...Happy Reading...
...💖...
"Ayo, kita sususl dia ke rumah sakit!" Perkataan Gio menyadarkan Dian dari rasa tekejutnya.
"Tapi–"
"Aku sudah menyiapkan mobil di depan, kamu ikut aku sekarang," ujar Gio menyela perkataan Dian. Dia langsung mengambil tangan perempuan itu dan membawanya ke tempat mobilnya terparkir.
Dian hanya mengikuti langkah lelaki yang kini berjalan di depannya, dengan menggenggam tangannya. Beberapa saat kemudian, mereka berdua sudah sampai di depan mobil berwarna hitam yang terparkir di jalan pelosok penghubung ke jalan raya yang tak banyak orang tahu.
Seorang lelaki yang tampak memberikan kunci pada Gio. "Masuklah," ujar Gio setelah membukakan pintu untuk Dian.
Dian tak menjawab apa pun, mulutnya terasa terkunci rapat. Pikirannya berkelana dengan kondisi sang adik di rumah sakit, ditambah rasa khawatir kalau sampai kedua orang tuanya tau apa yang terjadi, terutama sang ayah.
Untung saja rumah sakit terletak tak begitu jauh dari sana, hingga tak menunggu waktu lama untuk Gio sampai di sana. Dian langsung minta untuk di turunkan di depan instalasi gawat darurat, sebelum Gio masuk ke parkiran.
Gio hanya menatap perempuan itu yang kini sudah mulai memasuki rumah sakit, kemudian menjalankan lagi mobilnya masuk ke dalam area parkir rumah sakit.
Dian berjalan cepat menuju meja resepsionis, kemudian menanyakan keberadaan adiknya, Setelah mendapatkan jawaban, dia langsung berjalan kembali menuju ruang UGD rumah sakit itu, mencoba masuk untuk mencari keberadaan Ares.
"Ares," panggil Dian begitu dia bisa melihat adiknya yang sedang memejamkan mata di salah satu bngsal. Mata berkaca-kaca dengan hidung yang mulai memerah kini terlihat jelas di wajah cantik Dian.
Menelusuri setiap bagian tubuh adiknya yang terlihat mulai membuka mata, terdapat perban di tangan kanannya juga kakinya, wajahnya pucat dengan jarum infus menancap di punggung lengannya.
"Anda saudara korban kebakaran ini?" tanya salah satu suster jaga di sana.
Dian mengalihkan pandangannya pada sosok gadis dengan pakain suster yang terlihat masih sangat muda. "Iya, aku kakaknya. Bagaimana keadaan adik saya sekrang, Sus?"
Dengan suara lirih Dian bertanya, sedangkan matanya kembali menatap wajah sang adik.
"Tidak ada yang perlu dikhawatirkan, adik Anda hanya mengalami luka bakar yang masih tergolong ringan, walau masih harus mendapat penanganan selama dua puluh empat jam kemudian," jawab suster itu, dengan senyum mengembang yang masih menghiasi wajahnya.
"Baiklah, Sus. Terima kasih, nanti saya akan mengurus untuk kamar rawat inapnya," angguk Dian.
"Ini pasti sakit sekali ya?" tanya Dian sesaat setelah suster pergi, dia duduk di kursi yang tersedia di samping brankar.
Ares tersenyum pada sang kakak. "Aku tidak apa-apa, Kak. Ini hanya luka kecil."
"Apa yang kecil, kamu sampai harus dirawat seperti ini, bagaimana bisa dibilang keci, hah? Dasar anak ini! Sebenarnya apa yang terjadi, kenapa kebakaran ini bisa terjadi?" Cerocos Dian dengan tatapan yang terlihat begitu khawatir pada adiknya itu.
Ares terekeh kecil saat bisa melihat lagi kakaknya berbicara panjang lebar, setelah dua tahun ini, dia hanya bisa melihat sifat dingin dan pendiam dari perempuan di depannya.
'Apa aku harus sakit dulu kalau mau mendengar kakak berkata banyak seperti dulu?' gumam hati Ares.
"Kenapa malah tertawa, hah? Kamu senang karena sudah bikin kakak khawatir kan?" cebik Dian.
"Enggak, Kak. Aku hanya senang bisa mendengar kakak banyak bicara lagi, aku kangen kakak yang dulu," ujar Ares.
"Emh, Kakak mau urusin rawat inap kamu dulu ya, kamu istirahat, jangan banyak gerak." Dian mengalihkan pembicaraan, dia tidak pernah suka bila ada yang mengungkit masa lalu.
Ares menghembuskan napas berat, menatap punggung Dian yang kini sudah menghilang di balik tirai pembatas. "Aku kangen Kak Dinda yang ceria dan penuh perhatian seperti dulu, Kak. Aku gak mau kakak terus terkurung dalam masalah masa lalu seperti ini," gumamnya pelan.
Gio yang mendengar gumaman dari Ares terdiam dengan alis bertaut. 'Ada apa dengan masa lalu Dian?' gumam hatinya.
Tadi berpapasan dengan Dian yang akan pergi ke meja resepsionis untuk mengurus kamar rawat inap Ares. Dian menitipkan Ares padanya, selama dia mengurus administrasi.
Namun, langkahnya untuk masuk ke dalam tempat Ares di rawat harus ia tahan, saat telinganya mendengar guamaman dari adiknya Dian itu.
"Hai, Ares. Aku Giovano salah satu teman Dian ... tadi kakakmu menyuruhku untuk masuk dan menjagamu sementara dia mengurus administrasi," ujar Gio, begitu dia msuk ke dalam kamar.
Ares menatap Gio dengan kening berkerut, dia cukup terkejut dengan kehadiran seorang lelaki asing yang mengaku sebagai teman kakaknya itu. Selama ini, Ares tahu kalau Dian sangat menghindari berhubungan dengan lelaki, apa lagi berteman dan pacaran.
Namun, apa yang dia lihat kini, terasa begitu mengejutkan. Bagaimana mungkin sekarang dia bisa melihat dengan jelas, wajah laki yang mengaku sebagai teman kakaknya. Apa mungkin Dian sudah bisa membuka hati untuk lelaki lain? Semua itu bisa saja terjadi, bukan.
"Teman Kak Dian?" Ares bertanya.
"Iya," Gio duduk di kursi sambil melihat keadaan Ares.
"Bagaimana kondisi kamu sekarang?" tanya Gio kemudian.
"Aku baik, hanya ada luka bakar kecil," jawab Ares.
Kedua lelaki itu akhirnya berbicara dengan begitu akrab, Gio cukup mudah untuk mengambil hati adik Dian itu.
'Satu hati sudah ada padaku, kini giliran hati yang lain lagi,' gumam hati Gio.
Dian yang baru saja selesai mengurus administrasi kembali ke tempat Ares, dengan seorang perawat untuk segera memindahkan Ares ke ruang rawat inap.
Setelah Ares mendapatkan ruang rawat dan hari beranjak mulai sore, Gio pamit untuk pulang terlebih dahulu, dia butuh membersihkan diri, tubuhnya begitu lengket karena tadi harus berlari bersama Dian lumayan jauh.
"Aku pamit pulang dulu," ujar Gio pada Dian yang kini sedang duduk termenung menatap wajah terlelap adiknya.
Dian menoleh menatap wajah Gio, dia baru sadar kalau sejak tadi ada lelaki lain di dekatnya. Pikirannya begitu bergabung, dengan kejadian mengejutkan ini.
"Aku antar kamu ke luar," jawab Dian, dia beranjak dari duduknya.
"Terima kasih."
Keduanya berjalan beriringan keluar dari ruang rawat Gio, Dian mengantar Gio sampai ruangan depan, tempat beristirahat para tamu atau pasien yang ingin keluar dari ruangannya. Keduanya duduk di kursi yang sudah disediakan di sana.
"Terima kasih, untuk kedua kalinya ku berhutang padamu," ujar Dian, setelah keduanya terdiam untuk beberapa saat.
"Heem," Gio hanya berdehem sebagai jawaban.
Gio menurunkan tubuhnya, dia berjongkok di depan Dian kemudian meraih kaki wanita itu. Sejak tadi dia sudha ingin melakukan ini, hanya saja dia tidak memiliki kesempatan.
"Mau apa kamu?!" Dian yang tidak suka dengan perlakuan Gio langsung menjauhkan kakinya dengan mata menatap tajam.
"Kaki kamu terluka, bagaimana aku tidak merasakannya, hah? Sini, biar aku obati," ujar Gio, tadi dia sudah membeli salep untuk kaki Dian sesaat setelah memarkirkan mobilnya.
"Tidka usah! Aku tidak apa-apa," keras Dian.
"Diam dulu sebentar, biar aku bisa melihat lukamu," Gio ikut memaksa, dia menahan kaki Dian dan melepaskan sepatunya dengan cepat.
Gio meringis melihat kaki Dian yang memerah, dan ada beberapa luka lecet di sana.
'Apa dia selalu begini, mementingkan dan merawat orang lain? tetapi tidak memperhatikan dirinya sendiri?' gumam hati Gio.
Dian terdiam, dia menatap Gio yang terlihat sedang begitu fokus untuk mengobatinya dengan begitu lembut dan telaten. Ada sudut hatinya yang terasa menghangat mendapati perhatian kecil itu. Akan tetapi bayangan wanita lain dan kenangannya di masa lalu kembali membuat Dian menutup hatinya dan menyangkal apa yang dia rasakan.
...🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹...
...Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 225 Episodes
Comments
Retno Palupi
move on Dian
2022-08-30
2
Helen Apriyanti
kasian dian msih trayna yg mmbyangi msaa llu ny. gio psti nntiny nui yg akn mluluhkn hti dian
2022-08-07
1
Helen Apriyanti
kasian dian msih trayna yg mmbyangi msaa llu ny. gio psti nntiny nui yg akn mluluhkn hti dian
2022-08-07
1