “Astaga, ini mengerikan!!! Apa-apaan ini!!!” ucap Farry ketakutan, lalu menoleh ke Derek, “Derek kau ini!!!”

“Oh Sial!!! Hal aneh dan gila macam apa ini?!!!” Ucap Alex ketakutan. “Aku tak ada membawa kalian ke dalam masalah ini, aku tak tau ini, aku hanya ingin memeriksa apa yang ku alami waktu itu.” Lalu tanpa sengaja tembakan di arah belakang mereka mengarah ke batu tempat mereka berlindung tersebut membuat mereka semakin ketakutan. Mengarahkan pistolnya dan mencoba menembak mereka beberapa kali sambil berlindung.

Beberapa anggota kubu yang ada di depan mereka, yang melihatnya mulai berlari maju berhati-hati sambil mendekati mereka, “Ayo ikut kami,” lalu membawanya pergi dan melindunginya. Mereka mengira tiga orang itu berniat membantu mereka. “Mundur!!! Kita Mundur!!!” Mereka pun pergi dengan kendaraan darat mereka.

“Mereka terus mengejar kita!” ucap salah satu anggota. Mereka saling menembaki. “Lemparkan bom!” ucap ketua beri perintah. “Siap!”

Setelah sampai di markas mereka ketua itu bertanya, “Siapa kalian?” “Kami tak ada hubungannya dengan ini. Kami tersesat,” ucap Farry terengah-engah, lalu menunjuk Derek, “Dia...” “Aku tadi menembak hanya sedang merasa tegang dan terancam saja.” “Kami bukan siapa-siapa, hanya anak biasa, yang perlu ketenteraman hidup,” ucap Alex juga terengah-engah. Ketua itu melihat pistol Derek, lalu memegangnya dan melepaskan wadah pelurunya, “Pistol berpeluru api, bagaimana kalian bisa berada di sana? Mereka tadi juga ku lihat menembak kalian.”

“Dengar, kami mohon kami ingin pulang, dan sepertinya kami harus kembali ke sana, entah bagaimana, kami keluar dari cahaya portal itu yang ada di sana tadi tapi sudah menghilang,” Derek memohon. Lalu mengembalikan pistolnya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!