Siapakah Dia?

Irwan tiba-tiba membungkam mulut Alexa, laki-laki itu menengok ke kanan kiri. Setelah memastikan tidak ada yang mendengar pertanyaan gadis itu, Irwan mengambil nafas lega dan melepaskan bungkaman tangannya. Alexa bingung melihat reaksi laki-laki itu.

"Ada apa?? Ada yang salahkah dengan pertanyaanku?" dengan penuh tanda tanya, Alexa kembali bertanya tanpa mengeluarkan suara.

"Cek ponselmu, aku chat di whattsapps!" tidak menjawab pertanyaan gadis itu, Irwan meminta Alexa untuk melakukan pengecekan pada ponselnya.

Gadis itu segera mengambil ponselnya, kemudian masuk ke aplikasi whattsapps. Terlihat nama Irwan sedang melakukan thyping.

"Hati-hati..., jangan pernah menanyakan siapa CEO kita jika kamu tidak mau celaka! Jujur aku dan semua rekan kerja dalam tim ini, belum pernah sekalipun mengetahui siapa CEO kita. Pernah kita bertanya pada Boss Ridwan, rupanya laki-laki itu juga belum pernah bertemu dan bertatap langsung dengan CEO kita." Alexa membaca chat yang dikirimkan Irwan padanya. Gadis itu mengambil nafas lega, kemudian manggut-manggut.

"Syukurlah..., berarti bukan laki-laki tengil itu CEO nya. Selamat.., selamat.." Alexa berpikir sendiri. Dia tidak takut dengan pemberi tahuan Irwan, tetapi Alexa hanya khawatir jika Johan yang menjadi CEO di perusahaan ini. Kemudian gadis itu membalas pesan yang dikirim Irwan padanya.

"Baiklah.., untung saja kamu memberi tahu aku Ir.. Miss Kathleen dan Boss Ridwan tidak pernah menceritakan hal ini padaku. Thank youuuuu broo..." Alexa menoleh ke arah Irwan, saat chat yang dia kirimkan sudah sent. Irwan menganggukkan kepala setelah membaca isi pesan yang gadis itu kirimkan.

"Ir.., aku diajak meeting sama Boss Ridwan siang ini jam satu. Malas bener aku.., masak pegawai junior diminta menjadi notulennya dalam rapat." Alexa mengadukan ajakan Boss Ridwan pada Irwan. Dia tidak mau dicurigai rekan kerjanya yang lain, jika dianggap menonjolkan dirinya.

"He.., he..., he.. hati-hati saja ya. Jangan sampai kamu diterkam sama bujang lapuk itu." Irwan malah menggoda Alexa, emoticon tertawa ngakak sampai keluar mata turut dikirimkan laki-laki itu. Membaca isi pesan tersebut, Alexa menoleh ke arah laki-laki tersebut yang masih senyum-senyum sambil melihat ke arah ponselnya.

"Dasar.., tidak punya rasa setia kawan sedikitpun. Malah meledek rekan kerja sendiri." sambil berkacak pinggang, Alexa berdiri di depan Irwan. Melihat reaksi gadis itu, Irwan tertawa ngakak, sampai rekan-rekan kerjanya yang lain melihat ke arah mereka.

"Hey gelok..., diam. Tidak tahu apa.., pikiran kita baru macet baca pesan sponsor." Ronny meneriaki Irwan yang masih tertawa sampai keluar air mata. Sedangkan Aniss melempar tissue ke kubik Irwan..., dan Alexa tertawa melihat reaksi teman-temannya yang lain.

"Boss Ridwan mencari sasaran baru nih. Giliran kali ini, jatuh ke Alexa.. ha.., ha.., ha.." Irwan masih tertawa ngakak, dan rekan kerja yang kain sontak menengok ke arah Alexa, setelah mendengar perkataan yang diucapkan Irwan.

Bingung dengan reaksi teman-temannya itu, Alexa hanya mengangkat kedua bahunya ke atas. Aniss langsung keluar dari kubiknya, dan berjalan mendekati Alexa. Sedangkan teman-temannya yang lain hanya melihati Alexa dengan ekspresi prihatin.

"What happend An..?" tanya Alexa kebingungan pada Aniss.

"Duduklah dulu Lexa... Kami hanya berpesan padamu.., jangan pernah mau jika diajak pergi atau keluar dengan Boss Ridwan. Bujang lapuk itu.., suka menindas dan memperlakukan para gadis seenaknya. Kita para gadis disini pernah menjadi korban laki-laki bejat itu." Aniss menyampaikan perlakuan kurang menyenangkan dari Boss Ridwan.

"Okay terima kasih nasehatmu An.. Boss Ridwan tidak mengajakku keluar kok, dia hanya memintaku menjadi notulen pada rapat dengan para Direksi di meeting room. Masih di gedung ini kok, jadi aku kira aman kan?" Alexa menjelaskan ajakan Boss Ridwan untuk menemaninya mengikuti rapat Direksi.

"Ya sudah.., jika hanya rapat. Tapi.., jika suatu saat laki-laki itu mengajakmu keluar.., kamu harus hati-hati ya," mendengar perkataan Alexa, Aniss mengambil nafas lega.

"Baik An.., thank,s ya atas informasinya."

**************

Tidak mau berjalan berdampingan dengan Boss Ridwan, Alexa mengirim chat pada laki-laki itu, jika akan berangkat ke meeting room sendiri. Setelah memastikan chatnya terkirim, Alexa segera bergegas menuju pintu lift. Untungnya pintu lift pas terbuka, gadis itu segera masuk ke dalam bersama dengan seorang laki-laki paruh baya.

"Lantai berapa?" tanya laki-laki paruh baya itu.

"Meeting room." jawab Naura singkat, dan laki-laki paruh baya itu membantu menekan tombol lantai tujuh. Keduanya diam tidak terlibat pembicaraan, sampai pintu lift berhenti di lantai tujuh.

"Permisi.., saya duluan." Alexa tersenyum dan menganggukkan kepala, kemudian gadis itu langsung keluar dari dalam lift. Sesampainya di luar, Alexa bingung mencari arah menuju meeting room. Tidak ada penunjuk arah sama sekali.., dan juga tidak ada satu orangpun yang bisa dia mintai informasi. Suasana di lantai tujuh itu terasa sangat sepi.., dan bahkan pencahayaan di sekitar situ seperti temaram.

Samar-samar Alexa mendengar alunan musik dari dalam ruangan, dan setelah memastikan dari arah mana musik itu berasal, Alexa segera menuju ke ruangan tersebut. Melihat satu pintu ruangan terbuka, tanpa permisi Alexa langsung menyelonong masuk ke dalam ruangan itu. Tetapi begitu masuk kedalam, muncul kekaguman gadis itu melihat interior dan penataan ruangan tersebut. Ruangan itu sangat luas, dengan lemari arsip berisi buku-buku besar yang semuanya tertata dengan rapi. Seperangkat sofa mewah berada di bagian depan ruangan itu, dan karena tetap tidak menemukan seorangpun disitu, akhirnya...

"Permisi..., apakah ada orang di dalam?" Alexa bertanya dan melanjutkan langkahnya ke dalam. Tetapi gadis itu tetap tidak menemukan siapapun. Saat Alexa memutuskan akan keluar dari ruangan itu..

"Apa yang kamu cari..?" suara tegas berwibawa dari seorang laki-laki terdengar di belakang Alexa. Gadis itu merasa merinding mendengar suara itu, dan dia memberanikan diri menoleh ke arah sumber suara. Laki-laki tampan berwajah pucat, dengan mata biru tiba-tiba sudah berada di atas kursinya.

"Maaf.., saya kebingungan mencari dimana meeting room. Tadi saya ditugasi manager divisi saya untuk menemani beliau rapat di ruangan tersebut." dengan tergagap, Alexa menjawab pertanyaan laki-laki tampan itu. Dia sendiri bingung, kenapa tiba-tiba menjadi speechless di depan laki-laki itu. Padahal jika diurut-urut.., laki-laki itu yang seharusnya bingung terhadapnya. Saat sopirnya yang bernama Johan, tanpa sengaja melindas batu.., batu itu telah menyakiti kepalanya beberapa waktu yang lalu. Tetapi aura menyeramkan tiba-tiba seperti melingkupi suasana dalam ruangan itu.

Beberapa saat laki-laki itu terdiam, dan Alexa juga tidak berani untuk membalikkan badan meninggalkan laki-laki tersebut. Kedua kakinya seperti lengket di lantai granito, gadis itu seperti tidak memiliki tenaga sedikitpun untuk menggerakkannya.

"Kamu salah ruangan.., dari pintu lift tadi seharusnya kamu lurus ke kanan. Nanti di ujung ruangan itu, letak meeting room berada. Tetapi karena kamu sudah berada di ruangan ini.., tidak berarti kamu bisa meninggalkan ruangan ini dengan seenaknya." mendengar perkataan laki-laki itu, Alexa seperti tersihir. Wajahnya tiba-tiba pucat, karena dia bingung apa yang akan dilakukannya di dalam ruangan itu.

"Terus..., apa yang harus aku lakukan agar aku bisa keluar dari ruangan ini? Aku khawatir, jika aku tidak menemani Boss Ridwan.., aku akan dipecat dari perusahaan ini. Aku pegawai baru disini, tolonglah.." Alexa memberanikan diri meminta tolong laki-laki itu untuk membiarkannya pergi.

"Duduklah dulu..., ada yang akan aku tanyakan padamu!" suara itu seperti menghinoptis Alexa, tanpa sadar gadis itu langsung berjalan ke depan, kemudian duduk di kursi di depan meja kerja laki-laki itu.