BAB 05 - Pertimbangan

Siang hari di ibukota tepatnya di alun-alun tenggara. seperti biasa ramai dengan lautan pengunjung. Banyak orang berlalu-lalang, berbelanja, melakukan bisnis sesama pedagang, petualang yang sedang bersantai atau sekedar orang gabut nggak punya kerjaan dan nggak tau harus ngapain.

Karena sudah memasuki waktu makan siang seperti biasa Audrey kebanjiran pelanggan, sehingga ia sangat sibuk. Walau sebenarnya walau di jam-jam biasa jua ada pelanggan namun tak sebanyak waktu ini.

Disudut lain alun-alun yang tidak diketahui Audrey, di sebuah meja taman dibawah pohon, Tampak dua orang mengintai Audrey. Mereka mengintai lama sekali hingga menghabiskan bergelas-gelas minuman dan camilan yang mereka pesan. Mengintai dengan tenang seperti ular yang tak membiarkan kelinci burannya lolos. setelah pelanggan terakhirnya pergi dan dia bersiap-siap untuk pulang mereka berdua melancarkan aksinya

“sekarang saatnya.”

“ya”

Setelah sekian lama menunggu mereka akhirnya menemui Audrey, menyapanya seperti biasa dan bermaksud mengatakan sebenarnya sebelum mereka berdua mulai lupa. mereka bermaksud mengajak nya ke dalam partynya. Dalam imajinasi mereka berdua, mereka membayangkan Audrey akan langsung menerima nya dengan senang hati, namun yang terjadi…

“Kenapa harus aku yang bergabung kedalam party kalian…”

Kreeekkk…

Suasana hati mereka berdua sekarang seperti gelas yang pecah saat ini.

“Lagipula bukankah aneh tiba-tiba mengajak orang yang baru kalian temui dua hari yang lalu menjadi satu party dengan mu.”

“Sebenarnya sebelum itu kami juga sudah mencari orang lain di kota ini.”

“Namun tetap saja hasilnya nihil.”

“Tidak ada seorangpun yang mau bergabung dengan orang asing seperti kami.” mereka berdua berbicara bergantian dengan muka yang sedikit masam.

“Maaf saja, tapi sekarang pun aku ada pekerjaan yang harus dilakukan.”

“Ah, tapi ketika kami mencari informasi tentang mu seorang yang kami tanyai sebenarnya dia berharap kamu menjadi petualang.”

“Seorang pemilik restoran menengah di dekat jalan utama kota, sebenarnya dia terlihat sangat akrab denganmu.”

ah sial tak salah lagi sepertinya dia. Yang dipikirkan Audrey dalam hati karena dia sudah tau siapa orang yang dimaksud.

“Apakah dia orang tuamu ?”

“Orang tua?... tidak bahkan sejak awal mungkin aku tak berhak punya orang tua.”

Wajah Audrey tampak gelap dan dia semakin sedih mengingat hubungan dengan orang tuanya kini sebatas orang asing bahkan bisa dibilang kastanya pun berbeda jauh.

“M.. maaf aku tidak bermaksud…”

“Tidak masalah kok, setidaknya sekarang aku masih punya keluarga yang berharga.” Audrey mencoba tersenyum untuk menghibur mereka berdua.

“Datanglah ke rumahku besok, malam ini akan ku pikirkan baik-baik.”

“Jawabannya akan kuberi tau besok.”

Audrey masih mencoba tersenyum untuk menyembunyikan kesedihannya, mengemasi barangnya dan pulang ke rumah. hari itu benar-benar sudah sore, cahanya nya menguning seperti kesedihannya, ia terbang dengan cepat, melintasi lautan pohon dan masuk kembali kedalam hutan. Masuk ke rumahnya yang damai untuk memikirkan kembali apa keputusan yang tepat untuk esok hari.

Sejak 3 tahun lalu dia tinggal menyendiri di hutan, bukan hanya karena alasan sederhana untuk mencari ketenangan, namun untuk alasan lebih mendalam yang hanya diketahui dirinya sendiri. Ia tinggal di hutan sendirian tak lain dan tak bukan adalah untuk berlatih mengendalikan kekuatannya, walaupun lepas kendali sesaat tidak ada orang lain yang terkena dampaknya, untungnya selama ini dia tidak pernah lepas kendali lagi seperti kejadian di istana dulu dan sudah terbiasa menekan kekuatannya.

Malam itu dia berlatih lagi dengan keras dan memikirkan apa yang harus diperbuat, apakah harus menerimanya atau menolaknya dengan sopan. Sebenarnya dia ingin namun rasanya tak bisa, ia takut sewaktu-waktu dia bisa membahayakan temannya. Dia juga sempat berfikir untuk membuat mereka berdua melupakannya, namun gagasan itu ditolak mentah-mentah, dia berfikir kalau dia melakukan tindakan semacam itu sama saja seperti lari dari kenyataan dan mengulang sedikit kesalahan seperti yang pernah dilakukannya dimasa lalu.

Tak terasa satu malam telah berlalu dan matahari mulai terbit. Audrey harus bersiap memberikan jawaban kepada mereka berdua, bahkan hari ini pun Audrey bangun lebih pagi dari pada hari-hari sebelumnya, dia memikirkan kembali apa yang menjadi keputusannya hingga…

Tring… Tring…

Lonceng pintunya berbunyi, Audrey meneguhkan hati dan bersiap menyambut mereka berdua.

Mereka berdua berdiri di depan pintu dengan gembira, cemas, dan khawatir. Perasaan mereka bercampur aduk bersiap untuk yang terbaik juga mempersiapkan kalau terjadi hal buruk. Tiba saatnya untuk Audrey memberikan jawaban, mereka sudah siap sepenuhnya namun…

"Ah maaf aku masih agak ragu…" Jawab Audrey dengan santainya.

Mereka berdua terjungkal dan terdiam seketika, karena mendengar jawaban yang sangat-sangat tak terduga.

"Lalu gimana katanya mau ngasih jawabannya hari ini."

"Ya gimana hehe aku juga masih bingung."

"Banyak hal yang harus kupertimbangkan."

"Lha terus gimana… sebenarnya kami sangat berharap kau menerimanya."

"Saat ini aku masih ragu memikirkannya sendirian."

"Mungkin aku harus berunding lagi bersama pamanku, apa kalian mau ikut ?"

"Pasti."

"Berusahalah membuatku menerimanya Ok…"

Mereka berdua menunduk dengan senang karena berhasil melewati selangkah keberhasilan mereka, dan berharap hal ini berakhir dengan baik.

Mereka akan bertemu paman Audrey di kota, satu-satunya keluarga yang dimilikinya. Dialah yang menyelamatkan Audrey sewaktu pingsan setelah tragedi mengerikan yang terjadi di istana 4 tahun yang lalu.

Karena mereka semua terburu buru untuk pergi ke kota, mereka semua terbang. Tentu saja Audrey terbang dengan sapunya seperti biasa, sedangkan karena Hendry dan Eliana yang terburu-buru hari ini, mereka datang kesini juga dengan cara yang sama yaitu terbang bersama peralatan yang biasa mereka gunakan, meskipun terkadang mereka lebih suka berjalan santai.

Sesaat setelah Audrey mengunci pintu mereka semua terbang melesat ke ibu kota. Eliana terbang dengan sepatu sihirnya yang terlihat seperti sepatu biasa namun memiliki dua sayap kecil di bagian kiri kanan masing-masing sepatu yang mampu membuatnya terbang dan berlari dengan sangat cepat. Itu merupakan peralatan sihir langka yang tidak dapat dicari di semua toko di negara ini.

Sedangkan untuk Hendry sendiri malah lebih aneh lagi. Dia menggunakan sebuah miniatur kuda yang terbuat dari logam besi khusus yang dapat ditunggangi (Bentuknya mirip kuda lumping). Sejauh perkiraan, selain digunakan untuk terbang atat itu juga bisa digunakan sebagai tameng namun tetap saja masih belum diketahui spesifikasi lengkapnya.

Mereka terbang dengan kecepatan tinggi diatas lautan pohon, batas yang memisahkan rumah Audrey dengan Ibukota. Waktu tepat tengah hari ketika mereka sampai di gerbang utama kota, setelah itu mereka bergegas ke rumah paman Audrey yang terletak di pinggir jalan utama kota.

Mereka tiba di sebuah restoran menengah, tidak terlalu mewah dan tidak terlalu kumuh. Dilihat dari luar seperti restoran pada umumnya, dengan harga wajar yang biasa digunakan para petualang setempat dan siapapun yang datang ke kota ini untuk makan siang atau malam.

Semuanya masuk ke restoran itu dan disambut oleh seorang pelayan. Suasana restoran sudah berbuah semenjak terakhir kali Audrey masih tinggal di sini, sekarang restoran ini sudah memiliki beberapa pelayan dan koki tambahan. Dulu sewaktu Audrey di sini dia juga membantu melayani tamu, waktu itu Paman juga masih memasak sebagai koki, namun sekarang ini dia sudah berhenti dan menyerahkan segala urusan masak-memasak kepada pegawai di sini.

Karena waktu tepat pada saat jam makan siang mereka semua memesan makanan dan sekaligus makan siang di sini, karena waktu itu masih belum terlalu banyak pelanggan mereka bisa memilih tempat duduk di dekat jendela dimana dapat melihat langsung keluar dan menikmati pemandangan kota yang indah, selain itu tempat ini juga berada di pojokan sehingga percakapan mereka jauh lebih aman.

Setelah mereka memesan makan siang, Audrey menanyakan sesuatu kepada pelayan.

"Apa paman ada ?"

"Ah manager sed…"

"A...Audreyyyyyy…… akhirnya kau datang… aku kangen banget…."

Paman tiba-tiba lari keluar dari kantor nya, menghampiri Audrey lalu memeluknya dengan erat, namun tetap saja itu membuatku jijik. Seorang lelaki tua datang lalu tiba-tiba memeluk anak laki-laki berusia 14 tahun yang sedikit mirip perempuan tentu saja terlihat aneh.

Pelayan itu segera mundur menjauh, langsung kembali ke dapur, menyiapkan pesanan mereka dan tidak mau terlibat bosnya yang sedikit aneh.

Setelah itu Paman duduk bersama mereka semua dan mulai membicarakan hal tersebut.

Episodes
Episodes

Updated 40 Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!