Rasa lelah tak membuat Kiara mudah mengeluh. Setelah memastikan pesanan terkirim seluruhnya. Dan telah menutup toko malam ini,Kiara harus segera pulang ke kostnya. Gadis itu memilih keluar dari rumah besar peninggalan sang ibu lantaran tak kuat lagi menahan siksaan batin dan fisik dari saudara dan ibu tirinya. Kiara harus mendapatkan fitnah keji dari kedua orang itu. Kiara di fitnah mencuri kalung milik adik tirinya. Dan lebih parahnya lagi sang ayah lebih mempercayai mereka dari pada Kiara, putri kandungnya sendiri.
Satu tahun yang lalu dia memilih pergi dari rumah. Ayahnya bahkan tak mencegahnya sama sekali. Atau hanya sekedar mengatakan pada Kiara agar tetap tinggal. Dan di sebuah rumah kecil kini gadis itu tinggal. Dengan membayar sewa setiap bulannya.
Sebenarnya Kiara berfikir ingin tinggal di toko. Namun tempat itu tak lagi bisa memuat dirinya. Dia hanya bisa berhemat untuk hidupnya, agar tetap bisa bertahan.
Di tempat berbeda, sebuah rumah besar. Duduk tiga orang yang tengah saling berhadapan. Dari tatapan salah satu dari mereka penuh dengan kemurkaan. Seorang pria yang tak lagi muda, usianya sudah hampir mendekati kepala lima. Namun dia masih saja harus bekerja keras untuk keluarganya. Tanan Aditya, seorang pemegang kekuasaan tertinggi di salah satu perusahaan tekstil yang sedang berkembang di kotanya. Dia tengah pusing memikirkan perusahaannya yang hampir kolaps. Di depannya duduk sang anak dan istri keduanya.
Gadis bernama Rena tengah melipat kedua tangannya di depan dada sambil menunjukkan wajah yang enggan. Dia baru saja menolak permintaan sang ayah. Yang memintanya untuk menikah dengan putra salah satu rekan bisnis Tanan. Bagi Rena perjodohan itu tidak bisa membuatnya bahagia. Apalagi calon suami yang akan di jodohkan dengannya adalah pria yang tengah koma karena kecelakaan.
"Rena, ayah minta kamu menerimanya, meski belum bisa menikah setidaknya bertunangan terlebih dahulu," pinta sang ayah kembali, Tanan mencoba membujuk Rena.
"Rena tidak mau ayah, apa ayah tega melihat Rena menikah dengan pria cacat dan koma itu. Mau di taruh dimana muka Rena ayah dihadapan teman-teman Rena nanti?" bantah Rena mentah-mentah.
"Baik! Kalau kamu tidak mau, jangan salahkan ayah jika rumah dan aset-aset kita di sita oleh pihak bank!" ancam Tanan pada putrinya. Dia sudah pusing memikirkan perusahaannya yang sekarang berada di ujung tanduk.
"Apa maksud ayah?" tanya Rena tidak mengerti.
"Perusahaan ayah tidak stabil saat ini, dan ayah butuh dana dari perusahaan yang lebih besar. Kebetulan rekan bisnis ayah menginginkan menantu yang mau merawat cucunya. Kamu anak ayah. Bisakah menerima permintaan ayah kali ini Rena?" jelas Tanan. Rena menggelengkan kepalanya dengan cepat. Bukan ini yang dia inginkan. Dalam pikiran Rena hanya ada kekasihnya. Dia tidak mau menikah dengan pria cacat bahkan koma juga.
"Tapi ayah, Rena-" keluh Rena. Sinta hanya bisa merangkul sang putri. Dia tidak ingin putrinya menderita tapi juga tidak mau menjadi orang miskin karena kehilangan semuanya.
" Sayang, berikan Rena waktu untuk memikirkannya, aku akan membujuknya nanti." Sinta hanya bisa melakukan hal itu saat ini. Menenangkan keduanya terlebih dahulu.
"Baiklah, ayah akan memberi waktu kamu tiga hari untuk memikirkannya baik-baik. Ayah harap kamu tidak akan mengecewakan ayah," ucap Tanan sambil pergi meninggalkan keduanya.
Tiga hari kemudian, saatnya Rena memberikan jawabannya. Namun dari pagi tadi Tanan tak melihat putrinya itu.
"Sayang, dimana Rena?" tanya Tanan pada Sinta. Wanita itu terkejut mendengar pertanyaan dari suaminya. Dia sudah menyembunyikan kekhawatirannya sedari tadi. Karena Rena sudah tak berada di rumah sejak tadi pagi.
"Sayang, kamu tenang dulu. Sebenarnya Rena sudah tidak ada di rumah sejak pagi tadi. Aku sudah menghubunginya namun tidak bisa sayang," jelas Sinta dengan rasa takut. Dia sangat takut jika suaminya itu akan marah besar.
Kedua mata Tanan memerah dalam sekejap. Dia harusnya mendapatkan jawaban setuju dari putri keduanya itu saat ini. Karena nanti malam Tanan harus membawa putrinya ke rumah calon menantunya. Tanan menggebrak meja di depannya, membuat Sinta sangat terkejut.
"Kemana dia? Apa dia semalam tidak pulang lagi?" sentak Tanan. Sinta sudah tak berselera menyantap makanannya. Dia segera menghampiri suaminya. Duduk di pangkuan Tanan, berharap bisa menenangkan pria itu.
"Sayang kamu jangan marah dulu. mungkin Rena ada perlu dengan teman-temannya. Hal wajarlah untuk anak jaman sekarang bergaul di luar sana," jelas Sinta.
"Kamu selalu membelanya, cepat hubungi dia kembali. Suruh dia pulang!" perintah Tanan, pria itu memegang kepalanya yang mulai terasa pusing kembali.
"Iya sayang," Sinta menjawab sambil mencium bibir Tanan. Namun pria itu tak menghiraukannya.Tanan malah mendorong Sinta agar tidak duduk di pangkuannya. Dia memutuskan untuk segera kembali ke perusahaannya. Banyak masalah yang terjadi di sana. Keadaan perusahaan mulai kacau.
Pria itu merasa sangat berat melangkah, satu-satunya harapan adalah perjanjian pernikahan putrinya. Pihak dari keluarga besan akan bersedia membantu perusahaan milik Tanan jika putrinya mau menjadi menantu di keluarga itu.
Dering ponsel di atas meja ruang kerja milik Tanan membuatnya harus menghentikan pekerjaannya untuk sementara. Tertera di layar ponsel nama istrinya. Tanan segera mengangkat telepon itu.
"Halo, ada apa?" tanya Tanan.
" Halo sayang, gawat Rena tidak bisa di hubungi dan aku menemukan surat di bawah bantal tidurnya. Dia tidak mau di jodohkan dan memilih pergi dari rumah. Bagaimana ini, anakku Rena!" suara Sinta yang tengah menangis terdengar jelas di telinga Tanan.
Dia segera menutup telepon dari istrinya dan menyahut kunci mobil miliknya. Dia ingin mendatangi sebuah tempat yang sering Rena kunjungi. Barangkali putrinya ada di sana.
Tanan menyusuri jalanan, namun seseorang yang sudah lama tidak dia lihat,tiba-tiba melintas tak jauh dari mobilnya saat ini. Kiara dengan motor matic kesayangannya tengah melaju pelan di samping mobil Tanan. Gadis itu tidak menyadari bahwa dia berada dekat dengan sang ayah. Hingga suara pria itu memanggil dirinya.
"Kiara!" panggil Tanan dari balik jendela mobil yang telah dia buka. Kiara segera menoleh ke arah sumber suara.
Tepat di persimpangan jalan kecil, Kiara terpaksa harus berhenti. Karena mobil sang ayah tiba-tiba menghalanginya. Kiara enggan bertemu dengan sang ayah. Kenapa tiba-tiba saja dia ada di sekitarnya.
"Kiara!" panggil Tanan sambil berlari mendekati putrinya.
"Ayah," gumam Kiara pelan, dia masih berada di atas motornya.
"Akhirnya ayah menemukanmu! Cepat ikut ayah pulang ke rumah!" ajak Tanan.
"Tidak ayah, Kiara tidak mau pulang! Untuk apa Kiara pulang kalau ayah tidak pernah peduli sama Kiara!" hal yang ingin sekali Kiara katakan dari dahulu. Namun tak pernah berani dia ucapkan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 76 Episodes
Comments