Sikap mertua.

Sebelum kembali menumpang di rumah orang tuaku kami sempat tinggal di sebuah kos kosan selama setahun. saat itu aku memutuskan untuk keluar dari rumah orang tuaku, karena aku merasa malu pada kedua orang tuaku atas sikap suamiku yang sering pulang dalam kondisi mabuk.

Seperti saat malam itu, sudah pukul dua belas malam suamiku belum kunjung Kemabli ke rumah. aku terus kepikiran sebab saat keluar dari rumah beliau sama sekali tidak memberi tahu padaku beliau akan pergi kemana.

Sampai dengan jam menunjukkan pukul satu lewat tiga puluh menit, aku mendengar suara motor suamiku baru saja tiba. aku pun segera keluar dari kamar menghampiri suamiku, saat berada dekat dengan suami aku mencium aroma menyengat alkohol dari mulut suamiku.

"Mas dari mana saja seharian??." meski kesal dengan kelakuan suamiku, aku tetap bertanya dengan intonasi lembut.

"Dari rumah teman." dengan entengnya suamiku menjawab, sebelum masuk ke dalam rumah.

Walaupun rumah orang tuaku sendiri, namun aku merasa tidak enak dengan anggota keluarga yang lain, saat suamiku pulang dalam kondisi seperti itu.

Akhirnya sesuatu yang paling aku takutkan selama ini terjadi juga. mungkin karena sudah tidak tahan melihat tingkah suamiku, untuk pertama kalinya ibuku mengomentari sikap suamiku.

"Wid, apa suami kamu tidak bosan hampir setiap hari mabuk mabukan seperti itu?? jujur ibu tidak tahan melihat sikapnya sama kamu." kata Ibuku yang tidak suka suami pulang dengan kondisi mabuk seperti ini, karena setiap kali mabuk suamiku sering berkata kata kasar padaku. aku bisa mengerti dengan perasaan ibuku, ibu mana yang terima jika anaknya di caci meski itu suaminya sendiri.

"Sampai kapan kamu mau bertahan hidup dengan laki laki yang tidak berniat merubah sikapnya menjadi lebih baik, jika dia sama sekali tidak berniat merubah kelakuan buruknya lebih baik kalian berpisah!!." baru kali ini aku melihat ibuku sangat marah, sampai aku yang tidak bisa berkata kata itu pun hanya bisa menangis.

Sementara suamiku kini telah masuk ke dalam kamar kami dalam kondisi sempoyongan.

Di satu sisi aku ingin menuruti ucapan ibuku, namun di sisi lain aku mengingat masa depan putraku, aku tidak ingin anakku sampai tidak mendapatkan kasih sayang seorang ayah.

Aku mencoba memberi pengertian pada sosok wanita yang sudah mempertaruhkan nyawanya demi melahirkan aku ke dunia ini.

"Bagaimana Widia bisa berpisah dari mas Hardi di saat Widia baru saja melahirkan anak Widia Bu?? bukannya Widia ingin menjadi anak durhaka dengan menentang keputusan ibu, tapi Widia tidak tega melihat anak Widia harus tumbuh tanpa mengenal sosok ayahnya." pecah sudah tangisku di hadapan ibuku, sampai ibuku pun ikut menangis karena tidak tega. bahkan saat itu ibuku bahkan sampai mengucapkan kalimat yang membuat air mataku semakin tak berhenti mengalir.

"Maafkan ibu nak, karena ibu telah salah memilihkan jodoh untuk kamu nak. jika itu sudah keputusan kamu, ibu tidak bisa melarangnya" akhirnya kalimat itu terlontar sudah dari mulut ibuku.

"Ibu tidak perlu minta maaf, ibu tidak salah, mungkin ini sudah menjadi ketetapan Tuhan yang harus Widia jalani dengan ikhlas." ucapku agar ibuku tidak semakin merasa bersalah, mengingat sebelum pihak suami datang melamarku, ibuku lah yang memilihnya menjadi calon suami untukku. awalnya aku juga menolak karena aku tidak mencintainya, terlebih lagi saat itu aku masih sangat muda. tapi karena ibuku terus memaksa, demi mematuhi mematuhi wanita yang sudah bertaruh nyawa melahirkanku, aku pun bersedia menikah dengan mas Hardi.

Berbeda dengan ibuku, ayahku termasuk sosok yang penyabar, beliau bahkan tidak berkomentar sama sekali. meski aku tahu ayahku juga tidak tega melihatku harus terus hidup bersama pria yang sama sekali tidak berniat membimbing atau membahagiakan aku. bagi ayahku kebahagiaan tidak meski berbentuk materi, menjalani biduk rumah tangga dengan mencari ridho ilahi itu lebih membahagiakan, sesederhana itu harapan ayahku, terhadap menantunya. namun sayang hal sesederhana itu saja tidak dapat di penuhi oleh suamiku, apalagi yang lebih dari itu.

Setelah berpamitan pada kedua orang tuaku, aku pun segera pindah ke sebuah kos kosan bersama suami dan anakku.

Sejak menjalani hidup di sebuah kos kosan sikap suamiku mulai berubah, suami mulai berhenti mabuk mabukan, beliau lebih fokus mencari nafkah sebagai seorang driver di sebuah perusahaan ternama di kota kami tinggal.

Aku pikir ujian akan berhenti sampai di situ, tapi ternyata aku salah di saat suamiku mulia berubah lebih baik, kini malah ibu mertuaku yang selalu menyalahkan aku. lebih tepatnya ibu mertuaku mencari cari kesalahanku, agar bisa terus memojokkan aku.

Salah satunya saat anakku tidak mau menyusu padaku, secara otomatis aku harus memberikan susu formula untuk anakku. dengan memberi susu formula pada anakku saja sudah menjadi kesalahan besar di mata ibu mertuaku.

Jika alasan beliau marah dengan alasan kesehatan cucunya mungkin aku mengerti, tapi ini berbeda, ibu mertuaku marah dengan alasan memberikan susu formula pada anakku hanya akan menambah beban untuk putranya. padahal aku pun terpaksa melakukannya sebab setiap kali aku menyusui, anakku merasa kesulitan mungkin karena ****** pada payudaraku enggan keluar sampai anakku menangis karena merasa kesulitan untuk menyusu padaku.

Aku sudah berusaha untuk memompa ASI ku, namun lama kelamaan Asiku semakin berkurang dan bahkan beberapa bulan setelahnya Asi tak lagi keluar.

Hampir setiap hari ibu mertuaku datang di tempat kami, beliau datang bahkan sekedar untuk mengomeliku di saat suamiku sedang pergi bekerja. hal hal kecil saja bisa membuat ibu mertuaku marah bahkan terkesan benci padaku.

Seperti malam itu, saat aku tengah menidurkan putraku, tiba tiba aku di kejutkan dengan suara tendangan dari balik pintu rumahku. hal itu sontak membuat putraku kembali membuka matanya lalu menangis.

"Buka!!." teriakkan ibu mertuaku terdengar saat aku hendak membuka pintu.

"Ada apa ma??." tanyaku ketika saat pintu sudah terbuka.

"Kamu kalau pakai motor di balikin dong, kamu pikir itu motor nenek moyang kamu!!." cacian ibu mertuaku terdengar begitu menyayat hatiku, namun begitu aku tetap menghormatinya.

"Tapi motor papa nggak ada di sini mah, mungkin lagi pakai sama mas Hardi" jawabku.

Dengan tatapan jijik mertuaku berlalu meninggalkan kos kosan kami, setelah sebelumnya menendang dengan kasar pintu. untung saja putraku sedang berada di gendonganku, sehingga buah hatiku itu tidak kaget dengan suara tendangan pintu.

Terkadang aku merasa lelah dengan perlakuan ibu mertuaku, apalagi jika aku mengadukan sikap kasar mertua pada suamiku, jangankan mencoba memberi pengertian pada ibunya, suamiku malah ikut menyalahkan aku.

Sebenarnya aku mengatakan pada suamiku tentang sikap kasar mertua padaku, agar suamiku bisa sedikit memberi pengertian pada ibunya. namun semua itu hanya harapan belaka, jangankan memberi pengertian pada ibunya, suamiku malah mempersalahkan aku karena tidak menghubungi dirinya saat tadi ibunya datang. padahal beliau tahu sendiri aku bahkan tidak punya telepon genggam, jadi bagaimana bisa aku menghubunginya.

Terpopuler

Comments

Evy

Evy

wih... wanita hebat dan sabar...bisa tahan menghadapi mertua seperti itu...

2024-09-28

0

Sulati Cus

Sulati Cus

main wanita mabuk-mabukan lengkap sudah penyakit mu

2022-09-05

1

lihat semua
Episodes
1 Resmi bercerai.
2 Sikap mertua.
3 Bagai buah simalakama.
4 Operasi ibu.
5 Mungkin Tuhan sedang jatuh cinta.
6 Menyandang status janda.
7 Kontrakan.
8 Tawaran gila.
9 Ziarah.
10 Di restoran.
11 Kerinduan.
12 Iba.
13 Mengurung diri.
14 Kembali sekolah.
15 Lukisan.
16 Mustahil.
17 Ujian demi ujian.
18 Melamar.
19 Menerima tawaran.
20 Kemarahan Gunawan.
21 Ijab Qobul.
22 Panggilan baru.
23 Bermain game.
24 Persidangan hak asuh.
25 Kembali bersikap dingin.
26 Mimpi buruk.
27 Lomba.
28 Menjadi juara.
29 Makan di restoran.
30 Pingsan.
31 Masuk rumah sakit.
32 Bayi tabung.
33 Bayangan wanita itu.
34 Membatalkan program bayi tabung.
35 Kamar Hotel.
36 Mampir ke makam.
37 Menginap di Vila.
38 Pulang tepat waktu.
39 Ingin Bakso.
40 Positif Hamil.
41 Aroma Parfum.
42 Masuk rumah sakit.
43 Rumah sakit.
44 Kembali ke rumah.
45 Hadir di waktu yang tepat.
46 Khawatir.
47 Sikap manis.
48 Kedatangan Putri.
49 Barang sensitif.
50 Kedatangan ibunya Hardi.
51 Berat berpisah.
52 Kekhawatiran Gunawan.
53 Menginap.
54 Kebenaran.
55 Meninggalkan rumah.
56 Penginapan 1.
57 Penginapan 2.
58 Perjalanan ke Bogor.
59 Janji.
60 Rasa penasaran Widia.
61 Kalung.
62 Kebenaran.
63 Mencari kebenaran.
64 Menghasut.
65 Perubahan sikap Arista.
66 Pria itu ternyata Gio.
67 Bagai jatuh tertimpa tangga.
68 Persidangan 1.
69 Persidangan 2.
70 Membatalkan lamaran.
71 Melepas rindu.
72 Kekhawatiran Widia.
73 Mual Muntah.
74 Widia Hamil.
75 Di culik.
76 Pengakuan.
77 Cinta tak kesampaian.
78 Ternyata karena Warisan.
79 Cuti.
80 Malam pengantin.
81 Pabrik.
82 Perkara Toge.
83 Kembali ke ibukota.
Episodes

Updated 83 Episodes

1
Resmi bercerai.
2
Sikap mertua.
3
Bagai buah simalakama.
4
Operasi ibu.
5
Mungkin Tuhan sedang jatuh cinta.
6
Menyandang status janda.
7
Kontrakan.
8
Tawaran gila.
9
Ziarah.
10
Di restoran.
11
Kerinduan.
12
Iba.
13
Mengurung diri.
14
Kembali sekolah.
15
Lukisan.
16
Mustahil.
17
Ujian demi ujian.
18
Melamar.
19
Menerima tawaran.
20
Kemarahan Gunawan.
21
Ijab Qobul.
22
Panggilan baru.
23
Bermain game.
24
Persidangan hak asuh.
25
Kembali bersikap dingin.
26
Mimpi buruk.
27
Lomba.
28
Menjadi juara.
29
Makan di restoran.
30
Pingsan.
31
Masuk rumah sakit.
32
Bayi tabung.
33
Bayangan wanita itu.
34
Membatalkan program bayi tabung.
35
Kamar Hotel.
36
Mampir ke makam.
37
Menginap di Vila.
38
Pulang tepat waktu.
39
Ingin Bakso.
40
Positif Hamil.
41
Aroma Parfum.
42
Masuk rumah sakit.
43
Rumah sakit.
44
Kembali ke rumah.
45
Hadir di waktu yang tepat.
46
Khawatir.
47
Sikap manis.
48
Kedatangan Putri.
49
Barang sensitif.
50
Kedatangan ibunya Hardi.
51
Berat berpisah.
52
Kekhawatiran Gunawan.
53
Menginap.
54
Kebenaran.
55
Meninggalkan rumah.
56
Penginapan 1.
57
Penginapan 2.
58
Perjalanan ke Bogor.
59
Janji.
60
Rasa penasaran Widia.
61
Kalung.
62
Kebenaran.
63
Mencari kebenaran.
64
Menghasut.
65
Perubahan sikap Arista.
66
Pria itu ternyata Gio.
67
Bagai jatuh tertimpa tangga.
68
Persidangan 1.
69
Persidangan 2.
70
Membatalkan lamaran.
71
Melepas rindu.
72
Kekhawatiran Widia.
73
Mual Muntah.
74
Widia Hamil.
75
Di culik.
76
Pengakuan.
77
Cinta tak kesampaian.
78
Ternyata karena Warisan.
79
Cuti.
80
Malam pengantin.
81
Pabrik.
82
Perkara Toge.
83
Kembali ke ibukota.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!