Iba.

Pagi ini setelah mengantar Farhan ke sekolah tanpa sengaja aku melihat mobil mas Hardi terparkir di pelataran kantor pengadilan, karena setiap hari aku akan melintas di depan kantor pengadilan saat mengantar dan menjemput putraku.

Hal itu sempat membuat hatiku bertanya tanya, namun dengan seketika ku tepis pikiran jelek yang melintas di benakku.

Setibanya di kontrakan aku berpapasan dengan Putri yang hendak berangkat kerja, sahabatku itu pun langsung menyapaku. tapi karena aku masih sibuk memikirkan tentang keberadaan mobil mas Hardi, aku sampai tidak menyadari kehadirannya. setelah sahabatku itu mengejutkanku dengan menepuk pundakku, barulah aku menyadari kehadiran putri.

"Iy iya Put." ucapku

"Kamu kenapa Wid, sejak tadi aku memanggil manggil, namun kamu seperti tidak mendengarkannya. ada apa sebenarnya Wid, apa kamu sedang memikirkan sesuatu, jika kamu sedang ada masalah cerita padaku!! aku akan selalu siap mendengarkan." Saking dekatnya aku dan Putri, sampai sampai sahabatku itu tahu jika ada sesuatu yang mengganjal di pikiranku.

"Enggak ada masalah kok Put, cuma ada sesuatu saja yang ingin aku ceritakan, tapi nanti saja saat kamu pulang kerja." kataku, sebelum Putri pamit untuk berangkat kerja.

"Baiklah, kalau begitu aku berangkat kerja dulu." Putri kemudian pamit padaku, sebelum berlalu dengan mengendarai mobilnya.

Sebenarnya aku tidak ingin membuat sahabatku itu ikut kepikiran lagi dengan masalahku, namun aku juga tidak sanggup menyimpannya sendiri, aku butuh teman untuk bercerita. Sampai aku pun memutuskan untuk menceritakan semua itu pada Putri, namun tidak sekarang karena aku tidak ingin membuat Putri terlambat ke kantor. apalagi kemarin kata Putri atasannya galak, kasian kalau sahabatku itu harus kena sanksi karena telat.

Pukul dua belas siang, sudah waktunya aku menjemput Farhan di sekolahnya.

Seperti biasa aku pasti akan melintas di depan kantor pengadilan, untuk kedua kalinya hari ini aku melintas di depan kantor pengadilan untuk menjemput Farhan di sekolahnya. lagi lagi kebetulan atau memang Tuhan sengaja memperlihatkan ini padaku, di sana bukan hanya ada mas Hardi namun mantan ibu mertuaku juga nampak menemani putranya.

Entah mengapa hatiku gelisah, saat melihat keduanya baru saja keluar dari gedung tersebut. padahal aku sendiri tidak tahu, apa kepentingan keduanya di sana.

Aku semakin mempercepat laju motorku menuju sekolah Farhan, sehingga aku lebih cepat tiba di sekolahan putraku.

Saat baru saja memasuki halaman sekolah, nampak putraku berlari ke arahku.

"Mah, tadi Farhan dapat nilai sepuluh loh." aku bangga saat Farhan memperlihatkan hasil pekerjaannya yang di beri nilai sepuluh oleh gurunya.

"Anak pinter." pujiku, sembari mengusap lembut puncak kepala putraku.

"Anak siapa dulu dong ." aku jadi tersenyum saat putraku itu balik memujiku. setiap kali aku memujinya saat mendapat nilai bagus, Farhan pasti akan mengatakan hal yang sama padaku.

"Ayo nak kita pulang sekarang, masih banyak yang harus mama selesaikan di rumah." mengingat masih banyak pesanan yang belum aku siapkan, sehingga aku pun segera mengajak Farhan berjalan menuju motorku yang tengah di parkir di depan sekolah, kemudian kami pun segera kembali ke kontrakan.

Setibanya di kontrakan aku segera menyelesaikan pekerjaanku yang tertunda, sementara Farhan segera mengganti pakaiannya dengan pakaian rumah. seperti biasa, saat pulang sekolah Farhan pasti akan meletakkan seragam sekolahnya yang kotor ke dalam keranjang pakaian kotor.

Sejak kecil aku memang mengajarkan putraku untuk mandiri, meski aku juga selalu ada untuk melayani keperluannya. tapi karena sudah terbiasa putraku biasa melakukannya sendiri, contohnya setelah pulang dari sekolah putraku pasti langsung mandi untuk melaksanakan sholat. Farhan biasanya sholat zhuhur di mesjid dekat kontrakan kami, biasanya aku juga ikut bersama dengannya, namun kali ini aku memutuskan untuk sholat zhuhur di rumah, mengingat aku belum bersiap sementara sebentar lagi Adzan Zhuhur.

"Mah, Farhan berangkat ke masjid dulu". saat berpamitan Farhan tidak pernah lupa mencium punggung tanganku, mungkin karena aku sudah membiasakan Farhan melakukan hal itu sejak putraku masih berusia lima tahun.

"Iya nak, jangan lupa selesai sholat langsung pulang, jangan mampir ke mana mana!!." pesanku sebelum Farhan berangkat.

"Iya mah." sahut Farhan seraya memakai sendal jepitnya. aku terus memandangi putraku yang kini semakin melangkah menjauh dari pandanganku, rasa iba tiba tiba menyelinap ke dalam relung hatiku.

Apalagi saat ku lihat beberapa anak dari tetangga kontrakan selalu berangkat bersama sang ayah ke masjid, terkadang begitu nyeri hati ini saat melihat putraku tak lagi mendapatkan kasih sayang dari ayahnya. dua bulan yang lalu sejak kami resmi bercerai, mas Hardi sama sekali belum pernah menengok Farhan. padahal sehari setelah pindah ke kontrakan aku sudah mengirimkan alamat kontrakan kami padanya melalui pesan singkat.

Padahal sebelum berpisah mas Hardi sudah berjanji akan tetap memberikan kasih sayang sepenuhnya sebagai seorang ayah, meski kami tak lagi menjadi sepasang suami istri.

Aku terus melamun di depan pintu kontrakan,

Sampai dengan suara deru mesin mobil yang memasuki area kontrakan membuyarkan lamunanku.

Seorang pria dengan tubuh Tinggi besar turun dari mobil, saat melihat wajah pria itu sepertinya tidak asing bagiku.

"Selamat siang Nona, maaf mengganggu waktu anda." ucap pria tersebut ketika baru saja menghampiriku.

"Selamat siang." jawabku, sembari mengingat ingat siapa pria itu. setelah beberapa saat kemudian aku pun berhasil mengingat sosok pria itu. pria tersebut merupakan salah satu pria yang selalu bersama dengan gadis yang bernama Arista.

Menyadari hal itu, aku pun segera menoleh ke arah mobil mencari keberadaan gadis itu.

"Kemana Arista, apa dia tidak ikut bersama dengan kalian??." aku bertanya saat tak melihat sosok gadis itu.

"Nona muda tidak ikut, maksud kedatangan kami kemari ingin meminta bantuan anda" jawaban pria tersebut membuatku semakin tidak mengerti.

Setelah pria tersebut menceritakan apa maksud kedatangan mereka ke rumahku, secara bersamaan Farhan tiba dari masjid usia sholat zhuhur.

"Assalamualaikum." pria yang tadi bersama dengan seorang temannya langsung menoleh ke sumber suara, saat Farhan memberi salam.

"Siapa om om ini mah??." tanya putraku sedikit mengecilkan suaranya, mungkin Farhan tidak ingin kedua pria tersebut tersinggung.

Sementara kedua pria tadi langsung tersenyum pada Farhan. meski sedang tersenyum, namun wajah keduanya nampak seperti sedang marah, mungkin karena wajah keduanya yang nampak sangar.

"Kenalkan ini Farhan anak saya!!." aku sengaja memperkenalkan Farhan pada keduanya, biar kedua pria itu tahu jika aku sudah menikah, dan tak lagi memaksakan aku untuk ikut bersama dengannya.

"Anak anda sangat tampan." meski nampak kaku, namun pria itu nampak tulus memuji putraku. sebab apa yang mereka katakan bukanlah isapan jempol belaka, putraku memang memiliki wajah yang tampan. tak bisa di pungkiri ketampanan putraku turun dari papanya, mas Hardi. memiliki hidung mancung, alisnya yang tebal serta kulitnya yang putih, wajah Farhan dan mas Hardi bahkan bak pinang di belah dua.

"Terima kasih." jawabku, sementara putraku masih nampak diam, sembari menatap ke arah kedua pria tersebut bergantian.

Sampai dengan kedua pria tersebut kembali mengemukakan niat awal mereka datang ke kontrakan kami. aku masih kekeh menolak, namun kedua pria itu tidak berhenti membujukku sampai dengan perkataan salah satu dari mereka membuatku tak tega.

"Tolonglah Nona!!! karena jika nona muda terus mengurung diri di kamar sampai dengan tuan kami kembali ke tanah air malam ini, maka bisa di pastikan kami akan kehilangan pekerjaan!!." Jujur bagiku aneh saat ada pria dengan tubuh kekar nampak memelas, apalagi sampai mengatakan pekerjaan mereka akan terancam.

Sebenarnya aku tidak ingin terlalu ikut campur dengan kehidupan gadis itu, namun sebagai sesama manusia jujur aku tidak tega mendengarnya. apalagi saat tahu, jika ibu dari gadis itu juga telah kembali ke pangkuan sang pencipta.

Sampai aku pun bersedia ikut dengan keduanya, namun dengan syarat, aku pergi dengan mengajak putraku. mereka pun sama sekali tidak keberatan, akhirnya kami pun segera berangkat setelah aku pamit sebentar untuk ganti baju.

Terpopuler

Comments

Ira

Ira

semoga Wid dan anaknya dpt pengganti yg jauh dr mantan penghianat ..dan penghianat dpt karma yg parah...
thanks Thor 🙏

2022-05-13

2

💞 NYAK ZEE 💞

💞 NYAK ZEE 💞

kenapa tuh Hardi dikantor polisi ....

2022-05-13

0

Wani Ikhwani

Wani Ikhwani

lagi dong

2022-05-13

0

lihat semua
Episodes
1 Resmi bercerai.
2 Sikap mertua.
3 Bagai buah simalakama.
4 Operasi ibu.
5 Mungkin Tuhan sedang jatuh cinta.
6 Menyandang status janda.
7 Kontrakan.
8 Tawaran gila.
9 Ziarah.
10 Di restoran.
11 Kerinduan.
12 Iba.
13 Mengurung diri.
14 Kembali sekolah.
15 Lukisan.
16 Mustahil.
17 Ujian demi ujian.
18 Melamar.
19 Menerima tawaran.
20 Kemarahan Gunawan.
21 Ijab Qobul.
22 Panggilan baru.
23 Bermain game.
24 Persidangan hak asuh.
25 Kembali bersikap dingin.
26 Mimpi buruk.
27 Lomba.
28 Menjadi juara.
29 Makan di restoran.
30 Pingsan.
31 Masuk rumah sakit.
32 Bayi tabung.
33 Bayangan wanita itu.
34 Membatalkan program bayi tabung.
35 Kamar Hotel.
36 Mampir ke makam.
37 Menginap di Vila.
38 Pulang tepat waktu.
39 Ingin Bakso.
40 Positif Hamil.
41 Aroma Parfum.
42 Masuk rumah sakit.
43 Rumah sakit.
44 Kembali ke rumah.
45 Hadir di waktu yang tepat.
46 Khawatir.
47 Sikap manis.
48 Kedatangan Putri.
49 Barang sensitif.
50 Kedatangan ibunya Hardi.
51 Berat berpisah.
52 Kekhawatiran Gunawan.
53 Menginap.
54 Kebenaran.
55 Meninggalkan rumah.
56 Penginapan 1.
57 Penginapan 2.
58 Perjalanan ke Bogor.
59 Janji.
60 Rasa penasaran Widia.
61 Kalung.
62 Kebenaran.
63 Mencari kebenaran.
64 Menghasut.
65 Perubahan sikap Arista.
66 Pria itu ternyata Gio.
67 Bagai jatuh tertimpa tangga.
68 Persidangan 1.
69 Persidangan 2.
70 Membatalkan lamaran.
71 Melepas rindu.
72 Kekhawatiran Widia.
73 Mual Muntah.
74 Widia Hamil.
75 Di culik.
76 Pengakuan.
77 Cinta tak kesampaian.
78 Ternyata karena Warisan.
79 Cuti.
80 Malam pengantin.
81 Pabrik.
82 Perkara Toge.
83 Kembali ke ibukota.
Episodes

Updated 83 Episodes

1
Resmi bercerai.
2
Sikap mertua.
3
Bagai buah simalakama.
4
Operasi ibu.
5
Mungkin Tuhan sedang jatuh cinta.
6
Menyandang status janda.
7
Kontrakan.
8
Tawaran gila.
9
Ziarah.
10
Di restoran.
11
Kerinduan.
12
Iba.
13
Mengurung diri.
14
Kembali sekolah.
15
Lukisan.
16
Mustahil.
17
Ujian demi ujian.
18
Melamar.
19
Menerima tawaran.
20
Kemarahan Gunawan.
21
Ijab Qobul.
22
Panggilan baru.
23
Bermain game.
24
Persidangan hak asuh.
25
Kembali bersikap dingin.
26
Mimpi buruk.
27
Lomba.
28
Menjadi juara.
29
Makan di restoran.
30
Pingsan.
31
Masuk rumah sakit.
32
Bayi tabung.
33
Bayangan wanita itu.
34
Membatalkan program bayi tabung.
35
Kamar Hotel.
36
Mampir ke makam.
37
Menginap di Vila.
38
Pulang tepat waktu.
39
Ingin Bakso.
40
Positif Hamil.
41
Aroma Parfum.
42
Masuk rumah sakit.
43
Rumah sakit.
44
Kembali ke rumah.
45
Hadir di waktu yang tepat.
46
Khawatir.
47
Sikap manis.
48
Kedatangan Putri.
49
Barang sensitif.
50
Kedatangan ibunya Hardi.
51
Berat berpisah.
52
Kekhawatiran Gunawan.
53
Menginap.
54
Kebenaran.
55
Meninggalkan rumah.
56
Penginapan 1.
57
Penginapan 2.
58
Perjalanan ke Bogor.
59
Janji.
60
Rasa penasaran Widia.
61
Kalung.
62
Kebenaran.
63
Mencari kebenaran.
64
Menghasut.
65
Perubahan sikap Arista.
66
Pria itu ternyata Gio.
67
Bagai jatuh tertimpa tangga.
68
Persidangan 1.
69
Persidangan 2.
70
Membatalkan lamaran.
71
Melepas rindu.
72
Kekhawatiran Widia.
73
Mual Muntah.
74
Widia Hamil.
75
Di culik.
76
Pengakuan.
77
Cinta tak kesampaian.
78
Ternyata karena Warisan.
79
Cuti.
80
Malam pengantin.
81
Pabrik.
82
Perkara Toge.
83
Kembali ke ibukota.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!