Tanan tercekat dalam diam,dia mengingat semua yang pernah dia lakukan pada putrinya itu. Dia yang tidak peduli dengan Kiara saat gadis itu mendapatkan perlakuan buruk dari saudara dan ibu tirinya. Tapi siapa lagi yang bisa membantu Tanan kali ini. Jika mengharapkan Rena, bahkan gadis itu pergi entah kemana. Salah satu harapan saat ini adalah Kiara. Meski Tanan tahu tak pantas baginya untuk memohon pada Kiara. Namun demi perusahaan keluarga dia harus membuat Kiara menyetujuinya.
Tiba-tiba Tanan berlutut di depan Kiara. Gadis itu terkejut melihat apa yang tengah di lakukan ayahnya.
"Kiara, tolong kali ini saja bantu ayah. Demi perusahaan dan keluarga kita. Ayah mohon ikutlah dengan ayah!" pinta Tanan pada Kiara. Gadis itu tak mengerti maksud dari ayahnya.
Kiara menggelengkan kepalanya dan juga membuang muka, sambil tersenyum kecut. Dia tidak ingin kembali untuk saat ini. Rumah yang seharusnya menjadi kenangan baginya dan ibu kandungnya harus menyisakan luka yang begitu dalam bagi Kiara.
Kiara kira ayahnya memintanya pulang karena pria itu merindukannya. Namun ternyata hanya karena alasan perusahaan saja. Pikiran Kiara terlalu berlebihan, menganggap dirinya begitu penting bagi keluarganya saat ini.
"Maaf yah, Kiara tidak bisa menuruti ayah kembali. Lebih baik ayah meminta pada Rena saja, putri kesayangan ayah!" ucap Kiara sambil kembali menghidupkan motor maticnya. Kiara segera melajukan kendaraannya, meninggalkan Tanan begitu saja. Dia tampak begitu kecewa, tapi Tanan memang tak pantas untuk memaksa Kiara setelah apa yang telah terjadi.
Kiara tidak habis pikir,bagaimana dia dimata sang ayah. Kenapa pria yang seharusnya menyayangi dirinya. Malah tega ingin menukarkan dirinya demi perusahaan keluarga.
"Ayah, Kiara selalu menyayangimu. Tapi kenapa ayah seperti sangat jauh dari Kiara. Kiara rindu yah, saat kita bertiga seperti dahulu bersama ibu," batin Kiara sambil mengendarai motornya.
Karena tidak fokus, Kiara tak menyadari bahaya yang akan menerpanya. Sebuah mobil hendak mendahului motornya. Namun tak sengaja menyenggol bagian belakang motor yang di kendarai Kiara. Alhasil Kiara kehilangan keseimbangannya. Gadis itu segera reflek membanting setirnya ke kiri. Dia terpaksa jatuh di rerumputan dan itu lebih baik dari pada jatuh di jalanan beraspal itu.
"Aduh gimana sih mengendarai mobilnya?" gerutu Kiara sambil mencoba berdiri. Kakinya sempat tertindih body motor miliknya. Namun dia masih bisa berdiri. Pria dari mobil itu melihat Kiara yang terjatuh karena tak sengaja tersenggol mobilnya. Dia segera menepikan mobilnya di pinggir jalan. Lalu segera menghampiri tempat dimana Kiara terjatuh.
"Kamu tidak apa-apa?" tanya pria paruh baya itu. Kiara menatap ke arahnya. Meski rambut pria di hadapannya itu sudah memutih namun tubuhnya masih terlihat bugar dan gagah. Terlihat lebih muda dari usianya.
"Ah saya baik-baik saja, kenapa kakek menyetir sendiri tanpa sopir?" tanya Kiara pada kakek itu.
"Maaf saya tidak sengaja, saya sedang terburu-buru. Bagaimana kalau saya bawa kamu ke rumah sakit terdekat dahulu," ajak sang kakek.
"Sudah kek, tidak perlu. Saya baik-baik saja, lagi pula kakek juga tidak sengaja kok," jawab Kiara.
"Kamu yakin nak?" tanya kakek itu lagi. Kiara menganggukkan kepalanya.
"Baiklah kalau begitu, oh iya ini kartu nama saya. Kalau merasa sakit atau apa saja karena kecelakaan ini. Kamu bisa langsung menghubungi saya saja," pinta kakek itu sambil memberikan kartu namanya pada Kiara.
Kiara menerimanya, kemudian kakek itu pamit karena dia sangat terburu-buru.
"Jangan ngebut lagi kek," pesan Kiara pada kakek yang baru saja dia temui itu. Yang kemudian di balas dengan senyuman kecil dari sang kakek sebelum masuk ke dalam mobil.
Kiara memperhatikan kartu nama yang tadi di terimanya. Tertulis sebuah nama Andara Wijaya dan sebuah alamat perusahaan Dirgantara Grup. Kiara sepertinya tidak asing dengan nama perusahaan itu.Tapi dia tidak ingat pernah membacanya dimana.
"Ah sudahlah tidak penting! Aku harus segera ke toko. Via dan Arin pasti sudah cemas karena aku belum kembali!" gumam Kiara. Dia segera memasukkan kartu nama itu ke dalam saku jaket miliknya. Dan segera melajukan motor kesayangannya itu, untung saja tidak rusak setelah jatuh tadi.
Tapi lututnya sedikit terasa nyeri . Alhasil dia harus tertatih saat berjalan dari parkiran motor menuju ke dalam tokonya. Kedua pegawainya terkejut melihat Kiara.
"Mbak Kiara kenapa?" tanya Arin yang selalu panik jika hal buruk terjadi pada Kiara.
"Cuma jatuh dari motor aja kok Rin," jawab Kiara sambil duduk di sofa di sudut ruangan itu.
"Hah kok bisa jatuh mb?" tanya Via ikut menimpali.
"Ada kakek-kakek gak sengaja nyenggol bodi motor mbak dari belakang. Untung gak kencang."
"Duh mbak, lain kali biar Via atau Arin aja yang beli makanannya. Kan jadi gini?" ucap Via merasa khawatir dengan Kiara. Gara-gara harus membeli makan siang bagi mereka. Kiara harus jatuh kayak gini.
"Udah gak apa-apa. Kita kan gak tau bakal kejadian kayak gini. Yang penting mbak gak apa-apa kan sekarang," jawab Kiara menenangkan keduanya.
"Iya mbak, sini aku bantuin buka makanannya," Arin mengambil piring dan sendok lalu membantu membuka makan siang milik Kiara. Ketiganya lalu makan bersama siang itu.
Tapi Kiara tidak terlalu berselera menyantap makan siangnya. Dia teringat oleh ayahnya yang tadi tiba-tiba menghadangnya. Mengapa sang ayah malah memintanya bertunangan bukan gadis manjanya yang tengah bersamanya itu. Apakah Rena kabur? Pertanyaan-pertanyaan itu memenuhi kepala Kiara.
Lamunan Kiara harus terhenti saat sebuah pesan masuk ke ponselnya.
Kiara kamu harus pulang dan menerima pertunangan ini. Kalau tidak ayak akan berusaha apapun untuk memaksamu menyetujuinya.
Isi pesan singkat itu membuat Kiara mengerutkan keningnya. Lagi-lagi sebuah paksaan yang dia dapatkan. Dan pesan berikutnya sudah masuk kembali, sebelum Kiara membalas pesan sebelumnya. Kali ini sebuah foto yang di kirim padanya.
"Ayah kenapa kamu tega pada Kiara?" gumam Kiara, raut wajahnya berubah menjadi sangat gelisah setelah melihat foto itu. Foto sang nenek yang berada di kampung halamannya.
Jika ingin nenekmu baik-baik saja, turuti keinginan ayah. Datanglah besok pagi ke rumah kita. Ayah akan menunggumu.
Pesan ketiga membuat Kiara semakin gelisah. Arin dan Via saling memandang, mereka mencoba menerka apa yang sedang di baca oleh Kiara. Hingga membuat gadis itu terlihat sangat sedih.
"Mbak ada apa?" tanya Via. Kiara tersentak, dia segera menggelengkan kepala.
"Tidak kok Via, mbak cuma gak berselera makan saja siang ini," balas Kiara.
"Mbak yakin?" Kiara mengangguk yakin. Hingga hanya ada diam diantara mereka saat ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 76 Episodes
Comments