Di sebuah kamar spesial, seorang pemuda tampan tengah terbaring tak berdaya, dengan beberapa alat medis yang di pasang di tubuhnya. Di samping pemuda itu,tengah duduk seorang kakek yang sangat menyayanginya. Sang kakek tidak pernah berhenti berdoa dan berharap agar sang cucu tersadar dari komanya setelah satu tahun berlalu. Andara Wijaya memegang telapak tangan cucunya. Menyalurkan rasa sayang pada sang cucu.
"Geo, bangunlah nak. Lihat kakek mu ini. Kakek sudah tua. Apa kamu tidak mau menemani kakek di usia senja ini. Bangunlah!" ucap Andara sedih. Di tatapnya dalam-dalam wajah cucunya itu. Masih setampan dulu meski terlihat sedikit memucat di kulitnya.
"Kakek punya kejutan untukmu, besok kakek akan membawakannya untukmu," ucapnya lagi sebelum tertunduk pilu. Melihat sang cucu yang masih berjuang untuk hidupnya saat ini.
Andara pergi setelah mengucapkan hal itu. Dia ingin menemui seseorang yang sudah memiliki janji dengannya. Di dalam mobil, pria itu tengah menatap ponselnya. Dia tengah menunggu seseorang menghubunginya.
"Kenapa tidak memberi kabar? Apakah gadis itu baik-baik saja?" tanya Andara. Dia teringat pada gadis yang tadi siang tidak sengaja dia tabrak. Padahal Andara sudah memberikannya kartu nama pada gadis itu. Andara takut kalau gadis itu mungkin terluka di bagian dalam tubuhnya.
Setelah pulang dari toko. Kiara pergi ke sebuah mini market tak jauh dari tempatnya tinggal. Dia ingin membeli beberapa keperluan bulanannya. Dari belakang gadis itu, sejak Kiara pulang kerja sudah ada dua orang berbaju serba hitam mengikutinya. Namun Kiara tidak menyadari itu.
Setelah selesai berbelanja, Kiara segera kembali ke tempatnya tinggal. Hanya beberapa meter saja, Kiara lebih memilih berjalan kaki. Kedua tangannya menenteng dua kantong sedang berisi belanjaannya. Saat di jalanan sepi, dua orang yang tadi mengikuti Kiara, tiba-tiba membekap Kiara dari belakang.Sontak saja Kiara langsung tak sadarkan diri. Dan kedua orang itu membawa Kiara masuk ke dalam mobil mereka.
Di ruangan yang sempit dan gelap kini Kiara berada. Gadis itu masih belum juga terjaga setelah mendapatkan bius dari kedua orang yang menculiknya tadi. Kiara dalam bahaya, tapi siapa sangka orang yang tega melakukannya adalah ayah kandungnya sendiri. Pria itu tengah duduk di depan putrinya yang telah di ikat di kursi.
"Bangunkan dia!" Tanan meminta salah satu pengawalnya untuk membangunkan Kiara.
Mata Kiara mulai terbuka sedikit demi sedikit. Perlahan dia mulai terjaga, dia terkejut,karena tiba-tiba berada di tempat yang tidak dia kenali. Yang lebih mengejutkannya lagi kedua tangan dan kakinya terikat di kursi. Di depannya sang ayah tengah menikmati sebatang rokok.
"Ayah, ada apa ini? Kenapa ayah menculik Kiara?" tanya Kiara panik, dia takut pria di depannya itu akan melakukan hal buruk pada dirinya.
"Ayah terpaksa melakukannya, karena kamu tidak mau memenuhi permintaan ayah," ucap Tanan pada putrinya.
"Ayah lepaskan Kiara!" pinta gadis itu sambil menggerakkan tangannya barangkali bisa terlepas.
"Boleh, asal kamu mau mendatangani surat ini!" balas Tanan, di tangan kanan pria itu tengah memegang sebuah map berwarna biru. Kiara bertanya-tanya isi di dalamnya sampai membutuhkan tanda tangan darinya. Jika itu harta yang di tinggalkan sang ibu untuknya. Apakah perlu untuk Kiara menandatanganinya. Toh semuanya sudah di pegang oleh sang ayah dengan ibu tirinya.
Tanan meminta asistennya untuk menunjukkan isi didalam map itu. Kiara membaca dengan seksama isi dari perjanjian itu. Di sebutkan Kiara harus bertunangan dengan seorang pria yang berusia tiga tahun lebih tua darinya. Tanpa ada unsur paksaan jika di tanya oleh pihak dari pria. Nilai tukar dari pertunangan itu adalah dana yang akan di berikan perusahaan milik Tanan. Kiara tersenyum kecut, dia seolah tidak ingin memanggil pria di depannya itu dengan sebutan ayah lagi.
"Ayah tega menjual Kiara?" tanya Kiara dengan nada kecewa.
"Ayah terpaksa,jika saja adikmu tidak kabur. Mungkin bukan kamu yang akan bertunangan. Kamu harus ingat, hidup nenek ada di sikap kamu pada ayah!" ancam Tanan tanpa belas kasih sama sekali. Kiara mengutuk dalam hati pria di depannya ini. Bukan lagi ayah hangat yang dulu Kiara kenal. Namun pria yang menyerupai iblis.
"Bagaimana, apa kamu mau ayah menyiksa nenekmu sekarang?" tanya Tanan. Kiara memejamkan kedua matanya, dia sesaat mempertimbangkan semuanya. Sudut kedua matanya sudah berembun, tapi sebisa mungkin dia tidak akan menjatuhkannya.
"Baik, tapi Kiara minta satu syarat dari ayah!" jawab Kiara.
"Apa itu?" tanya Tanan dengan tidak sabar.
"Setelah Kiara menyetujuinya, Kiara ingin terlepas dari keluarga kalian," jawab Kiara. Tanan mengerutkan keningnya heran mendengar permintaan sang anak.
"Baiklah, terserah kamu saja. Asal kamu menerima permintaan ayah!" jawab Tanan dengan mudah.
Kiara segera menandatanganinya, dia tidak tahu dari persetujuan itu. Hidupnya akan berubah sepenuhnya di masa depan nanti.
Malam harinya, Kiara di bawa ke sebuah rumah megah. Dia tidak tahu rumah itu milik siapa.
"Jangan mengecewakan beliau, kamu harus ingat pesan ayah ini!" ucap Tanan.
"Pesan? Bukankah itu sebuah perintah?" batin Kiara di dalam hatinya.
"Kiara mengerti, ayah tenang saja," jawab Kiara enggan.
Keduanya kini sudah berada di depan rumah megah itu. Di depan mereka tengah berjejer para pelayan yang bersiap menyambutnya.
"Selamat datang tuan,nona!" ucap mereka serempak. Kiara merasa canggung mendapat perlakuan seperti itu. Dia hanya tersenyum pada mereka.
"Silahkan duduk tuan, nona! Tuan besar akan segera menemui kalian!" ucap seorang pria dengan postur tubuh tinggi dan tegap. Kiara perkiraan usianya mungkin sebaya dengan ayahnya. Dia ternyata kepala pelayan di rumah itu. Tanan dan Kiara duduk di sofa yang di sediakan. Sambil menunggu tuan rumah menemui mereka.
Sebuah suara sepatu terdengar di antara langkah kaki seseorang. Dari ujung anak tangga tak jauh dari keduanya duduk. Tanan segera berdiri menyambut pria itu. Kiara juga di paksa berdiri dan ikut menyambutnya oleh sang ayah.
Tatapan mata Kiara bertemu dengan pria yang di sambut ayahnya tadi. Dan bayangan sosok yang pernah menabrak motornya beberapa hari yang lalu kembali terlintas di kepalanya. Begitu juga dengan Andara, dia ingat betul wajah gadis di depannya itu.
"Loh kamu ternyata putrinya pak Tanan?" tanya Andara.
"Benar kek, saya putrinya pak Tanan," jawab Kiara.
"Kalian sudah pernah bertemu?" Tanan tidak mengetahui bahwa keduanya saling mengenal.
"Beberapa hari yang lalu saya tidak sengaja menabrak motor miliknya. Bagaimana keadaanmu sekarang?" tanya Andara.
"Saya baik-baik saja kakek," jawab Kiara sambil menyunggingkan senyum manisnya.
"Baiklah, mari kita duduk dan meneruskan obrolan kita," pinta Andara pada kedua tamunya. Keduanya mengangguk dan mereka kembali saling mengobrol bersama.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 76 Episodes
Comments