...Happy Reading...
...💖...
Dian berjalan menuju ke sebuah restoran untuk mengisi perutnya, dia memilih tempat duduk di samping jendela kaca besar, hingga dengan leluasa bisa melihat suasana di luar sana.
Dia baru saja memulai suapan pertama saat ujung matanya menangkap kedatangan orang yang sedikit familiar untuknya.
Mengalihkan pandangan dari makanan yang ada di atas meja, Dian menatap kedatangan da orang lelaki dengan kedua mata memicing.
'bukannya dia lelaki yang menolongku itu ya?' gumam hati Dian menatap salah satu lelaki yang kini berjalan menuju meja, sedangkan satu lagi terlihat sedang memesan makanan di kasir.
Mata itu terlihat semakin menajam saat seorang perempuan dengan pakaian minim terlihat datang dan menghampiri lelaki yang tengah duduk itu, bergelayut manja di tempat umum tanpa ada risih sedikit pun.
"Dasar lelaki, sudah punya pacar masih mau curi kesempatan denganku!" gumam Dian, mengingat kejadian tadi pagi.
Tersenyum miring dengan hati yang semakin menutup rapat, menganggap lelaki hanyalah dapat mempermainkan perempuan dengan segala sikap egois tanpa mau melihat perasaan perempuan di sisinya.
Dian menghentikan acara makannya saat dirinya sudah jengah, melihat pemandangan yang sebenarnya tidak harus dia lihat juga. Akan tetapi, kenapa rasanya manik itu tak bisa beralih ke tempat lain, terlalu sulit dia memalingkan pandangannya dari ketiga orang itu.
Berjalan ke arah kasir untuk membayar, lalu segera ke luar dari tempat yang menurutnya sudah tak menyenangkan lagi, karena ada para perusahaan pemandangan di dalamnya.
Sedangkan di meja tempat ketiga orang itu terlihat tenang, menyantap makanan mereka masing-masing, tanpa terganggu orang di sekitarnya.
Randi yang menyadari akan tatapan dari mata Dian, sempat mencuri pandang pada perempuan yang ditolong bosnya itu tadi malam
"Sepertinya dia memperhatikan kita terus sejak dari tadi?" ujarnya, begitu melihat Dian beranjak menuju ke kasir.
"Biarkan saja, aku sudah biasa mendapat perhatian lebih dari seorang wanita," acuh Gio.
"Tapi, cara dia menetap kita berbeda," ujar Randi lagi.
Gio sedikit mengangkat kepalanya, menatap wajah Randi yang masih memperhatikan punggung seorang perempuan yang sedang berdiri di depan kasir.
Matanya memicing dengan kerutan halus di dahi, saat Gio merasa tidak asing dengan perempuan itu.
"Siapa, dia? Memang tatapan seperti apa yang kamu lihat?" tanya Gio mulai penasaran.
"Dia seperti melihat kita dengan tatapan yang rumit, aku juga gak tau apa artinya," jawab Randi.
Gio menatap perempuan itu yang sepertinya sudah membayar makanannya. "Dia?" ujar Gio, dengan tangan tangan berada di bawah dagu, berusaha mengingat dia antara banyaknya perempuan di sekitar hidupnya.
"Perempuan yang ditolong kamu tadi malam, masa kamu sudah lupa," jelas Randi, membuat Gio refleks menegakkan tubuhnya.
"Dia perempuan itu?" tanya Gio, sambil terus menatap kepergian Dian yang sudah hampir mencapai pintu ke luar.
"Iya, sepertinya dia sudah baik-baik saja. Buktinya dia sudah berada di sini setelah apa yang terjadi tadi malam," ujar Randi.
Perempuan yang sejak tadi duduk di samping Gio sudah mulai waspada saat dua kedua lelaki itu membahas tentang perempuan lain.
Gio tak menjawab, beranjak dari tempat duduknya, lalu melangkah untuk mengejar perempuan itu.
"Aku pergi dulu," ujar Gio, sebelum berlalu.
"Eh! Mau ke mana, sayang?" rengekan dari mulut perempuan yang sedari tadi bermanja dengan Gio, tak dihiraukan olehnya.
Randi hanya menatap jengah pada perempuan di depannya, dia pun ikut berdiri setelah menyelesaikan makannya, lalu berjalan menuju kasir tanpa mau mengajak atau menawarkan bantuan untuk wanita itu.
"Kok aku malah ditinggal begini sih," geram perempuan yang kini menatap kepergian Randi.
Randi tahu, kalau Gio hanya bermain-main pada perempuan yang baru saja menemani mereka makan, jadi buat apa dia peduli.
Di depan restoran itu, Gio berteriak sambil berlari kecil untuk menyusul Dian. Akan tetapi, bukannya berhenti Dian malah semakin mempercepat jalannya.
"Hei, tunggu!" teriak Gio untuk dua kalinya, masih tidak bisa membuat langkah perempuan di depannya berhenti.
"Kamu kenapa sih, aku panggil kok gak jawab?" tanya Gio saat dia sudah menamakan langkahnya dengan Dian.
Dian sedikit melirik Gio dengan pandangan tidak suka, lalu kembali melanjutkan langkahnya tanpa menjawab pertanyaan yang menurutnya tidak penting itu.
"Untuk apa kamu mengikutiku?" tanya Dian, saat dia mulai tidak suka dengan keberadaan Gio di sampingnya.
"Kamu sudah berjanji akan membayar hutangmu padaku saat pertemuan kita berikutnya. Apa kamu lupa?" ujar Gio sambil terus berjalan mengikuti Dian.
Dian berhenti melangkah, menghadapkan tubuhnya penuh kepada Gio, menatap lelaki itu dengan dengusan kecil yang terdengar jelas di telinga Gio sendiri.
Sekarang ini, keduanya sedang berada di pinggir jalan yang berbatasan langsung dengan bibir pantai, debur ombak membuat keduanya harus berbicara dengan suara yang lumayan kencang.
"Apa yang kamu mau?" tanya Dian, langsung pada pembahasan tanpa mau berebasa-basi terlebih dahulu.
Gio menatap penuh wajah berbalut mekap yang terlihat sedikit tebal, walau begitu dia masih melihat samar beberapa luka memar dan merah di sudut bibir yang pecah, akibat kejadian tadi malam.
"Kita kenalan dulu ... aku Giovano, panggil saja Gio. Kamu?" Gio mengulurkan tangannya ke depan Dian.
Dian menatap telapak tangan itu, bayangan saat Gio mengelus rambut perempuan tadi, membuatnya enggan untuk menjabatnya.
"Dian," jawabnya sambil melipat tangan di dada.
Gio tersenyum tipis lalu menarik tangannya yang terulur sambil mengangkat bahunya acuh, walau di dalam hati ada sesuatu yang meronta melihat penolakan yang di lakukan oleh Dian.
'Perempuan yang unik,' gumamnya dalam hati.
"Dian, nama yang bagus. Cantik, sama seperti orangnya," ujar Gio, mulai melancarkan rayuannya.
Dian tak menunjukan reaksi apa pun, dia berbalik dan kini menghadap lautan lepas yang terlihat begitu indah, dengan warna biru yang memunculkan buih berwarna putih di sisinya, karena debur ombak.
"Sekarang Apa yang kamu mau dariku?" tanya Dian lagi.
"Jadi istriku," ujar Gio dengan begitu mudah. Dia mengikuti arah pandangan Dian, posisi mereka sedang berdiri bersebelahan.
Dian langsung menoleh tajam, sedikit mengangkat wajahnya untuk melihat wajah Gio yang berada sedikit lebih tinggi darinya. Alisnya tampak bertaut dalam, matanya pun memicing menyiratkan tanda tidak suka di sana.
Gio tetap dalam posisi, ujung matanya dapat melihat wajah yang mulai memerah di sampingnya. Akan tetapi, itu tak membuatnya berpaling muka.
"Itu sama sekali tidak lucu!" tajam Dian, dengan nada suara yang berubah menjadi lebih dingin dari sebelumnya, da kembali menatap lautan, menyamarkan hatinya yang mulai terasa gelisah.
"Aku tidak bercanda, aku serius dengan perkataanku," ujar Gio lagi. Jelas saja itu menghantam telak hati Dian yang kini terasa panas, karena menganggap lelaki di sampingnya mempermainkan sebuah ikatan pernikahan dengan begitu mudah.
Walaupun dia tidak suka dengan hubungan seperti itu, tetap saja dia menghormati ikatan pernikahan yang menurutnya begitu syakral dan sangat tidak pantas untuk dipermainkan seenaknya.
'Apa yang dia pikirkan sebenarnya?' guamam Dian dalam hati, tangannya terkepal kuat, menahan geram pada lelaki di sampingnya.
Sebelah ujung bibirnya bibir perempuan itu terlihat naik, menampilkan seringai miris, menggelengkan samar kepalanya, tak habis pikir dengan lelaki di sampingnya.
"Aku tidak mau!"
...🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹...
...Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 225 Episodes
Comments
Retno Palupi
hadew kenapa lgs ajak nikah
2022-08-30
1
Helen Apriyanti
gio gio ... bru juga awal prtemuan ... prmintaan moe trllu dlm ... krn diN pikir km itu ufh pny pcar dn mmprmain kn wnita ..mkny dian gk mo ap lg bru knl dn hti fian msih beku smdibgin sdingin slju hrs d cairinndl oleh moe gio.. smngttt gio smngttt kk author
2022-08-07
1
Nurmali Pilliang
lanjuuut
2022-06-13
1