Penakluk Sang Casanova
...Happy Reading ...
...💖...
Seorang perempuan bergaya sederhana, tetapi, tetap terlihat modis, berjalan menyusuri sepanjang garis bibir pantai, semilir angin menerbangkan sebagian rambutnya yang terurai.
Hari masih terlalu pagi, bahkan sang surya belum mau menampakkan sinarnya, bersembunyi di balik lautan dengan semburat merah di sekitarnya.
Pemandangan yang sangat indah, juga memanjakan mata, ditambah dengan harum khas lautan yang terasa menambah sempurna suasana pagi hari ini.
Belum terlalu banyak orang, pengunjung seakan masih senang menikmati waktu di dalam kamar masing-masing. Hanya ada segelintir orang yang sedang berjalan juga berlari kecil, yang bisa ia lihat di sana.
Mata indah itu terpejam, hidungnya menghirup napas dalam, menahannya sebentar hingga paru-paru di dadanya terasa penuh, lalu membuangnya perlahan, sambil membuka matanya kembali.
Tak ada yang lebih indah dan menyenangkan dari semua yang bisa ia nikmati saat ini. Tinggal di pantai yang sangat indah, hingga menjadi tujuan banyak wisatawan dari dalam maupun luar negeri. Dia sangat bersyukur untuk semua itu.
“Dian!” Panggilan dari seseorang membuat perempuan itu menolehkan pandangannya, sekilas, lalu kembali melihat ke arah laut lepas.
Seorang lelaki muda terlihat menghampirinya, dengan wajah sumringah . “Aku cari kamu dari tadi, ternyata kamu sedang asik sendiri di di sini!” ujarnya, setelah berdiri di samping Dian.
“Siapa yang menyuruhmu mencariku?” acuh Dian.
Dia tak pernah peduli dengan lelaki di sampingnya itu. Menurutnya, hidup sendiri lebih menyenangkan, tanpa ada peraturan yang mengekang dan drama cemburu yang begitu menggelikan.
“Gak ada sih,” jawab lelaki itu, sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
“Dian, kamu mau ke mana?” tanya lelaki itu lagi, saat melihat Dian melangkah menjauhinya.
“Balik ke hotel, mau apa lagi?” jawabnya sambil terus berjalan.
“Kita jalan bareng aja, aku juga mau balik ke hotel.” Menyejajarkan langkah, dia terus berusaha mendekati perempuan yang sejak dua tahun ini dia sukai.
Dian tak menjawab, dia hanya terus berjalan tanpa menganggap keberadaan lelaki itu. Lelaki yang sudah beberapa kali menyatakan cinta padanya, hingga membuatnya merasa bosan dan jengah.
Jonas, lelaki berumur tiga puluh tahun yang sudah menyukai Diandra sejak dua tahun lalu. Lelaki yang berprofesi sebagai manajer di hotel tak jauh dari tempat Diandra bekerja itu, seakan tak pernah bosan untuk mengganggu kehidupan seorang Diandra.
Perempuan yang terkenal dengan wajah cantik dan bentuk tubuh sempurna, tetapi, bersikap dingin dan sombong bila berhadapan dengan sosok yang bernama lelaki. Sikapnya itu bahkan sudah banyak menimbulkan kontroversi dan rumor yang tidak jelas di sekitarnya. Mulai penyuka sesama jenis, hingga kemarahan para pelanggan hotel hidung belang yang mencoba merayunya.
Namun, semua itu tak membuatnya terganggu, dia tetap dengan pendiriannya dan sikapnya. Hingga tanpa sadar itu juga yang menjadikan dirinya begitu memesona di mata para lelaki lainnya.
Keirian dari para perempuan lainnya juga ikut mewarnai hari-harinya. Itu tentu hanya sebuah hiburan bagi perempuan seperti Diandra, dia lebih suka mengacuhkan para pembuat onar lalu bergerak di belakang tanpa terlihat, kemudian mengejutkan di akhirnya.
Sampai di persimpangan jalan, Diandra sedikit menghentikan langkahnya.
“Ngapain kamu mengikutiku? Bukannya hotelmu ada di sana?” tanya Diandra pada Jonas. Dia menunjuk hotel tempat Jonas bekerja dengan dagunya.
“Aku mau mengantarkanmu lebih dulu,” jawab Jonas.
Diandra mendengus kesal. “Aku bukan anak kecil yang harus di antar ke mana-mana,” ujarnya tidak suka, lalu berjalan kembali.
Melangkah lebih cepat menuju hotel tempatnya bekerja, dia memang tinggal di belakang hotel itu, di sana ada sebuah rumah sederhana yang sengaja dia beli beberapa tahun yang lalu.
“Dari mana, Kak?” seorang lelaki yang tampak lebih muda menyapanya, begitu ia masuk ke dalam rumah.
“Biasa, pantai,” jawab Dian, menghentikan langkahnya sebentar sambil memperhatikan penampilan sang adik.
“Kamu mau balik ke resto?” tanya Dian.
“Iya, Kak. Ada kerjaan di sana,” ujar Ares, sambil memakai sepatutnya.
Dia bekerja di salah satu restoran yang ada di sana beberapa bulan lalu, maka dari itu mereka tinggal bersama. Usia Ares berbeda lima tahun dari Diandra.
“Hem, kamu sudah sarapan?” tanya Diandra.
“Sudah, tadi aku masakin nasi goreng spesial untuk Kakak,” jawab Ares.
Dian mengangguk. “Terima kasih,” ucapnya singkat, lalu berlalu menuju kamarnya, untuk membersihkan diri dan bersiap, karena sebentar lagi waktunya masuk kerja.
Masuk ke dalam kamar mandi, dia membiarkan tubuhnya terguyur air dingin dari shower, helaan napas berat terdengar berulang kali, entah apa yang ia pikirkan saat ini, hingga pandangan matanya terlihat sedikit bergetar.
Ya, di balik sosok kuat itu, begitu banyak beban yang ia harus tanggung sendiri. Tanpa ada orang yang tahu, rasa sakit di hatinya.
Selesai dengan acara membersihkan diri, Dian berjalan menuju kamarnya, mengambil baju kerja yang tergantung di lemari, lalu memakainya.
Duduk di depan meja rias, untuk memoles wajah cantiknya, dengan berbagai jenis mekap yang tertata rapi.
“Sempurna,” ucapnya, saat berdiri di depan kaca besar, satu tas berukuran medium sudah ia sampaikan di salah satu pundaknya, sepatu hils dengan tinggi lima centimeter menunjang penampilannya hari ini.
Sebagai seorang sekretaris dia harus selalu terlihat cantik, rapi, dan siap siaga di mana pun dan kapan pun sang bos meminta bantuannya. Walau pada kenyataannya, dialah bos sesungguhnya.
Beranjak menuju meja makan, di mana ada sepiring nasi goreng spesial yang telah sang adik siapkan. Dia tersenyum sambil duduk di kursi, menatap hasil karya sang adik, setelah bertahun-tahun bersekolah dalam bidang tata boga.
Meminum air putih sebagai awal dari sarapan paginya. Perlahan tangannya menyuapkan satu sendok nasi goreng itu, Dian menutup matanya, menikmati rasa yang terasa sangat ia rindukan.
Masakan sang ibu. Ya, ini sangat mirip dengan masakan wanita yang telah melahirkannya dua puluh tujuh tahun lalu. Dian membuka mata yang sudah tertutup oleh air di pelupuk, dia rindu ... sangat rindu.
Menarik napas pelan lalu menghembuskannya cepat, lalu kembali mengunyah makanannya, dia melakukan hal itu berkali-kali sampai nasi goreng itu habis.
Sarapan yang begitu terasa berat dan menyesakkan dada. Dia beranjak mencuci piring bekasnya, lalu menyambar tas yang ia taruh di salah satu kursi lainnya, kemudian berjalan ke luar untuk pergi ke hotel tempatnya bekerja.
Beberapa saat kemudian, Dian sudah melangkah masuk ke dalam bangunan hotel tempatnya bekerja, langkah tegas, dengan dagu di angkat penuh percaya diri membuatnya selalu menjadi pusat perhatian sekitarnya.
Penampilan yang modis disempurnakan dengan bentuk tubuh yang bagus, membuatnya selalu tampak sempurna, ditambah riasan tipis yang menghias wajahnya, membuat para lelaki tak bisa memalingkan wajah begitu saja.
Berjalan menuju sisi hotel lainnya, yang diperuntukkan sebagai area khusus kantor, dia melangkah menuju ruang manajer, duduk di bagian depan, sebagai seorang sekretaris. Menaruh tas yang dibawanya, lalu langsung masuk ke dalam ruangan manajer itu, untuk melaksanakan pekerjaannya sebelum orang yang mempunyai ruangan datang.
Memastikan semuanya sudah berada di posisi yang benar, menyiapkan kopi dan memastikan semua berkas sudah ada pada tempatnya, dia baru keluar setelah semua pekerjaannya di dalam selesai.
“Selamat pagi, Dian.”
... 🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹...
...Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 225 Episodes
Comments
Helen Apriyanti
hadirrr kk .. bru mmpir like fav .. lnjutttt bca mrathon hee smngttt smngttt smngttt up thorr
2022-08-05
1
AdindaRa
Salam kenal ya Kak 🙏 vote sudah mendarat cantik.
2022-06-27
2
Pipit Sopiah
aku mampir di novelmu ini thor,,
langsung like ya
2022-06-03
2