09.00
Saat ini Agatha dan beberapa rekan kerjanya yang
lain sedang berada di salah satu restoran ayam goreng. Mereka akan menghabiskan
waktu bersama-sama malam ini. Kebetulan sekali Arjuna baru saja mendapatkan
kenaikan pangkat. Bukankah hal baik seperti itu memang pantas untuk dirayakan?
Mereka juga berhak untuk bersenang-senang sesekali. Selama ini orang-orang itu
terlalu sibuk untuk mengusut kasus. Sampai mengabaikan diri mereka sendiri.
Sebenarnya desas-desus soal kabar tersebut sudah
mereka dengar sejak seminggu yang lalu. Hanya saja Arjuna baru memberitahu
mereka tadi pagi. Kemarin dia resmi naik pangkat. Jadi untuk merayakan
pencapaiannya yang satu itu, Arjuna memutuskaan untuk mentraktir teman-temannya
makan malam. Tenang saja. Mereka tidak akan minum-minum. Hal tersebut merupakan
larangan keras bagi mereka. Kali ini sungguh hanya makan malam biasa saja.
“Bagaimana kalau sekarang kita pulang?” tanya Robi.
“Lagipula sekarang sudah larut malam,” sambung
Thomas yang ikut menimpali ucapannya.
Agahta melirik ke arah jam tangannya untuk
memastikan apakah yang mereka katakan tadi benar. Sekarang sudah pukul sembilan
lewat tiga puluh menit. Bukan waktu yang tepat untuk berkeliaran di luar
seperti ini. Bahkan untuk orang sepeti mereka sekali pun.
“Sebaiknya kita pulang sekarang saja,” ujar Agatha.
Semua orang mengangguk setuju kali ini. Kemudian
Arjuna beranjak dari tempat duduknya untuk membayar tagihan di kasir. Mereka
semua harus berterima kasih kepada pria itu karena telah mentraktir mereka
makan malam ini.
“Kau pulang dengan siapa?” tanya Arjuna yang baru
saja kembali.
“Aku bisa sendiri,” jawab gadis itu secara gamblang.
“Ah, aku nyaris lupa jika kau selalu membawa mobil,”
balas Arjuna sembari menepuk jidatnya pelan.
Mereka berpisah tepat di depan pintu keluar. Semua
orang berpencar. Berlawanan arah. Arjuna dan Thomas pulang bersama, karena
kebetulan rumah mereka searah. Sementara sisanya harus pulang sendiri. Ailisha
tidak terlalu mempermasalahkan hal tersebut. Tidak akan ada yang berani
macam-macam dengannya. Lagipula sekarang belum terlalu malam. Jalanan pasti
masih cukup ramai.
“Sampai ketemu besok di kantor!” pamit Agatha yang
memilih untuk beranjak dari sana lebih dulu. Kemudian disusul oleh Arjuna dan
yang lainnya untuk meninggalkan tempat itu juga. Sampai tidak ada siapa-siapa
lagi di pelataran restoran. Mereka adalah pelanggan terakhir.
Menyetir sendirian di malam hari bukan lagi sesuatu
yang menakutkan. Agatha sudah biasa melakukannya. Selama ini gadis itu selalu
berhadapan dengan para pelaku kriminal. Jadi, bukan sesuatu yang mengejutkan
lagi jika kali ini ia harus berhadapan dengan orang-orang seperti mereka lagi.
Senjata yang ia bawa cukup untuk melindungi dirinya. Ditambah dengan kemampuan
bela diri yang ia miliki.
Agatha tinggal di salah satu apartment yang
kebetulan tidak terlalu jauh dengan tempatnya bekerja. Ia sudah berada di sini
sejak lima tahun yang lalu. Sebenarnya bangunan apartment yang ditinggali
olehnya sudah pasti terletak di pinggir jalan raya. Dengan begitu, akses keluar
masuknya akan mudah. Namun, pada kenyataannnya Agatha harus masuk lewat pintu
belakang. Itu adalah satu-satunya jalan untuk menuju parkiran.
Ia harus melewati jalanan sunyi yang tak terlalu
besar di samping apartmentnya. Di sana nanti ia akan langsung dihadapkan dengan
pintu masuk yang menuju langsung ke parkiran.
‘CIT!!!’
Ia mengerem mendadak tepat di jalanan menuju
apartmentnya. Gadis itu dikejutkan oleh seorang pria yang muncul secara
tiba-tiba di hadapannya. Kemudian ambruk begitu saja. Refleks Agatha berteriak
pelan. Tanpa pikir panjang lagi, ia segera keluar dari dalam mobil untuk
menghampiri pria itu.
“Apa aku barusan menabrak seseorang?” paniknya.
Agatha menghentikan langkahnya seketika. Jika
dipikir-pikir, tidak mungkin pria itu ambruk karena menghantam kendaraan yang
sedang melaju. Jaraknya dari mobil Agatha saat ini cukup jauh. Sekitar dua
meter. Namun, hal tersebut sama sekali tidak mengurungkan niat Agatha untuk
menghampiri pria itu dan mencari tahu penyebab kecelakaan tadi.
“Dia pasti mabuk,” simpul Agatha.
Tanpa pikir panjang lagi, gadis itu segera
membawanya masuk ke dalam mobil. Untuk pertama kalinya Agatha menolong orang
mabuk. Padahal ia tak bisa memastikan apakah pria itu orang baik atau bukan.
Bau alkohol menyeruak dengan tajam ke seluruh
penjuru ruangan. Ia benar-benar tidak suka dengan aroma seperti ini. Indera
penciuman Agatha jadi terganggu. Ia tidak bisa mencium bau lain sekarang. Sebab
aroma kuat dari alkohol telah memenuhi rongga hidungnya.
***
Sesampainya di unit apartment miliknya, Agatha
langsung menuntun pria itu menuju sofa dan merebahkannya di sana. Untuk
sementara waktu Agatha akan membiarkan pria pemabuk itu beristirahat di
rumahnya. Ia tidak bisa meninggalkannya sendirian di luar sana. Terlalu bahaya
untuknya. Meskipun dia seorang pria, tetap saja tidak akan bisa melawan saat
bahaya datang. Ia bahkan tidak bisa membedakan mana yang benar ada dan mana
yang tidak ada pada kondisi mabuk seperti ini.
Setelah selesai beres-beres, ia kembali menghampiri
pria itu untuk mengecek kondisinya. Tapi, masih sama seperti terakhir kali
Agatha melihatnya. Dia masih belum sadarkan diri. Sepertinya mabuk berat. Entah
berapa banyak minuman beralkohol yang dikonsumsi olehnya.
“Harus diapakan orang seperti ini?” gumamnya sambil
melipat kedua tangan di depan dada.
Ia menghela napas dengan kasar. Kemudian mengambil
tempat duduk di sofa seberang yang tak terlalu jauh dengan pria itu. Dia harus
tetap mengawasinya. Agatha memutuskan untuk menghubungi salah satu temannya.
Kali ini bukan sesama polisi lagi. Melainkan temannya sejak masih SMA dulu.
Namanya Zura. Sekarang dia menjadi salah satu dokter bedah umum di salah satu
rumah sakit. Setidaknya, ia pasti tahu apa yang harus dilakukan terhadap orang
mabuk.
“Halo!” sapa Agatha lebih dulu.
“Halo?” sahut seseorang dari seberang sana.
“Masih di rumah sakit?”
“Enggak nih! Kenapa?”
“Ada yang ingin kutanyakan.”
“Iya, apa?”
“Kalau ada orang mabuk yang enggak sadarkan diri
gimana? Kira-kira kondisinya serius dan perlu dibawa ke rumah sakit gak sih?”
“Siapa yang mabuk? Jangan bilang kalau…”
“Bukan aku!”
“Untunglah. Lalu siapa?”
“Ada, orang lain. Lagipula kalau aku yang mabuk
sampai tak sadarkan diri, bagaimana bisa aku menghubungimu sekarang ini?
Memangnya tidak bisa membedakan orang yang sedan mabuk dan bukan?!”
“Tidak usah mengomel! Telingaku mulai panas.”
Keduanya selalu seperti itu. Mereka memang tidak
pernah tampak akur. Tapi, pada kenyataannya mereka berdua adalah sahabat.
Terdengar tidak masuk akal memang.
“Terus, apa yang harus aku lakukan sekarang?” tanya
Agatha.
Nada bicaranya mulai terdengar serius kali ini. Zura
pun sampai ikut terbawa suasana.
“Kau masih belum tidur, kan?” tanya Zura balik.
“Belum,” jawab Agatha dengan apa adanya.
“Baiklah! Nanti aku akan ke sana untuk menemuimu.
Akan terlalu panjang jika aku menjelaskan lewat telepon. Kau pasti akan bisa
mendengarkannya,” jelas gadis itu dengan panjang lebar sebelum menutup
teleponnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 223 Episodes
Comments