Shalin bergeming, ada niat ingin menyapa namun mulutnya mendadak kelu, tak mampu terucap walau sekata. Ia hanya melewati saja dengan rasa yang entah. Andai saja Aka tidak menuntut dirinya tinggal di pesantren mungkin akan lebih baik, dari pada harus menata hati yang begitu rumit.
Perempuan itu berjalan gontai memasuki kamar yang cukup luas, bahkan kamar itu dua kali lebih luas dari kamar pribadinya di rumah. Ia berjalan mendekati ranjang, duduk sebentar sebelum akhirnya mengalihkan pandangannya pada sebuah foto di atas meja. Shalin mengedarkan netranya ke sepenjuru kamar. Rapi, bahkan sangat rapi untuk ukuran kamar cowok, bersih dan wangi tentunya.
Buku-buku, kitab, dan alquran nampak berjejer rapi di lemari, perempuan itu meneliti dengan seksama. Buku dengan kebanyakan tentang ilmuan dunia Islam, sastra klasik dunia dan filsafat.
Beralih menatap jendela yang terbuka, langkahnya terayun ke sana, langsung terhubung dengan kolam air tawar yang jernih dengan banyak ikan berwarna. Di sebrang kamarnya, tepat kamar Azmi yang juga tengah menatap lurus ke bawah, memperhatikan ikan-ikan gembung itu berlarian.
"Astaghfirullah ... kenapa kamu harus nampak di mataku, aku sulit mengusirmu dari hatiku. Ya Rabb ... ampuni aku yang tak pandai menjaga pandangan."
Saat ia tertunduk dan berbalik, Azmi pun menoleh ke arah yang sama, menatap tanpa disengaja hingga membuat pandangan mereka bertemu. Shalin menatap bingung, sedang Azmi menyorot sayu, sudut matanya melukis sendu dan kecewa.
"Maaf," ucapnya tanpa suara. Kemudian memilih untuk singgah dari sana dengan hati bertalu-talu. Mengipas-ngipasi matanya agar tak sampai hati buliran kristal itu lancang membasahi pipi.
Derit pintu yang mampir ke telinganya, mengalihkan atensi perempuan itu yang tengah sibuk melawan gejolak hatinya. Seseorang bergelar suami itu masuk, tersenyum lembut ke arahnya seraya berjalan mendekat dengan koper di tangannya, yang sudah bisa dipastikan punya istrinya.
"Pakaianmu bisa kamu taruh di lemari yang ini, bersebelahan dengan pakaian aku juga. Barang-barang lainya, seperti sepatu, tas, asesoris kamu bisa kamu taruh di ruang sekat itu. Tidak semewah rumahmu, semoga kamu betah ya," ucapnya seraya menggulung kemeja pada lengannya.
Shalin hanya mengangguk, mengiyakan tanpa berani menatapnya. Pria itu mendekat, membuat gadis berhijab navy itu menyorot waspada.
"Kamu nangis?" tanyanya mengikis jarak penuh selidik.
"Enggak," jawab Shalin membuang muka, berbalik untuk menghindari pria yang tiba-tiba mencekal lengannya.
"Kenapa nangis, mata kamu sembab," tuduhnya meneliti. "Apa ini ada hubungannya dengan keberadaan kamu sekarang?"
"Nggak pa-pa, Mas. Kamu nggak ke masjid?" tanya perempuan itu mengalihkan topik bicaranya.
"Mau, mau ganti dulu," ujarnya bergerak menuju lemari, menarik satu baju dan kain sarung bersih dari sana.
"Dek, kamu sholat di rumah, Mas ke masjid dulu," ujarnya pamit. Saat pria itu mendekat hendak mencium keningnya, gadis itu lebih dulu berbalik dengan cepat, membuat rasa percaya diri itu mengikis, berganti dengan helaan napas panjang.
"Assalamu'alaikum," ujarnya meninggalkan salam. Keluar dengan menekan sabar.
"Wa'alaikumsalam," jawab Shalin datar.
Sepeninggalnya Aka, Shalin langsung menghempaskan bobot tubuhnya ke ranjang. Menghela napas dalam, sebelum akhirnya merasakan sedikit lega, terhindar sejenak dari suaminya.
Kumandang iqomat yang terdengar membuat gadis itu beranjak, mengambil wudhu dan segera menghadap-Nya. Empat rakaat ia tunaikan dengan khusuk, diakhir salam dan doa kemantapan hatinya.
***
"Ka, istrimu masih di kamar? Panggil supaya makan siang bersama," ujar Umi Salma menginterupsi.
"Iya, Umi, Aka panggil sebentar, Shalin masih di kamar," ujar pria itu beranjak. Berjalan cepat menyusuri ruangan hingga sampai di bilik lainya. Membuka pintu kamarnya secara perlahan.
Aka masuk ke kamarnya yang nampak lengah, pria itu tersenyum tipis menemukan istrinya yang sepertinya tertidur sehabis sholat, bahkan mukenanya belum sempat terlepas.
"Dek, makan dulu baru istirahat," ujar Aka mengelus pipinya.
"Dek ... udah ditungguin umi dan keluarga lainya di meja makan, ayo bangun!" titahnya membelai lembut.
Sayup-sayup gadis itu menyipitkan matanya, berusaha bangkit walau tubuhnya merasa enggan.
"Mas, aku belum terlalu lapar, aku tidak mau makan, aku ngantuk tinggal saja," ujarnya kembali berbaring, mengabaikan Aka begitu saja.
"Kalau nggak mau makan, aku cium ya?" ujar pria itu sungguh-sungguh.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 131 Episodes
Comments
gia nasgia
Dosuztad sekali omongan tapi buat Shalin tak berkutik 😂
2024-07-24
0
Nendah Wenda
suka banget sama aja lucu juga bikin shalin keteteran
2024-01-09
0
Melya Siena Siena
🤭🤭🤭suka karakter Aka segudang kesabaran dan jaim² dikit😀😀😀halal mas sosor aja teross
2023-11-06
0