BAB 17. AKU LEBIH KUAT DARI GAJAH

Sesapan pertama, Tiger sedikit menimang-nimang rasanya. Terasa cocok di lidahnya. Ia meneguk kopi yang masih mengepulkan asap itu sembari melirik pada Jihan. Wanita itu pura-pura sudah menyambungkan teleponnya.

"Halo, Sa! Apa kabar?" ucapnya meletakkan benda pipih di telinga.

Tampak, Tiger tengah meneguknya hingga tandas, menyisakan ampas berwarna hitam pekat. Dalam hati Jihan berdegub karena ini adalah percobaan pertamanya.

Manik berwarna abu milik Tiger lama kelamaan berubah sayu. Terlihat memerah dan teramat tajam. Jihan menggigit bibir bawahnya. Kakinya juga terus bergerak tidak tenang. Ia tersenyum dan sesekali berbicara sendiri seolah sedang berbicara dengan lawannya di seberang.

"BRUGH!"

Tubuh bongsor pria itu mendadak ambruk di meja kerja. Jihan memekik kegirangan lalu menutup mulut saat menyadarinya. Ia beranjak dari kursinya, lalu mendekat ke arah Tiger.

Membungkuk setengah badan hingga bibirnya bisa mencapai telinga Tiger, sembari berkata, "Selamat malam, Tuan Macan. Tidur yang nyenyak ya," ucapnya menepuk-nepuk puncak kepala Tiger sambil tertawa kecil.

"Seru juga," lanjutnya terkekeh lalu hendak melenggang pergi.

Namun tiba-tiba saja ia tersentak saat lengannya ditarik oleh tangan lebar Tiger. Matanya seketika membulat dengan degub jantung yang bermarathon. "Duh! Masa nggak mempan? Padahal sepertinya itu bisa menidurkan gajah," celetuk Jihan dengan raut ketakutan.

"Aku bahkan lebih kuat dari pada gajah!" gumam Tiger di ambang kesadaran.

Jihan mengerjap berulang-ulang, ingin melarikan diri namun rasanya terlambat. Kedua kakinya mendadak beku, wajahnya memucat di bawah cahaya yang berpendar di ruangan itu. Ia tidak berani melirik Tiger.

"Mampus!" jeritnya dalam hati sambil menepuk-nepuk kepala dengan tangan lainnya.

Jantungnya seolah meledak ketika ia merasakan pergerakan pada Tiger. Pria itu beranjak berdiri, masih mencengkeram kuat pergelangan tangan Jihan. Perempuan itu sudah merasakan panas dingin di sekujur tubuhnya.

Kini di sampingnya sudah berdiri gagah pria yang ia beri kopi tadi. Sengaja dicampur dengan obat tidur yang ia temukan di kotak obat pada adukan terakhir. Dan dosis yang diberikan cukup banyak. Karenanya ia benar-benar terkejut saat Tiger tidak mempan diberi obat tersebut.

"Dia itu orang apa badak? Tuhan! Selamatkan aku!" jeritnya dalam hati tanpa berani bergerak sedikitpun.

Mata Tiger masih tertutup, ia merasa susah sekali saat mencoba membukanya. Meski sudah menggeleng-gelengkan kepala. Ia berjalan sedikit terhuyung tanpa melepas cengkeraman tangannya pada lengan Jihan.

"Apa yang kau lakukan, Jihan!" Bibir Tiger menggumam sedikit kesal namun kalah dengan rasa kantuknya.

Ia tersandung kaki meja, Jihan terhempas di sofa yang cukup lebar dan ia pun terjatuh di atas tubuh perempuan itu. Mata Jihan membelalak lebar.

"Aduh, Tiger!" seru Jihan yang tubuhnya terkunci oleh lelaki itu.

Bukannya menyingkir, Tiger justru semakin menyamankan posisinya. Ia memeluk erat tubuh Jihan, kakinya menindih kedua kaki Jihan lalu menyandarkan kepalanya pada dada sintal perempuan itu. Terlihat sangat nyaman, padahal dentuman jantung Jihan sangat kuat dan meledak-ledak.

"Sial! Kenapa jadi begini?! Aiih berat pula tubuhmu, Tiger!" desahnya frustasi karena tidak bisa bergerak sedikitpun.

Seketika ia pun pasrah. Lama kelamaan, matanya juga turut memejam karena rasa kantuk yang mulai menyerang. Keduanya tidur dalam kenyamanan masing-masing, saling berpelukan tanpa jarak sedikitpun.

...🥀🥀🥀🥀🥀...

Pagi yang cerah kini menyelimuti kota Palembang. Matahari perlahan merangkak keluar dari peraduan. Tiger mengerjapkan kedua matanya. Terkejut bukan main saat pemandangan pertama yang ia temukan adalah perempuan yang berstatus istrinya.

Ia mengerjapkan matanya berulang untuk memastikan bahwa pandangannya tidak salah. Wajah polos nan teduh dengan napas teratur, membuatnya berdesir hebat. Satu lengannya terangkat hendak menyentuh anak rambut Jihan. Namun tiba-tiba ada pergerakan halus dari Jihan, membuatnya cepat-cepat memejamkan mata kembali.