Pernikahan Di Atas Kertas

Pernikahan Di Atas Kertas

Kecelakaan berujung pernikahan

Reyna Paramita adalah gadis polos berusia 22 tahun. Kesehariannya tidak begitu menarik. Setiap harinya Reyna bekerja sebagai penjual nasi uduk dipagi hari dan gorengan disiang hari. Status Reyna yang hanya lulusan SMP tidak memberinya banyak pilihan. Dizaman digital seperti sekarang ini sulit mendapatkan pekerjaan dengan ijazah SMP. Reyna bukannya tidak pernah mencoba, dia sudah sering menawarkan diri pada toko-toko atau perusahaan yang membuka lowongan pekerjaan agar mau memakai jasanya namun tidak ada satupun yang mau menerimanya bahkan sekedar menjadi pencuci piring saja mereka tidak mau, alasannya mereka bilang minimal harus tamat SMA agar bisa diterima bekerja. Reyna tidak menyerah begitu saja, dia terus memikirkan cara agar bisa mendapatkan uang agar dapat membantu ayahnya yang sudah rentah. Reyna tidak sampai hati membiarkan ayahnya bekerja sendirian diujung senjanya. Dan berbekal resep warisan ibunya, Reyna kini membuka warung nasi uduk juga macam-macam gorengan.

"Na ayah pergi dulu ya" pamit Nain ayah Reyna.

Reyna sedikit berlari kepada ayahnya.

"Yah Reyna kan sudah bilang ayah gak usah kerja lagi. Ayah kan sudah tua, ntar kalau ayah jatuh siapa yang bantu" bawel Reyna pada ayahnya yang susah dibilangin. "Reyna jugakan udah jualan nasi uduk dan untungnya juga lumayan buat makan kita sehari-hari yah" lanjutnya.

Nain tersenyum tipis seraya mengelus rambut hitam putri manis didepannya.

"Na ayah tahu kamu khawatir sama ayah tapi ayah ini kepala keluarga. Sudah seharusnya ayah cari uang buat kamu. Ayah mau kumpulin uang agar kamu bisa lanjutin sekolah kamu. Memangnya kamu mau seperti ini terus? Zaman sekarang kalau cuman tamat SMP susah dapat kerjaan Na......"

"Tapi ayah....."

"Tapi apa? Kamu juga pasti maukan lanjutin sekolah seperti anak-anak yang lain" sambung Nain.

"Iya tapikan ayah sudah tua. Reyna gak mau ayah sakit. Didunia ini Reyna cuman punya ayah. Kalau ayah kenapa-kenapa...."

"Ayah hanya akan pergi jika ayah sudah menemukan laki-laki baik yang akan menjaga kamu dengan baik" potong ayah agar Reyna berhenti mengkhawatirkannya.

Reyna terdiam sesaat. Ia coba memahami perkataan ayahnya barusan.

"Mana ada laki-laki baik seperti ayah" celetuk Reyna manyun. Ia sedikit kesal karna ayahnya tidak mau mendengarkannya. Reyna juga tidak suka dengan ucapan terakhir ayahnya.

"Ya udah ayah pergi ya"

"Hati-hati yah" ingat Reyna sambil mencium tangan keriput ayahnya.

"Ayah tunggu. Ayah sudah bawak bekalnya?"

Nain hanya diam saja. Ia tahu anak gadisnya itu pasti akan mengingatkannya lagi kalau ia sudah tua. Siap-siap putri kesayangannya itu akan memberikan petuahnya.

"Tu kan pasti ayah lupa. Bentar Reyna ambilin dulu"

Reyna masuk kedalam rumah.

"Ayah tu sudah tua. Udah dirumah aja jangan kerja terus. Nanti ayah sakit. Ntar kalau ayah sakit, siapa yang jagain Reyna. Ini makanannya jangan lupa dimakan nanti" celoteh Reyna seraya memberikan bekal.

Nain hanya bisa diam mendengar celotehan putrinya itu. Bawelnya Reyna yang selalu ditunggu Nain setiap kali akan berangkat kerja. Walaupun terdengar berisik tapi ocehan putrinya itu cukup mengobati rasa rindu pada sang istri yang sudah 4 tahun tiada karna putrinya itu sangat mirip dengan mendiang sang istri.

Waktu beranjak siang. Reyna mulai membereskan jualannya. Ia akan bersiap-siap lagi untuk jualan gorengan. Hari ini Reyna sangat senang karna nasi uduknya habis terjual. Salah satu yang membuat nasi uduk Reyna laris adalah sambal merahnya. Warisan resep sambal dari ibunya sangat manjur. Rata-rata langganannya memuji sambal buatannya.

Matahari perlahan tenggelam. Reyna terus melihat jarum jam. Kini sudah jam 5 sore tapi ayahnya belum pulang juga. Biasanya sebelum jam 5 sore ayahnya sudah ada dirumah. Reyna semakin cemas takkala hari mulai gelap. Reyna memutuskan mencari ayahnya ke jalan-jalan yang sering dilewati ayahnya.

"Ayah" pekik Reyna keras.

"Ayah...ayah dimana" sambungnya.

Reyna menyelidik sekelilingnya. Ia melihat beberapa orang berkumpul tidak jauh dari tempatnya berdiri.

"Hmm permisi pak. Saya mau tanya pak. Bapak lihat gak ayah saya namanya Nain. Dia tinggi, badannya kurus dan...."

"Oh pak Nain yang jual perabotan rumah tangga itu ya"

"Iya pak benar"

"Aduh neng tadi ayah kamu kecelakaan ditabrak mobil warna hitam"

"Trus ayah saya sekarang dimana pak" sahut Reyna panik.

"Tadi kalau tidak salah dibawak ke klinik Medica"

Reyna buru-buru berlari ke klinik yang dimaksud.

"Permisi sus tadi ada pasien kecelakaan, namanya pak Nain. Sekarang dia ada dimana ya sus?" tanya Renya dengan nafas tersengal.

"Iya benar tadi ada pasien kecelakaan. Kalau boleh tahu, mbak ada hubungan apa dengan pasien?"

"Saya anaknya. Dimana ayah saya?" tanya Reyna tak sabar.

"Sekarang pasien sudah dibawak ke rumah sakit Mitra Sejahtera....."

Tanpa mendengar penjelasan suster lebih lanjut, Reyna langsung saja pergi dari klinik. Sampainya dirumah sakit Mitra Sejahtera, Reyna bergegas menghampiri recepsionist untuk menanyai keberadaan ayahnya.

Kamar VVIP 01....

Kekhawatiran Reyna semakin memuncak begitu melihat ayahnya yang terbaring lemah diatas ranjang rumah sakit dengan infus menutupi bagian hidungnya. Airmata Reyna tak terbendung melihat sosok laki-laki yang sangat dicintainya harus mengalami sesuatu yang paling ia takutkan selama hidupnya.

"Ayah...ayah" panggil Reyna pelan. "Reyna datang ayah." sambungnya lirih. "Siapa yang melakukan ini sama ayah" airmata semakin deras mengaliri pipinya.

Reyna terus memanggil ayahnya namun tidak ada respon dari pria rentah itu. Tubuh kurusnya dan kulit keriputnya membuat siapapun yang melihatnya akan menaruh prihatin. Diusia Nain yang sudah tua, harusnya dia bisa menikmati masa tuanya dengan menikmati kopi disenja hari atau secangkir teh hangan dipagi hari, tidur dengan nyaman dikasur yang empuk, atau tertawa lepas bersama putri kesayangannya diwaktu libur. Namun itu hanyalah angan yang sulit dilakukan karna nyatanya di usia senjanya, Nain harus tetap bekerja guna mencukupi kebutuhan putrinya yang semakin beranjak dewasa. Belum lagi Nain tetap bersikukuh untuk menyekolahkan anaknya sampai jenjang perkuliahan. Nain ingin anaknya seperti anak yang lain bisa menikmati masa-masa sekolah dengan santai tanpa harus bekerja keras.

Pagi menjelang. Reyna menggeliat meregangkan otot-otot tubuhnya. Matanya tampak masih sembab karna terlalu banyak menangis semalam. Tanpa Reyna sadari ayahnya sedang mengamatinya sejak tadi.

"Ayah. Ayah sudah sadar" Reyna lega sekali melihat ayahnya yang sudah membuka mata.

"Kamu tidurnya nyenyak sekali. Ayah tidak tega bangunin" kata Nain lemah.

"Ayah harusnya bangunin aja. Reyna sangat khawatir dengan keadaan ayah. Semalam Reyna panggilin ayah gak bangun-bangun. Ayah gak papa kan. Bagian mana yah yang sakit? Sini Reyna pijitin" tawar Reyna masih dengan kekhawatirannya yang berlebihan.

"Ayah baik-baik saja. Kamu lanjutin saja tidurnya. Disana tu ada sofa" ucap Nain seraya memainkan matanya ke arah sofa.

"Gak ah Reyna udah gak ngantuk kok. Reyna mau jagain ayah sampai ayah sembuh dan kita pulang sama-sama dari sini" suara Reyna sedikit bergetar. Dalam hatinya ia merasa ayahnya sedang tidak baik-baik saja. Ia tahu ayahnya sedang menahan sakit.

"Oh ya orang yang nabrak ayah kemana? Apa dia gak tanggungjawab atau dia kabur? Kurang ajar banget tu orang kalau beneran dia kabur" umpat Reyna geram.

"Saya yang tabrak ayah kamu dan saya disini tidak kabur. Saya juga akan bertanggungjawab sampai ayah kamu dipasti baik dan bisa pulang dari sini" ucap pria itu tegas.

Reyna terpaku seakan tersihir dengan pesona pria didepannya.

"Nama saya Arham Pramana Adyguna. Panggil saja Pram"

Pram berparawakan tinggi. Badannya tegap dan berbentuk layaknya pria yang rajin berolahraga. Hidungnya mancung, rambutnya hitam tertata rapi, dan ada brewok tipis disisi kiri kanan wajahnya yang tampan. Pram ada keturunan Paskitan dari ayahnya. Dia pria mapan yang sudah mempunyai perusahaan sendiri sejak berusia 25 tahun dan sekarang dia berumur 32 tahun. Memang perusahaan itu warisan dari orangtuanya namun berkat kepiawaian Pram, perusahaan yang dipegangnya maju pesat dan terus menghasilkan laba tinggi setiap tahunnya. Karna kehebatan Pram dalam berbisnis itulah yang membuatnya terkenal dikalangan pebisnis terutama pebisnis pemula. Banyak yang minta pendapat serta wejangannya bagaimana memulai bisnis yang baik. Pram juga lumayan sering muncul di seminar-seminar untuk memberi ilmu yang ia punya kepada para pelajar perkuliahan.

Nain memperhatikan Pram. Ia merasa akan terjadi sesuatu yang akan menentukan masa depan putrinya. Dan tiba-tiba saja tubuh Nain bergetar hebat. Reyna dan Pram panik. Tak lama dokter dan suster datang.

Beberapa menit kemudian....

Keadaan Nain kembali stabil. Dokter meminta Reyna agar mengikutinya. Di ruangan dokter, Reyna hanya terpaku seperti patung. Paparan yang dokter berikan sangat membuatnya takut. Ayahnya mengalami komplikasi.

"Jadi selama ini ayah sakit jantung. Dan ada luka dibagian hatinya. Tapi kenapa ayah tidak memberi tahuku tentang penyakitnya. Kenapa ayah?" tanya Reyna dalam hati.

Airmata keluar begitu saja dari sudut matanya. Hatinya terasa pedih sekali sebagai anak ia tidak mengetahui keadaan ayah yang sangat dicintainya.

"Dan sekarang dokter bilang umur ayah tidak akan lama lagi. Apa yang harus Reyna lakukan agar ayah sembuh?" tanya Reyna lagi pada dirinya sendiri.

"Ayah saya akan sembuh dok. Dokter tidak berhak menentukan umur ayah saya"

"Saya tahu tapi...."

Reyna segera bangkit lalu meninggalkan ruangan. Ia tidak yakin bisa tetap tenang jika terus mendengar penjelasan dari dokter yang menangani ayahnya. Reyna tidak akan bisa menerima kenyataan itu.

Sampainya dikamar ternyata Nain sudah siuman.

"Ayah" Reyna menghambur memeluk ayahnya. Ia mencoba tetap kuat dan sebisa mungkin menahan airmatanya tidak keluar.

"Dokter bilang apa?"

Reyna tidak menjawab.

"Kamu sudah tahukan?"

Reyna mengankat kepalanya dari dada ayahnya.

"Jadi ayah sudah tahu tentang..."

Nain mengangguk sebelum Reyna menyelesaikan bicaranya. Ia lalu melihat kearah Pram dan melambaikan tangannya memberi isyarat pada Pram agar mendekat padanya. Nain menarik tangan Pram dan Reyna lalu menyatukan kedua tangan itu diatas tangannya. Pram merasa ada yang aneh.

"Ini ada apa ya?" tanya Pram bingung.

Nain hanya tersenyum menatap wajah dingin Pram.

"Jika kamu memang mau bertanggungjawab maka menikahlah dengan putri saya" pinta Nain dengan suara lemahnya.

Mata Pram sontak melebar dan segera menarik tangannya.

"Apa anda sedang memeras saya? Saya sudah bilang saya akan bertanggung jawab sampai akhir. Saya akan membiayai semua biaya rumah sakit sampai anda sembuh. Apa anda meminta saya untuk menikahi putri anda? Itu tidak akan pernah terjadi" ucap Pram menggebu.

"Tolong yang sopan bicara dengan ayah saya" Reyna tidak suka dengan cara Pram bicara pada ayahnya.

"Kalau ayah kamu tidak meminta yang aneh-aneh saya tidak akan bicara seperti ini" balas Pram.

"Kamu pikir saya mau menikah dengan pria angkuh seperti kamu" sahut Reyna marah.

"Bagus" sambar Pram cepat.

Nain yang melihat pertengkaran itu segera melambaikan tangannya.

"Sudah...sudah cukup. Jangan bertengkar disini" suara Nain semakin kecil.

"Nak Pram" mendengar suara Nain yang semakin mengecil membuat Pram sedikit simpati tapi tetap dia tidak bisa menerima permintaan Nain. Itu sangat mustahil.

"Maaf tapi saya benar-benar tidak bisa...."

Nain kembali menarik tangan Pram.

"Nikahin putri saya. Hanya itu pertanggungjawaban yang saya minta dari kamu" setelah mengatakan itu Nain kembali tak sadarkan diri.

Kondisi Nain semakin melemah. Komplikasi yang terjadi semakin memperparah kondisinya ditambah dengan usianya yang sudah rentah. Dokter mengatakan jikapun dilakukan operasi, tingkat keberhasilannya sangat tipis.

Reyna tampak sangat frustasi. Wajahnya kusut tak terurus. Ia juga sudah tidak punya tenaga untuk berdiri. Reyna hanya duduk diam disamping ayahnya sambil berdoa agar Tuhan memberi kesembuhan untuk ayahnya dan meminta agar Tuhan berbaik hati agar memberi umur yang lebih lagi untuk ayahnya.

Hanya Reyna dan ayahnya diruangan itu sedangkan Pram tidak tahu pergi kemana. Reyna tidak peduli dengan yang lain. Ia hanya fokus dengan kesembuhan ayahnya.

4 jam setelah Nain tidak sadarkan diri.

"Ayah...ayah jangan pingsan lagi. Reyna sangat khawatir. Reyna takut yah" mohon Reyna sangat memelas.

" Menikahlah dengannya"

"Dengan cowok tadi yah. Reyna gak mau yah. Ayah liat sendirikan, cowok itu sombong banget yah. Dia sudah pergi. Dia juga gak mau menik...."

"Dia akan datang dan akan menikahi kamu. Menikahlah dengannya sebelum ayah pergi" pinta Nain lagi dengan suara yang mulai terbata-bata.

"Udah udah ayah jangan banyak ngomong dulu. Kondisi ayah masih sangat lemah. Ayah harus banyak istirahat"

"Berjanjilah pada ayah, kamu akan menikah dengannya. Itu permintaan terakhir ayah" minta Nain penuh harap.

Haaaaaaaa

Reyna membuang nafas panjang.

"Kenapa harus dia yah? Aku akan menikah dengan pria yang ayah pilih tapi bukan dia yah" Reyna sedikit melunak. Ia tahu ayahnya tidak akan berhenti bicara jika ia terus mengelak.

"Dan dia pria yang ayah pilih untuk menjaga kamu setelah ayah pergi"

"Ayah apa sih. Kenapa bilang pergi terus. Ayah akan sembuh. Ayah tidak akan pergi kemana-mana"

"Jadi?"

"Iya, Reyna akan menuruti semua yang ayah mau. Janji" kata Reyna seraya mengacungkan jari kelinkingnya sebagai tanda janjinya pada sang ayah.

Senyum tipis putri dihadapannya bagaikan angin segar bagi Nain. Ia sekarang lega dan beban dipundaknya sedikit berkurang rasa khawatirnya pada Reyna jika nanti Tuhan memanggilnya kembali.

"Reyna maafkan ayah. Ayah sangat memaksa kamu untuk menuruti kemauan ayah. Tapi mungkin inilah hal terakhir yang bisa ayah lakukan untuk kamu. Ayah bukannya sembarangan memilih pria untuk mendampingi kamu tapi ayah punya keyakinan kalau pria itu bisa bertanggungjawab untuk menjaga kamu. Maafkan ayah nak" gumam Nain dalam hati.

Nain membelai lembut rambut hitam panjang putri yang kini menempel didadanya. Sebagai Ayah, Nain sangat khawatir dengan masa depan putrinya. Apalagi sejak kecil, Reyna sudah hidup susah bersamanya. Nain ingin putrinya hidup lebih baik lagi bersama pria yang bisa memberinya sesuatu yang selama ini tidak bisa ia berikan.

Keesokan harinya.

Pukul 10.00 pagi....

Pram datang bersama dua orang pria. Dan satu pria membawak beberapa berkas disampulin kertas berwarna hijau.

Nain tersenyum senang. Ia tahu Pram pria yang baik dan akan bertanggungjawab. Nain merasa lega, ia yakin tidak salah memilih pria untuk menjadi suami putrinya.

"Saya terima nikah dan kawinnya Reyna Paramita Binti Zulkarnain dengan mas kawin tersebut TUNAI" ucap Pram lantang.

1 minggu kemudian...

Reyna menatap lirih foto ayah bersama dirinya yang tergantung didinding. Mungkin airmata tidak cukup untuk menggambarkan rasa sedih dan kehilangan yang ia rasakan sekarang. Ia tidak menyangka ayahnya pergi begitu cepat. Banyak angan yang sudah Reyna rajut untuk ayahnya tapi kini semua angan itu hanyalah angan belaka yang tidak mungkin bisa ia wujudkan setelah ayahnya pergi.

"Ayah kenapa begitu cepat waktu untuk kita bersama?" Reyna mengusap foto dirinya bersama sang ayah tercinta. Terasa pilu menyayat hati setiap kali mengingat kebersamaan manis bersama sang ayah. "Aku janji ayah aku akan jadi putri yang kuat untuk ayah"

Reyna mulai membereskan pakaiannya. Ia akan meninggalkan rumah yang selama 21 tahun ia tempati bersama ayahnya. Ia akan pindah ke rumah Pram yang kini sudah sah menjadi suaminya.

"Reyna putri ayah yang malang. Sekali lagi ayah minta maaf telah membawakmu ke pernikahan yang tidak kamu inginkan. Ayah tahu tidak selamanya ayah bisa menjaga kamu. Hanya ini yang bisa ayah lakukan untuk yang terakhir kalinya. Ayah tahu ini tidak mudah untuk kamu. Mungkin setelah ini kamu akan banyak menangis dalam pernikahan ini tapi ayah yakin nanti kamu akan menemukan kebahagiaan abadi. Cobalah untuk menerima pernikahan ini. Patuhi dan jagalah kehormatan suamimu. Jangan pernah tinggalkan suamimu dalam keadaan apapun. Jagalah rumah tanggamu sampai akhir seperti ayah menjaga cinta ayah untuk ibumu. Ayah tidak pernah pergi karna ayah selalu ada dihatimu. Ingatlah kamu sekarang tidak sendiri. Kamu sudah menjadi seorang istri. Hiduplah bahagia bersama suamimu. Maafkan ayah nak"

Reyna semakin menangis tersedu setelah membaca surat yang ditulis ayahnya sebelum meninggal. Ia terus menjerit memanggil ayahnya.

Ayahhhhhh

Terpopuler

Comments

Ita Sinta

Ita Sinta

hade baru mulai baca udah mau mewek😒

2023-07-31

0

@Kristin

@Kristin

Apa yng membuat anda se yakin itu pak?

2022-09-29

0

@Kristin

@Kristin

Emang harus ya menikah🤦

2022-09-29

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!