Setengah jam setelah aku tiba di kos kosan suamiku pun tiba.
Aku sengaja menunggu beliau istirahat sejenak karena aku tahu suamiku pasti lelah seharian bekerja. kusuguhkan secangkir teh manis guna menghilangkan dahaga, setelah beberapa saat kemudian aku melihat suamiku mulai bisa di ajak ngobrol aku pun berniat mengutarakan permintaan ibuku siang tadi padanya.
Awalnya aku takut namun dengan mengumpulkan semua keberanian dalam diri akhirnya aku pun memutuskan mengutarakan permintaan ibuku, meski aku yakin jika beliau pasti akan menolak mentah mentah.
"Mas aku ingin bicara sesuatu." kataku hati hati agar tidak memancing kemarahannya, karena sedikit saja kesalahan yang tidak sengaja ku buat bisa berakibat fatal, karena beliau pasti akan marah besar. buntut buntutnya ibu serta ayahku pasti akan terbawa bawa dalam masalah kami.
"Ada apa??." pandangannya langsung memicing padaku, melihat tatapan suamiku membuat nyaliku hampir ciut, namun dengan cepat kembali ku kumpulkan keberanian untuk berbicara. semua kulakukan demi wanita yang sudah bertaruh nyawa melahirkan aku ke dunia ini, yang ada dalam hatiku ketika itu jangankan berkorban sekecil itu untuk ibuku, berkorban nyawa pun aku rela.
"Mas, saat ini ibuku sakit sakitan, kondisi ibu semakin hari semakin memburuk aku ingin bisa merawatnya, kebetulan ibu juga meminta kita untuk kembali ke rumah." ucapku hati hati.
Ternyata jawaban suamiku di luar dugaanku.
"Sebenarnya aku tidak ingin kembali ke sana, tapi aku juga tidak tega mendengar kondisi ibu, bagaimana pun beliau tetap ibu kandungmu. aku juga tidak ingin menjadikan mu anak durhaka yang tidak peduli dengan ibu yang telah melahirkan mu ke dunia." aku sungguh terharu mendengar Jawaban suamiku, itulah lemahnya hatiku aku bahkan cepat terharu dengan hal hal kecil, apalagi hal seperti ini.
"Terima kasih mas." kucium punggung tangan suamiku, saking senangnya aku mendengar jawabannya.
Baru saja merasa senang, tiba tiba suamiku mengajukan syarat jika kami harus kembali ke rumah orang tuaku.
"Tapi aku ingin mengajukan syarat." ucapan suamiku mampu membuat senyum di bibirku memudar.
"Memangnya syarat apa yang mas inginkan??." tanyaku padanya.
"Jika kita kembali ke rumah orang tuamu, aku tidak ingin orang tua kamu terlalu ikut campur dengan urusan rumah tangga kita." dengan santainya suamiku berkata demikian, tanpa menyadari jika yang selama ini banyak ikut campur masalah rumah tangga kami adalah ibunya. bahkan pertengkaran kami tak jarang di akibatkan karena hasutan ibunya, namun tidak ingin Suamiku berubah pikiran dan tak mau kembali ke rumah orang tuaku, aku pun terpaksa menyetujui syarat dari suamiku. dengan niat besok aku akan ke rumah orang tuaku dan bicara masalah permintaan suamiku pada kedua orang tuaku terutama ibuku.
Seminggu kemudian setelah aku bicara masalah syarat yang di ajukan suamiku dan ibuku pun menyetujuinya pagi ini aku bersiap untuk kembali ke rumah orang tuaku.
Selama pindah ke rumah orang tuaku Alhamdulillah rezeki suamiku semakin terbuka lebar, hingga beberapa tahun kemudian kami bisa membeli sebidang tanah untuk bisa di bangun sebuah rumah impian yang sejak lama aku impikan.
Butuh waktu beberapa tahun setelahnya untuk kami bisa membangun sebuah rumah di atas sebidang tanah yang kami beli sebelumnya.
Singkat cerita lima tahun kemudian kami bisa membangun rumah impian, namun kami belum berniat pindah sama sekali ke rumah baru tersebut, mengingat ibuku yang mengidap diabetes harus segera melakukan operasi amputasi, sebab jika tidak segera di amputasi jari jari ibuku maka luka di jari jarinya akan membuat semua jaringan di kaki beliau mati.
Selama ibuku sakit, aku sama sekali tidak pernah memperlihatkan kesedihanku di depan ibuku, aku selalu memperlihatkan senyum di depan ibuku. namun saat ibuku terbaring di ranjang pemulihan pasca operasi, aku benar benar tidak sanggup lagi menahan air mataku. air mata yang sejak lama ku tahan kini meluncur bebas membasahi pipiku.
Kucium seluruh bagian wajah ibuku, dengan linangan air mata yang tak mampu berhenti berderai. apalagi saat tersenyum padaku, seakan memintaku untuk tetap bersabar dan berhenti menangis.
Di balik sikap jelek suamiku, aku tetap bersyukur saat itu karena beliau membantu biaya pengobatan ibuku. itu pun tanpa sepengetahuan ibunya, karena jika sampai ibunya tahu, aku tidak tahu apa yang akan di lakukannya padaku.
Setelah seminggu di rawat di rumah sakit pasca operasi, ibuku di perbolehkan pulang oleh dokter. sebelum kembali ke rumah salah satu perawat bahkan mengajar aku bagaimana cara merawat luka pasca operasi amputasi serta pembersihan sel sel mati yang di akibatkan oleh penyakit diabetes. bahkan perawat mengajarkan aku bagaimana caranya untuk menyuntikkan insulin pada tubuh ibuku sebelum beliau hendak makan, dan itu harus di lakukan tiga kali sehari.
Semua aku pelajari dengan harapan ibuku bisa kembali sehat seperti sedia kala. di dalam doaku selalu ku tujukan doa khusus untuk kesembuhan ibuku, hingga delapan bulan kemudian semua luka bekas sayatan operasi di kaki ibu sembuh total. namun saat aku hendak membatu ibu untuk bisa kembali berjalan sebab selama delapan bulan terakhir ibuku harus duduk di kursi roda. namun sayangnya ketika berlatih berjalan ibuku bahkan tidak memiliki kekuatan lagi untuk menopang berat tubuhnya.
Sehingga membuat harapanku selama ini hancur, bukan karena tidak ingin merawat jika ibuku tidak lagi mampu berjalan, namun aku lebih memikirkan perasaan ibuku. perasaannya pasti hancur saat tahu beliau tak mampu lagi berjalan, jangankan berjalan berdiri pun ibuku tak lagi mampu menopang tubuhnya.
Di setiap sujudku berdoa agar suatu saat Allah memberikan mukjizat untuk kesembuhan ibuku.
Sebagai suami, ayahku hanya bisa membantuku merawat sang istri. meski tersenyum, tapi aku tahu hati ayahku juga tak kalah hancurnya dengan hatiku saat melihat orang kita cintai dalam kondisi seperti saat itu.
Namun ayahku selalu berkata,
"semua nikmat dalam diri kita adalah miliknya sampai tiba saatnya ia akan mengambilnya dari kita. mungkin itu yang saat ini harus di rasakan ibumu nak, jangan bersedih dengan takdir yang telah di tetapkan untuk kita, jangan lupa bersyukur akan nikmat yang lainnya." ucapan ayahku selalu menjadi kekuatan bagiku dalam merawat wanita luar biasa yang telah bertaruh nyawa melahirkan aku ke dunia.
Setiap hari ku jalani hidup dengan mengurus keluarga kecilku serta merawat ibuku.
Di saat aku sibuk merawat ibuku yang tengah sakit, suamiku malah sering pulang pagi. bukannya aku tidak ingin tahu kemana ia pergi namun aku tidak mau beliau mengamuk saat di tanya seperti itu. sebab aku khawatir kondisi ibuku akan kembali parah, jika mendengar kami ribut.
Selama ibuku di rawat di rumah sakit delapan bulan yang lalu tak sekalipun ibu mertuaku datang menjenguk, untuk sekedar memberi semangat pada besannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments