"Apa yang Kakak lakukan disini?" Tanya Vira dingin pada Alno yang baru masuk ke dalam kamarnya.
Alno duduk di atas ranjang tempat tidur Vira. Tepatnya di samping tubuh gadis itu.
"Kakak hanya mengecek keadaanmu? Maaf karena membuatmu terkejut," jawab Alno mengelus puncak kepala adiknya.
Dengan cepat Vira langsung menepis tangan Alno, "Aku bukan anak kecil," jawabnya kemudian mengalihkan pandangan.
"Jaga diri baik-baik," Alno segera turun dari atas ranjang dan berlalu meninggalkan adiknya.
"Apa hanya itu? Apa untuk itu saja Kakak meminta maaf? Tadi yang kakak lakukan apa maksudnya?" Tanya Vira menahan amarahnya saat Kakaknya itu tidak minta maaf setelah tadi menciumnya.
Alno kembali berbalik, "Memang apa yang Kakak lakukan?" Alno kemudian menampakkan wajahnya seolah-olah sedang berpikir.
"Maksudmu ciuman tadi? Kamu diam berarti iya, Kakak tidak akan minta maaf untuk itu," jawab Alno acuh.
"Kenapa? Kenapa Kakak melakukan itu padaku? Aku ini adikmu Kak, adik kandungmu! Kenapa Kakak menciumku seperti itu," tangis Vira tak tertahankan, kini bahkan wajah gadis itu tampak basah karena air mata.
"Kamu masih tanya kenapa? Apa kamu sungguh tidak mengerti maksud Kakak?" Alno berbalik badan dan segera kembali menghampiri adiknya lagi.
Alno tarik tangan Vira yang digunakan gadis itu untuk menutup wajahnya. Di bawahnya tangan itu menyentuh dadanya.
"Apa kamu tidak merasakannya? Apa kamu masih tidak mengerti maksud Kakak? Jantung Kakak berdebar lebih cepat jika Kakak bersamamu, Kakak sayang sama kamu Ra, bukan sayang lagi, tapi Kakak cinta sama kamu, apa belum jelas tadi yang Kakak katakan?"
Vira meronta, mencoba menarik tangannya, melepaskannya dari Alno.
"Tidak Kak, ini salah, semua ini salah!" Vira semakin terisak saat mendengar ungkapan Kakaknya.
"Jika ini salah lantas Kakak bisa apa? Apa kakak bisa menolaknya? Kakak bahkan tidak tahu kenapa Kakak memiliki rasa ini untukmu, jika bisa Kakak memilih, Kakak lebih baik mencintai gadis lain, siapapun itu yang penting bukan dirimu, tapi sayangnya Kakak tidak bisa memilih, karena memang bukan Kakak yang memilih tapi hati Kakak, kau tahu Kakak selalu berusaha menepis perasaan ini sejak lama, tapi lihat bagaimana hasilnya sekarang? Kakak belum bisa dan mungkin tidak akan bisa. Lantas karena itu semua, apa Kakak bersalah?" Alno mengucap itu dengan tegas. Ya, bagaimanapun Alno memang harus jujur pada adiknya, masalah adiknya menerima atau tidak itu urusan nanti, karena yang terpenting sekarang karena kejujuran itu, beban yang selama ini menghimpit di dadanya perlahan merasa lebih baik.
"Sudahlah lupakan, anggap saja Kakak tidak mengatakan apapun padamu," Alno melepaskan tangan adiknya, kemudian segera pergi keluar dari kamar Vira.
"Kenapa Kak? Kenapa harus aku? Aku tidak mau hubungan kita sebagai saudara renggang hanya karena perasaan yang Kakak punya," isak Vira menepuk dadanya yang merasa sesak.
**
"Kak apa yang terjadi? Ada apa?" Tanya Vier yang melihat Alno keluar dengan wajah kusutnya.
"Tidak apa-apa, Kakak keluar dulu, Mama sudah pulang?" Alno menatap Vier yang sepertinya belum puas dengan jawabannya.
"Mama belum, tadi setelah menjemput Zeline, Mama menjemput Vian dulu baru ke kantor Papa," kata Alno yang tahu dari supir keluarga mereka yang tidak jadi menjemput Vian karena mendapat pesan dari Nyonyanya.
Alno mengangguk, memasukkan kedua tangan di saku celana lalu melangkah meninggalkan Vier.
"Kak tunggu!" Vier menghentikan langkah Alno yang akan pergi.
"Hmm kenapa?" Alno berbalik badan mengernyitkan dahi, karena Vier tidak kunjung bicara.
"Kenapa?" Tanya Alno lagi saat adiknya masih diam saja.
"Aku memang tidak bisa membantu masalah Kakak, tapi jika Kakak memang ada masalah, lebih baik Kakak bercerita jangan dipendam sendiri," Akhirnya kalimat yang tadi di susun di pikiran Vier pun terungkap sudah.
Alno tersenyum lalu menepuk bahu adiknya, Kakak tidak apa-apa, kamu tidak perlu khawatir, Kakak bisa menyelesaikan masalah Kakak sendiri, kamu cukup belajar saja, jadilah anak kebanggaan Mama dan Papa, karena Kakak sudah tidak bisa melakukannya, Kakak sudah mengecewakan Mama dan Papa," lanjut Alno dalam hati.
"Baiklah, tapi jika memang Kakak ingin berbagi masalah Kakak, Kakak ceritakan saja padaku, aku akan menjadi pendengar yang baik jika mungkin aku tidak mempunyai solusinya," ucap Vier yang memang belakangan ini merasa Kakaknya berbeda, seperti menyembunyikan sesuatu darinya dan keluarganya.
"Hmm pasti, kamu tenang saja, dan siap-siap saja, mungkin kamu akan merasa pusing jika Kakak sudah bercerita," kata Alno mencoba tertawa agar adiknya tidak serius menanggapi perkataannya.
"Ya, dan Kakak harus membayar itu semua karena sudah membuatku pusing dengan masalah Kakak," Vier ikut tertawa menanggapi ucapan Kakaknya.
"Ya sudah, Kakak pergi dulu, nanti Kakak bisa-bisa tidak jadi pergi jika terus mengobrol denganmu seperti ini," Alno kali ini benar-benar meninggalkan Vier yang terus menatap kepergiannya.
"Aku tahu Kak ada hal yang Kakak sembunyikan, tapi aku tidak tahu itu apa, entah aku yang memang tidak mengerti atau Kakak yang terlalu pandai menyembunyikannya," gumam Vier melihat punggung Alno yang semakin menjauh dan hilang di balik dinding.
"Kakak cukup awasi saja dan biarkan Kak Alno menyelesaikan masalahnya sendiri, karena masalahnya tidak sesederhana yang Kakak kira, dan hanya Kak Alno yang bisa menyelesaikannya," kata Vian yang tiba-tiba keluar dari kamarnya.
Adiknya itu memang sedikit berbeda, dia terlalu peka dengan keadaan sekitar dan bisa dikatakan jika dia bisa berpikir dewasa dibandingkan dengan Vier dan Vira, sampai-sampai Vier bingung siapa yang mewariskan sifatnya itu.
"Kamu tahu, masalah Kak Alno?" Tanya Vier pada Vian setelah mencerna ucapan adiknya.
Vian mengedikkan kedua bahunya acuh, kemudian pergi meninggalkan Kakaknya tanpa menjawab pertanyaan Vier.
Rasanya Vier ingin menjitak kepala adiknya yang menyebalkan itu, yang selalu membuat dirinya menebak-nebak apa yang ada di dalam pikiran bocah yang sekarang berusia 13 tahun.
Tak lama Vira keluar dari kamar dengan wajah sembabnya, walaupun Vira tadi sudah mencuci mukanya tetap saja kelihatan jika dirinya habis menangis.
"Kamu kenapa?" Tanya Vier yang masih ada di depan pintu kamarnya.
"Tidak apa-apa, minggir!" Kata Vira yang berusaha agar tetap terlihat baik-baik saja.
"Kamu bertengkar sama Kak Alno, kali ini masalah apalagi?" Vier menelisik wajah Vira, Vier yakin jika pertengkaran kedua saudaranya kali ini pasti cukup serius dilihat dari wajah Kakaknya Alno yang jelas tidak baik-baik saja, karena biasanya Kakak laki-lakinya itu selalu sabar menghadapi Vira dan bahkan malah tersenyum setelah berdebat dengan kembarannya.
"Tidak, kata siapa? Sok tahu banget sih kamu," Vira mengelak tuduhan Vier, ya sebenarnya bukan tuduhan karena memang itu kenyataan, tapi Vira tidak mungkin jika mengatakan hal yang sebenarnya, karena jika Vira mengatakannya, dapat dipastikan jika masalah yang terjadi antara dirinya dan Alno akan semakin runyam.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments
Rita
😅😅😅😅
2024-06-26
0