...Happy Reading...
...💖...
Hari terus berganti, malam ini Diandra ada janji temu dengan salah satu investor di sebuah restoran yang berjarak lumayan jauh dari hotel.
Romi sedang tidak bisa hadir, karena ada halangan, maka dari itu kini dirinya hanya pergi seorang diri.
Dengan mengendarai sebuah mobil berwarna hitam miliknya, sejak beberapa tahun yang lalu, Diandra melaju membelah jalanan yang masih terasa cukup ramai.
Memutar musik untuk menemani kejenuhannya menyertir seorang diri. Tak ada lagu yang spesial untuknya, hanya lirik yang kadang terasa menyentuh, atau irama yang membuatnya merasa sedikit terhibur, dari rumitnya kehidupan yang ia jalani saat ini.
Drrt ... drrt ....
Getar ponsel di atas dashboard mobil mengalihkan perhatiannya, dia kemudian menepi sebentar untuk mengangkat telepon, saat nama sang adik yang terlihat.
"Kakak lembur lagi? Aku berniat untuk pulang ke kampung malam ini, untuk menghadiri acara dua tahun meninggalnya Nini," ujar Ares, di ujung sambungan telepon.
Deg
Dian tersentak kaget mendengar perkataan adiknya, saking sibuk mengurus hotel, dia sampai lupa dengan acara dua tahun meninggalnya sang nenek.
"Memang tidak bisa besok? Sekarang sudah malam, kamu pergi dengan siapa?" tanya Diandra, mengingat jarak dari rumahnya ke rumah orang tuanya cukup jauh. Setidaknya membutuhkan waktu dua jam bila mengendarai mobil pribadi dan itu bisa lebih lama jika menggunakan kendaraan umum.
"Aku langsung pergi dari restoran, Kak. Kebetulan ada temanku yang mau pulang juga, jadi biar sekalian ada temennya," jelas Ares.
Dian menghembuskan napas kasar, tak bisa lagi menahan adiknya untuk menunggu hingga pagi esok.
"Baiklah, kamu hati-hati di jalan ya," pesan Dian.
"Eum, Kakak gak mau menyusul?" tanya Ares dengan begitu hati-hati.
Dian terdiam, hatinya tercubit oleh perkataan Ares. Bagaimanapun dirinya masihlah seorang anak yang merindukan sosok kedua orang tuanya. Akan tetapi, rasa takut untuk kembali selalu menahan langkah kakinya. Biarkanlah untuk kali ini dia menjadi pengecut, tak berani hanya untuk mengaku salah dan meminta maaf terlebih dahulu.
"Kakak sedang banyak sekali pekerjaan yang tidak bisa ditinggalkan, kamus sendiri saja yang pulang, ya." Dian beralasan.
Genangan air mata terlihat menumpuk di pelupuk, seakan hendak tumpah membasahi pipi, saat bayangan wajah orang-orang yang sangat disayanginya terlintas begitu saja.
"Tapi, Bunda–,"
"Res, Kakak sudah sampai di tempat rapat, sudah dulu ya ... kamu hati-hati di jalan, kabari Kakak kalau sudah sampai." Dian memotong ucapan Ares dan langsung mematikan ponselnya, sebelum Ares bisa membalas ucapannya.
"Maaf, Res. Kakak belum bisa menemui bunda dan ayah, sebelum ayah mau membatalkan perjodohan itu," gumam Dian, wajahnya dipenuhi penyesalan, dengan beban berat di pundaknya.
Setelah menenangkan diri, Dian kembali menegakkan tubuhnya bersiap untuk menjalankan mobilnya.
Duk ... duk ... duk ....
Ketukan kasar di kaca mobil mengagetkan Dian yang hendak menginjak kembali pedal gas. Mengalihkan pandangan pada satu orang lelaki yang tampak berdiri di samping mobilnya.
Kembali, suara ketukan itu terdengar dari arah berlawanan, Dian baru menyadari kalau dirinya sekarang tengah dikepung, oleh beberapa orang lelaki yang sepertinya setengah mabuk. Itu semua terlihat dari mata merah, juga tubuh mereka yang tampak goyah.
"Astaga, apa lagi ini?" gumam prustasi Dian.
Segera tangannya meraih ponsel di atas dashboard, setidaknya dia harus segera menghubungi seseorang sebelum mereka semua berhasil masuk ke dalam mobil miliknya.
"Buka! Atau gue pecahin nih kaca!" Perkataan dari salah seorang lelaki itu, tak di dengar oleh Dian.
Nomor telepon Romi yang terlintas di kepala, langsung di tekan oleh Dian. Akan tetapi, belum sempat diangkat baterai ponsel Dian sudah terlanjur habis.
"Akh, sial! Kenapa harus mati di saat tidak tepat begini sih?!" umpat Dian.
Krack
Suara retakan kaca dari arah pintu penumpang, membuat Dian melebarkan matanya. Ternyata mereka tidak main-main dengan perkataannya, bahkan ia bisa melihat sebuah palu di tangan salah satu lelaki itu.
Dia mengedarkan kembali pandangan, melihat ke arah sekitar tempat mobilnya terparkir. Ternyata dia salah memilih tempat berhenti, karena di sana tidak ada warung atau tempat untuk dirinya meminta tolong sama sekali.
Kendaraan yang lewat pun hanya ada beberapa, hingga mereka memilih menghiraukan mobil miliknya.
"Woy, kamu budek ya?! Buka ... cepat!" teriak mereka lagi.
Pyar!
Akhirnya kaca penumpang itu pecah dengan serpihan berserakan di jok mobilnya, bahkan ada yang mengenai tubuhnya.
Satu orang merangsek untuk masuk ke dalam mobilnya, hingga Dian tak memiliki cara lain selain ke luar.
Tangannya membuka kunci pintu di sampingnya, dengan waspada dia mulai memutar otak untuk bisa melawan atau sekedar membela diri.
Dukh!
Dengan sekuat tenaga Dian menghentak pintu mobilnya, hingga menabrak lelaki yang berdiri di depannya, sampai terhuyung dan menjauh beberapa langkah.
Cepat Dian langsung keluar dengan langkah tergesa, dia memiliki sedikit ilmu bela diri untuk melawan, walau tak yakin itu bisa menolongnya saat ini.
Mata lelaki itu langsung berkilat penuh minat dan gairah, begitu melihat wajah cantik dan tubuh indah Dian.
Bagai mana tidak, saat ini Dian menggunakan kemeja berwarna putih dengan blazer coklat muda yang senada dengan warna rok span sebatas lutut yang dipakainya. Benar-benar pemandangan yang membuat darah mereka langsung berdesir, mengalirkan hawa panas yang semakin memancing gairah.
"Wah, sepertinya kita mendapatkan sesuatu yang istimewa malam ini!" ujar salah satu lelaki dengan celana sobek-sobek. Para temannya langsung menyetujui perkataan itu, diiringi dengan tawa yang mengelegar.
Dian terus melangkah mundur dengan sikap waspada, menghindari para lelaki yang terus merangsek maju. Mengumam sumpah serapan dalam hati, saat melihat tatapan penuh na*su dari mata para lelaki kurang ajar di depannya.
"Apa kami bilang? Kamu pikir aku mau menemani malam kalian? Jangan harap!" teriak Dian.
"Cup ... cup ... cup .... Kamu tambah cantik kalau sedang marah begitu. Ah, aku jadi tidak sabar untuk menikmati malam bersama denganmu, hahaha!"
Lelaki dengan kaos berwarna hitam kini berbicara, satu tangannya bahkan mengusap bibirnya yang basah oleh air liur.
Rasanya Dian sudah hampir mau muntah oleh penampilan para lelaki brengsek di depannya, di tambah dengan bau alkohol yang menyengat menusuk hidung.
"Cih! Aku lebih baik mati, daripada harus menyerahkan tubuhku pada kalian!" balas Dian dengan mata berkilat penuh amarah.
Dirinya merasa sudah sangat dilecehkan oleh semua perkataan dan gerak tubuh para lelaki di depannya.
"Jangan jual mahal begitu, kami janji akan memuaskanmu malam ini, jika kamu tidak melawan."
Masih dengan senyum menjijikan, lelaki dengan celana sobek-sobek itu merangsek maju lebih dekat kepadanya, mencoba untuk menyentuh tubuh Dian.
"Mati saja kalian!" teriak Dian, sambil mengayunkan salah satu kakinya pada perut lelaki itu.
Dukh!
Berhasil, lelaki itu terhuyung ke belakang beberapa langkah, hingga para temannya membantunya berdiri tegak kembali.
"Wah, ternyata kamu cukup menantang juga." Mengusap bibir yang terasa amis dengan perut yang sudah pasti membiru, lelaki itu menatap Dian semakin buas.
"Tangkap dia!"
...🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹...
...Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 225 Episodes
Comments
Lita Yanis
bukn jln aj lgsung, ngapain juga kluar dri mobil, aneh niih yg bikin crta
2022-08-31
1
Retno Palupi
Dian kenapa g d tabrak saja orang ² itu
2022-08-30
1
Helen Apriyanti
tokoh wanitanya tangguh aku syuka bingittt thorr... kerennn
smngttt up kk
2022-08-07
1