POV Author.
Setelah pembicaraan keduanya selesai, Tuan Gunawan mengajak Widia menjumpai ibu serta putrinya. Widia yang tidak mungkin menolak ajakan pria itu segera mengabari Putri, agar sahabatnya tersebut segera kembali ke rumah, tak lupa Widia juga meminta bantuan Putri untuk menjemput Farhan di sekolahnya.
Kini keduanya berada di dalam satu mobil, tak ada satu pun yang mengawali obrolan. Gunawan fokus menatap jalanan, sementara Widia yang merasa canggung hanya bisa memilin buku buku jarinya.
Sampai keduanya tiba di rumah mewah yang pernah di datangi Widia sebelumnya, saat nyonya Lena memintanya untuk membujuk cucunya.
Saat mobil berhenti, barulah suara Gunawan memecah keheningan.
"Sama seperti dirimu, saya juga sangat menyayangi putriku. jadi saya harap kamu bisa bekerja sama dengan baik, karena kamu tahu sendiri, kita menikah demi anak anak kita. mainkan peranmu sebagai calon ibu sambung yang baik untuk putriku, aku pun akan melakukan hal yang sama!!." mendengar kalimat pria itu membuat Widia perlahan mengangguk.
"Karena putriku sangat menyayangi dirimu." lanjut Gunawan, sementara Widia kembali mengangguk meski di dalam hati, wanita itu ingin sekali bertanya, apa alasan gadis itu sangat menyayangi dirinya sedangkan mereka baru saja berjumpa. namun mulut Widia serasa terkunci, tak berani menanyakan hal itu pada pria yang selalu bersikap dingin tersebut.
"Sekarang turunlah, Putriku sudah menunggu kedatanganmu!!." titah Gunawan saat melihat putrinya melangkah mendekati mobilnya dengan wajah berseri seri.
Seperti perintah pria itu, Widia kemudian turun saat Arista berdiri di depan mobil hendak menyambut kedatangannya.
"Tante cantik." gadis itu nampak berseri seri melihat kedatangan Widia calon ibu sambungnya, begitupun dengan Widia yang membalas senyuman Arista dengan tulus.
"Hai sayang." seperti biasa, saat belum bertemu dengan ayahnya Arista, Widia pasti akan bersikap hangat pada Arista. karena bagi Widia, Arista tak jauh berbeda dengan dirinya yang sudah tidak mempunyai seorang ibu.
"Tante, Arista kangen banget sama Tante cantik." gadis itu kemudian memeluk tubuh Widia. entah kenapa Widia merasa begitu bahagia sekaligus terharu. saat Arista memeluknya, Widia merasa begitu bahagia sama seperti saat Farhan memeluknya.
"Tante juga kangen sama Arista." jawab Widia jujur.
"Farhan kenapa nggak ikut Tante??." tanya Arista sembari melepaskan pelukannya, saat melihat Farhan tak nampak di antara Widia dan ayahnya.
"Arista juga kangen sama Farhan, sudah beberapa hari Arista tidak bertemu dengannya." lanjut gadis itu.
"Farhan tidak ikut, soalnya saat ke sini tadi Farhan masih di sekolahnya." jawab Widia, sementara tuan Gunawan berpura pura protes saat Putrinya seakan tak peduli dengan Dirinya, saat sedang bersama calon ibu sambungnya.
"Sama ayah nggak kangen nih??." ucap tuan Gunawan pura pura protes pada putri kesayangannya.
"Enggak lah, Arista kan hampir setiap hari ketemu ayah." jawaban gadis itu membuat Gunawan tersenyum, sebab baru kali ini ia melihat putrinya nampak begitu bahagia sejak kepergian ibunya untuk selama lamanya.
Sementara Widia yang sepintas menoleh ke arah Gunawan yang kini tersenyum, tidak menyangka jika pria yang nampak begitu dingin bisa bersikap sehangat ini pada putrinya. hal itu semakin membuat Widia yakin, jika pria itu sama seperti dirinya, rela melakukan apapun demi sang buah hati.
Mereka kemudian masuk ke dalam rumah saat nyonya Lena ikut menyambut kedatangan calon menantunya. obrolan hangat tercipta di antara ketiganya, sementara Gunawan lebih banyak diam, sembari memperhatikan kedekatan putrinya dengan wanita yang bernama Widia Saputri, wanita yang besok akan resmi menjadi nyonya Gunawan Wicaksono.
"Apa Gunawan sudah bertemu dengan orang tuamu nak??." pertanyaan nyonya Lena membuat Widia terdiam sesaat, sebelum kembali menjawab pertanyaan wanita itu dengan gelengan.
"Kenapa kamu belum menemui kedua orang tua nak Widia, Gun??." kini nyonya Lena beralih pada putranya.
"Ayah dan ibu Widia sudah meninggal dunia Bu." jawaban putranya membuat nyonya Lena merasa tidak enak hati pada Widia.
"Maaf nak, ibu sama sekali tidak tahu tentang itu, sekali lagi ibu minta maaf jika pertanyaan ibu menyinggung perasaan kamu." kata nyonya Lena merasa tidak enak hati.
"Nggak papa ko tante." jawaban Widia membuat nyonya Lena lega sekaligus protes.
"Kok manggilnya Tante sih, sebentar lagi kamu akan jadi menantu ibu, sebaiknya mulai saat ini kamu manggilnya ibu, sama seperti Gunawan memanggil ibu!!." ucap nyonya Lena.
"Baik tan.. maksud widia i ibu." Widia pun segera meralat panggilannya pada wanita yang sebentar lagi akan menjadi ibu mertuanya tersebut, meski sedikit terbata karena belum terbiasa.
Tiba tiba Arista yang memandang ke arah kolam berenang yang nampak dari dinding kaca, segera meraih tangan Widia untuk ikut bersama dengannya. sementara Gunawan segera beranjak menuju ruang kerjanya.
"Ayo Tante!!." ajak Arista saat meraih tangan Widia, calon ibu sambungnya.
"Ayo kemana Rista??." tanya Widia, meski bingung hendak kemana Arista mengajaknya, namun Widia tetap menuruti gadis itu.
"Kita mau ngapain di sini Arista??." tanya Widia saat keduanya berada di depan kolam berenang.
"Mau berenang dong Tante cantik, masa mau main masak masak." jawab gadis itu dengan polosnya.
"Iya Tante tahu sayang, tapi Tante nggak bawa baju ganti, gimana kalau baju Tante basah nantinya??." protes Widia.
"Udah Tante tenang aja, di atas banyak pakaian milik bunda, nanti Tante cantik boleh pake pakaian bunda." jawab gadis itu sembari memercikkan air ke arah Widia, hingga membuat pakaian Widia basah kuyup.
Pada akhirnya Widia pun menemani gadis itu, kali ini Widia tak lagi melakukan dengan terpaksa, seperti saat di pantai tempo hari. kini Widia melakukannya dengan senang hati, sama seperti ia menemani putranya, Farhan.
Satu jam berlalu keduanya kemudian berhenti dengan aktivitas bermain air di kolam berenang. mengingat pakaian Widia sudah basah kuyup, Arista kemudian masuk ke kamar ayahnya untuk mengambil sepasang pakaian bundanya untuk di kenakan Widia.
Setelah berganti pakaian dengan menggunakan pakaian almarhumah bundanya Arista, kini Widia keluar dari kamar Arista lalu duduk di ruang keluarga, sementara Arista masih berada di kamarnya.
Widia yang kini duduk di sofa ruang keluarga dengan di temani calon ibu mertuanya, tiba tiba di kejutkan dengan suara bariton Gunawan yang baru saja tiba dari ruang kerjanya.
"Berani sekali kamu memakai pakaian istriku." mendengar kalimat Gunawan yang terdengar emosi tersebut membuat kaki Widia gemetar seketika.
"Lepas pakaian istri saya!!." titah Gunawan yang tengah tersulut emosi.
"Maaf, tadi Arista yang memberikan_." Widia tak sempat menyelesaikan kalimatnya saat tangan kekar milik pria itu dengan cepatnya, menarik pakaian yang kini di kenakan Widia. sehingga kemeja dengan motif bunga yang kini di gunakan Widia dua kancingnya mulai berhamburan di lantai, sampai kedua benda kenyal milik wanita itu nyaris nampak sempurna, jika sebuah bra tidak menutupi nya.
Widia segera menyilangkan kedua tangannya untuk menutupi bagian dadanya sebelum kembali ke kamar Arista. mata Widia sudah berkaca kaca, kalau saja Arista tidak ada di sana, mungkin tangis Widia sudah pecah.
"Ada apa Tante, apa yang terjadi??." tanya Arista saat melihat Widia menyilangkan kedua tangannya saat masuk ke kamarnya.
"Tidak ada apa apa sayang." jawab Widia dengan air mata yang kini beranak sungai di pelupuk matanya.
"Kalau tidak ada apa apa, kenapa kancing baju Tante terlepas??." gadis itu nampak tidak puas dengan jawaban calon ibu sambungnya.
"Tidak ada apa apa sayang, tadi Tante tidak sengaja mengancingkan baju ini terlalu kasar, makanya kancingnya lepas. maafkan Tante ya sayang, sudah merusak pakaian ibu kamu." ucap Widia yang tak sanggup lagi menahan linangan air mata.
"Tante jangan nangis, Arista nggak marah kok, bunda juga pasti nggak akan marah, Tante kan nggak sengaja merusak pakaian bunda." jawab Arista yang menyangka Widia menangis karena merasa bersalah, sudah merusak pakaian bundanya. kemudian gadis itu memeluk erat tubuh Widia seraya berkata.
"Tante nggak usah sedih, Arista sayang banget sama Tante, Arista yakin bunda juga pasti sayang sama Tante." ucap gadis itu sembari memeluk tubuh Widia, sampai air mata calon ibu sambungnya tersebut berhenti berlinang di sudut mata indahnya.
Sementara di ruang keluarga nampak seorang ibu yang tengah menasehati putranya.
"Mungkin kamu bisa membohongi Arista tapi kamu bisa membohongi ibu Gun, ibu tahu jika kamu tidak mencintai wanita itu. kamu terpaksa menikah dengannya untuk menepati janji kamu pada putrimu, tapi sebagai sesama wanita ibu tidak rela melihat kamu bersikap seperti tadi padanya. kamu sudah mempermalukan Widia dengan sikap kasar kamu tadi, apa kesalahannya sampai kamu tega mempermalukan dia seperti itu??." dari raut wajahnya, nampak jelas wanita itu sangat kecewa dengan sikap putranya.
"Ibu tahu kamu sangat mencintai Rahma, tapi seandainya Rahma ada di sini, dia juga pasti akan kecewa dengan sikap kamu pada Widia." lanjut ibunya pada Gunawan yang kini mengusap wajahnya frustasi.
"Gunawan hanya tidak suka Bu, kalau wanita itu menyentuh barang barang milik istri Gunawan." jawab Gunawan kesal mengingat Widia mengenakan pakaian alm istrinya.
"Lagi pula Widia tidak bersalah Gun, karena Arista sendiri tadi yang mengambilnya dari kamar kamu lalu memberinya pada Widia, sebab pakaian Widia basah kuyup akibat menemani putrimu bermain di kolam berenang." Gunawan terduduk di sofa saat mendengar penjelasan ibunya, sebelum melihat Widia yang keluar dari kamar putrinya dengan mengenakan pakaian yang masih setengah kering.
Meski hatinya seperti teriris pisau akibat perlakuan Gunawan, namun Widia tetap berusaha menampilkan senyum di wajahnya, meski ia melakukannya dengan susah payah.
Setelah berdiri beberapa saat, Widia kemudian pamit pulang.
"Bu saya pamit pulang dulu, kasian kalau Farhan lama saya tinggal." ucap Widia yang tak berani membalas tatapan Gunawan padanya.
Sementara Gunawan tahu betul jika wanita itu ketakutan padanya, terbukti saat melihat kaki Widia yang seperti sedang gemetar saat berdiri. namun begitu pria itu juga tidak ingin membiarkan Widia pulang sendiri, maka Gunawan menawarkan diri untuk mengantarkan Widia pulang.
"Aku akan mengantarmu pulang." ucap Gunawan seraya bangkit dari duduknya sembari meraih kunci mobil yang di letakan di atas meja.
"Tidak perlu tuan, saya bisa pulang sendiri." mendengar jawaban Widia yang tanpa sadar memanggil putranya dengan sebutan tuan, semakin menguatkan dugaan nyonya Lena jika putra dan calon menantunya tersebut menikah karena terpaksa.
"Saya akan mengantarmu pulang!!." mendengar intonasi Gunawan yang tak ingin di bantah, Widia pun terpaksa mengangguk sebelum berjalan menuju mobil yang di terparkir di depan.
Seperti awal datang, keduanya diam tak bersuara saat di mobil, sampai Gunawan tidak sengaja mendengar Widia seperti sedang menggigil kedinginan, mungkin karena saat ini ia mengenakan pakaian yang basah.
Sampai Widia kembali di kejutkan saat Gunawan tiba tiba menepikan mobilnya.
Meski terkejut saat pria itu menepikan mobilnya, namun Widia tidak berani menoleh ke arah pria itu. Widia baru menoleh saat merasakan pria itu mengenakan jasnya, untuk membalut tubuh Widia yang kedinginan.
"Pakailah, kamu pasti kedinginan!!." ucap Gunawan Seraya memakaikan jasnya pada tubuh Widia.
Sementara Widia hanya bisa diam, tak berani bersuara, wanita itu masih trauma mendengar suara Gunawan saat memarahinya tadi.
Sampai mobil Gunawan memasuki area kontrakan milik Calon istrinya.
Saat hendak membuka pintu mobil, Widia kembali menoleh saat mendengar pria itu mengucapkan kata " maaf.", tanpa sepatah katapun Widia melanjutkan langkahnya, sembari memaksakan seulas senyum di bibirnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
Evy
sedih Thor...
2024-09-28
0
Suyatno Galih
Gunawan lebayyy, cemburu kok sm baju nya org yg sdh game poin, Widia jg apa lupa sm poin2 yg br di tnd tangani, hhhhhj konyol
2024-01-19
1
Alby Raziq
sedih banget pas part ini,yg kuat Widia😭😭😭
2023-08-16
1