POV author.
Seminggu kemudian Widia mendapatkan surat panggilan dari pengadilan untuk menghadiri sidang gugatan hak asuh anak yang di layangkan mantan suaminya.
Surat tersebut kini mulai di basahi oleh tetesan air mata, dari seorang wanita yang takut kehilangan putranya susah telah payah di kandung selama sembilan bulan sepuluh hari.
Hati Widia begitu hancur saat ia tak memiliki cukup uang untuk menyewa seorang pengacara, demi memenangkan kasus hak asuh putranya. membayangkan berpisah dengan Farhan saja sudah membuat wanita itu seperti tak mampu menghela oksigen untuk kebutuhan paru parunya, apalagi jika semua itu akan menjadi kenyataan.
"Maafkan aku Wid, karena tidak sanggup membantumu." kini Putri pun ikut menangis di samping sahabatnya.
"Tak ada pilihan lain lagi Put, aku harus menerima tawaran dari atasan kamu." ucap Widia dengan tatapan kosong, hal itu membuat Putri sungguh tidak tega.
"Wid, bagaimana bisa kamu menikah dengan pria yang sama sekali tidak mencintaimu. sedangkan menikah atas dasar cinta saja, mas Hardi tega bersikap seperti itu padamu. apalagi tuan Gunawan yang sama sekali tidak mencintaimu, terlebih lagi tuan Gunawan terkenal sangat mencintai dan menyayangi mendiang istrinya. apa kamu akan sanggup menjalani kehidupan rumah tangga bersama pria seperti tuan Gunawan, pria yang selalu bersikap dingin pada wanita setelah kematian istrinya." Putri nampak menjelaskan sesuatu yang mungkin saja terjadi di dalam kehidupan sahabatnya tersebut, jika Widia bersedia menerima tawaran dengan menikah dengan atasannya.
"Jangankan hanya untuk menghadapi sikap dingin tuan Gunawan sebagai istrinya, menjadi kacungnya sekalipun aku rela Putri, dari pada aku harus hidup terpisah dari putraku." mendengar ucapan sahabatnya tersebut semakin membuat Putri tak tega, namun ia sendiri tak bisa menghalau niat Widia, karena sebagai sahabat ia juga tak sanggup membantu sahabatnya itu.
"Jika itu sudah menjadi keputusan kamu, sebagai sahabat aku hanya bisa mendoakan semoga tuan Gunawan memperlakukan kamu dengan baik." jawab Putri pasrah dengan keputusan Widia.
Beberapa saat kemudian Putri mengantarkan sahabatnya ke sebuah restoran, di mana Widia sudah membuat janji dengan seseorang yang tidak lain adalah atasan Putri sendiri.
Widia nampak duduk di sebuah kursi yang berada di meja paling sudut guna menunggu kedatangan seseorang, sementara Putri menunggu sahabatnya tersebut di dalam mobil.
Kurang dari sepuluh menit seorang pria nampak menghampiri meja Widia, pria itu tak lain adalah tuan Gunawan Wicaksono.
Melihat kedatangan pria itu, Widia segera bangkit dari duduknya.
"Maaf mengganggu waktu anda tuan." ucap wanita itu sedikit kikuk, mengingat penolakannya seminggu yang lalu.
"Tidak masalah, silahkan duduk!!." ucap pria sembari menarik sebuah kursi lalu mendudukinya, begitu pun dengan Widia yang ikut kembali duduk di kursinya.
Sudah beberapa menit belum ada di antara keduanya yang memulai obrolan serius, karena tuan Gunawan sengaja ingin mendengar Widia sendiri yang mengawali obrolan, dengan menerima tawarannya seminggu yang lalu tersebut.
"Begini tuan_" ucap Widia menggantung kalimatnya, karena sesungguhnya ia malu. karena sebelumnya ia sudah menolak mentah mentah tawaran pria itu, namun hari ini dengan tidak tahu malunya ia malah datang untuk menerima tawaran dari duda beranak satu tersebut.
"Ada apa katakanlah!!." titah Gunawan, padahal pada kenyataannya ia sendiri sudah bisa menebak, maksud Widia untuk mengajaknya bertemu di tempat itu.
"Maksud saya mengajak anda bertemu di sini adalah ingin menerima tawaran anda tempo hari, itu pun jika tawaran itu masih berlaku." dengan mengerahkan semua keberanian dalam diri, Widia berucap demikian pada duda tampan berusia tiga puluh tujuh tahun itu.
"Baguslah kalau begitu." masih dengan raut wajah datar tanpa ekspresi seperti pada awal pertemuan, tuan Gunawan menjawab Wanita itu.
Nampak pria itu menghubungi seseorang melalui ponselnya, tidak butuh waktu lama seorang pria berjalan ke arah meja keduanya dengan membawa sebuah map lalu menyerahkan pada bosnya.
"Ini tuan." nampak pria yang baru saja menghampiri meja tersebut menyerahkan sebuah map pada tuan Gunawan.
"Baiklah jika kamu bersedia menerima tawaran saya, seperti janji saya sebelumnya, saya akan memastikan jika hak asuh Farhan akan jatuh di tangan kamu. saya akan menyewa pengacara terbaik di negeri ini untuk menangani kasus hak asuh Farhan. tapi sebelumnya saya ingin kamu membaca surat perjanjian pra nikah yang sengaja saya buat, jika setuju silahkan tanda tangan. saya harap anda tidak melanggar satu pun yang ada di dalam perjanjian ini!!." sebelum datang ke restoran tersebut Widia bisa menebak jika itu akan terjadi, sebab dari awal pria itu sudah mengatakan jika ia menikahi Widia hanya demi putrinya.
Meski demikian Widia tetap membaca semua isi perjanjian sebelum menandatangani perjanjian tersebut.
isi perjanjian.
Pihak pertama teratas nama Gunawan Wicaksono.
Pihak dua teratas nama Widia Saputri.
Pihak kedua tidak boleh ikut campur masalah pribadi pihak pertama begitupun sebaliknya.
Pihak kedua tidak boleh menyentuh satu pun barang pribadi milik pihak pertama, termasuk barang peninggalan mendiang istri dari pihak pertama.
Pihak kedua tidak di izinkan menyentuh tubuh pihak pertama, kecuali pihak pertama yang menginginkannya.
Di hadapan anak anak, ibu, serta orang lain pihak kedua di wajibkan bersikap layaknya pasangan suami istri pada umumnya.
Pihak kedua tidak di izinkan untuk tidur seranjang dengan pihak pertama.
Pihak kedua boleh melakukan kegiatan di luar rumah, jika mendapat izin dari pihak pertama.
Pihak kedua di larang mengharapkan nafkah batin dari pihak pertama, meski begitu pihak pertama tetap akan memenuhi semua kebutuhan dari pihak kedua.
Setelah membaca semua isi perjanjian tersebut Widia pun menandatangani perjanjian tersebut tanpa protes sedikit pun, setelah mencoret sebagian dari isi perjanjian ke tujuh, yaitu pihak pertama tetap akan memenuhi semua kebutuhan dari pihak kedua.
Tuan Gunawan mengeryit heran saat Widia mencoret sebagian dari isi perjanjian yang menguntungkan dirinya sebagai pihak kedua.
"Kenapa kamu mencoretnya??." tanya pria itu yang kembali menampakkan wajah datarnya.
"Anda tidak perlu memenuhi kebutuhan saya tuan, membantu saya bisa mendapatkan hak asuh Farhan saja saya sudah sangat berterima kasih pada anda." ucap Widia tulus.
"Baiklah, besok kita akan segera menikah." jawabnya singkat.
"Haaahhh??." Widia tidak menyangka jika pria itu bahkan mengajaknya menikah besok.
"Kenapa apa kamu keberatan, bukankah kamu sudah bersedia menikah dengan saya??." kata pria itu datar.
"Bukan tuan, bukan begitu maksud saya, maksud saya apa besok tidak terlalu cepat??." tanya Widia berharap pria itu hanya bercanda, jika ingin menikahi besok.
"Jika kita segera menikah maka kuat alibi bagi kamu untuk bisa mempertahankan hak asuh Farhan, sebab alibi utama mantan suami kamu melayangkan gugatan hak asuh adalah kehidupan yang layak. jika kamu sudah menjadi istriku maka secara otomatis aku akan menjadi Ayah sambung Farhan, dengan begitu sebagai ayah sambung aku yang akan memberikan kehidupan yang layak, seperti yang di maksud mantan suami kamu untuknya.
"Baiklah." jawab Widia.
Widia bahkan tidak menyangka jika pria yang sebentar lagi akan menikahi tersebut, bahkan mengetahui alasan mantan suami menggugat hak asuh putranya, pria itu bahkan sudah memikirkan semuanya dengan matang. meski hanya istri di atas kertas, namun Widia sedikit lega sebab pria itu bisa membantu dirinya mempertahankan putranya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
Fano Jawakonora
knp nasib mu bgt hancur dibuat author y widia
2023-06-03
1
💞 NYAK ZEE 💞
Gunawan..... berapa lama perjanjian itu akan ditaati .....dekat dan sering ketemu membuat org terbiasa dan ketergantungan ... tidak akan lama kamu pasti menyukai Widia ....
2022-05-21
1
Ira
bagus Thor 👍..
secepatnya Wid nikah sm pak Gunawan..
dan nanti bikin bucin pak Gunawan
2022-05-21
2