Episode 4 - Makmum Pilihan

Micheal tak berbohong saat ia mengatakan tersesat saat mencari toilet, karena ini pertama kalinya Micheal memasuki rumah Zenwa lebih dari ruang tamu. Setelah menyelesaikan hajatnya, Micheal kembali ke ruang tamu dan di sana sudah ada dua gelas teh dan sepiring biskuit yang di suguhkan untuk Micheal dan Abi Hamka pun juga masih disana.

"Maaf, Om. Tadi aku salah jalan, aku fikir belok kanan ternyata belok kiri," kata Micheal sembari duduk di tempatnya semula.

"Belok kanan? Disana kamarnya Arin dan Zenwa," tukas Abi Hamka.

"Ya, aku melihat mereka tadi," jawab Micheal lirih dan ia teringat dengan apa yang di katakan Zenwa, sementara Abi Hamka sangat terkejut dan tak tahu harus berkata apa, karena ini pertama kalinya ada pria yang keluyuran dan tersesat di rumahnya. Sebelumnya, Abi Hamka tidak pernah mengizinkan pria asing memasuki rumahnya, apalagi mendekati kamar kedua putrinya.

"Lora Micheal, jika Om boleh bertanya, apakah kamu memang ingin meminang Zenwa sejak dulu?" tanya Abi Hamka kemudian karena ia pun ingin tahu perasaan Micheal yang sebenarnya.

"Bukankah Rasulullah bersabda 'Wanita biasanya dinikahi karena empat hal: karena hartanya, karena kedudukannya, karena parasnya, dan karena agamanya. Maka hendaklah kamu pilih wanita yang bagus agamanya (keislamannya). Kalau tidak demikian, niscaya kamu akan merugi.' (HR Bukhari Nomor 5090, Muslim 1466). Aku melihat Zenwa memiliki ke 4 kriteria itu, jadi aku yakin dengan pilihanku dan itu sesuai ajaran Rasulullah." jawaban Micheal tak bisa lagi membuat Abi Hamka berkata-kata, sebagai seorang ayah, ia pun ingin pasangan yang baik untuk putrinya dan Micheal pun memiliki ke empat kriteria yang sesuai dengan anjuran Rasulullah.

"In Shaa Allah, Nak. Semoga Zenwa bisa menjadi istri yang baik untukmu dan ibu yang baik untuk anak-anakmu kelak," tukas Abi Hamka yang membuat Micheal hanya bisa tersenyum tipis.

Sementara Zenwa, ia sudah bersiap menemui Micheal dan ia pun mendengar jawaban Micheal atas pertanyaan ayahnya, namun entah kenapa Zenwa tetap tidak puas dengan jawaban itu. Zenwa pun melangkah pelan mendekati sang ayah dan kemudian ia duduk di samping ayahnya.

Walaupun Zenwa sempat kesal karena Micheal tadi, Zenwa tetap merasa malu saat berhadapan langsung dengan Micheal dan ia pun menunduk dalam. Pakaian Zenwa pun sudah berganti, ia mengenakan gamis syar'i berwarna biru dengan hijab lebar yang menutupi sebagian tubuhnya.

"Assalamualaikum, Zenwa." Micheal berucap dengan suara yang terasa berat.

"Waalaikum salam," jawab Zenwa dengan suara tegas namun tetap rendah.

"Ada perihal penting apa yang sampai membuatmu datang ke rumahku sepagi ini, Lora Micheal?" tanya Zenwa kemudian tanpa sedikitpun mengangkat wajahnya.

"Kedua orang tuaku yang dari Jakarta akan datang hari ini karena kemarin mereka tidak bisa datang, mereka ingin bertemu denganmu," kata Micheal.

"Aku belum memutuskan pinanganmu, Lora Micheal." tegas Zenwa yang masih tetap menunduk, Micheal tersenyum samar mendengar jawaban Zenwa.

"Aku tahu, akupun tidak mendesakmu untuk menerima pinanganmu, Zenwa. Mereka datang hanya untuk mengenalmu dan sedikit berbincang denganmu," tukas Micheal yang membuat Zenwa merasa kesal.

Micheal dan keluarganya memang tidak mendesak Zenwa dan keluarganya untuk menerima pinangan Micheal, mereka memberikan waktu agar mereka memikirkannya baik-baik.

"Aku rasa aku tidak bisa," cicit Zenwa sambil melirik Abinya, namun Abinya terlihat tidak masalah dengan penolakan Zenwa.

"Baiklah, aku tidak memaksamu," kata Micheal kemudian "Aku akan meminta mereka datang kesini saja nanti, karena mereka membawakan oleh-oleh untukmu." lanjutnya yang membuat pupil mata Zenwa langsung melebar sempurna, Abi Hamka pun juga terkejut dan ia langsung menatap Zenwa.

"Ba_baik, aku akan menemui mereka," kata Zenwa akhirnya dan Micheal hanya menganggukan kepalanya. Hingga akhirnya tatapan Micheal tertuju pada Arin yang sejak tadi memperhatikan mereka dari jauh, seketika raut wajah Micheal menjadi muram, tatapannya begitu sayu namun Arin justru melemparkan senyum manisnya pada Micheal, seolah mengatakan 'Semua akan baik-baik saja.'