"Dek, kamu melamun aja, sudah sampai ayo turun!" ajak pria itu menginterupsi.
"Eh, iya Mas," jawab Shalin segera turun.
Pesantren Al Hasan sudah familiar di telinga Shalin, bahkan ayahnya dulu merekomendasikan pondok tersebut, namun Shalin memilih di asrama kampus. Kendati demikian, ini pertama kalinya gadis itu menginjakkan kakinya di sana. Kesan pertama memasuki area, luas dengan banyak bangunan yang terbagi antara pondok putri dan putra.
Pendiri pesantren ini adalah kakeknya Aka, Kyai Hasan yang juga mendirikan kampus islam tempat dirinya mengajar. Kedatangan Ustadz Aka dan kabar beliau menikah adalah kebahagiaan tersendiri untuk pesantren. Namun, menjadi moment patah hati yang bukan hanya dirasakan Azmi saja, melainkan para santri wati yang diam-diam ngefans sama idola mereka.
"Selamat datang kembali Gus Aka, selamat atas pernikahannya," sambut Ayub beserta santri lainnya yang sudah menunggu menyambut kedatangan calon pemimpin besar pesantren itu.
"Terima kasih, terima kasih banyak sambutannya luar biasa," ucap Aka sungkan. Tidak begitu tertarik disanjung.
Semua santri satu persatu bergerumun memberi selamat untuk pengantin baru yang tengah berbahagia, mungkin? Karena pada kenyataanya Shalin hanya diam, sedikit mengulas senyum saat orang menyapa dan berusaha sesopan mungkin. Jujur gadis itu sedikit syok dengan antusiasnya sambutan untuk kepulangan mereka, lebih tepatnya kepulangan Aka.
"Ayo Dek, masuk lewat sini," titah Aka menginterupsi. Pria itu menggandeng tangan istrinya dan memasuki rumah utama di samping pesantren.
"Assalamu'alaikum ...." sapa Aka yang langsung disambut orang seisi rumah. Suasana cukup ramai, banyak kerabat atau mungkin orang penting pesantren yang sudah berkumpul di ruang keluarga menyambut kedatangan menantu mereka.
Shali mengangguk sopan pada semua yang hadir di sana, setelah Aka bersuara memperkenalkan istrinya. Kemudian gadis itu dituntun Umi Salma untuk bergabung kelompok perempuan di ruang tengah. Aida kakak dari Aka nampak sangat senang menyambut kedatangan adik iparnya.
"Denger-denger kamu tinggal di rusunawa ya, Dek?" tanya Aida basa-basi.
"Iya, Mbak, belum pamitan juga dari sana."
"Aka beruntung ya mendapatkan daun muda sepertimu, cantik, pintar, dan sholehah," puji Aida tersenyum. Shalin sendiri tidak tahu harus menjawab seperti apa, entah itu beruntung juga atau malah buntung.
"Nak Shalin, kalau capek bisa istirahat di kamar dulu, Aka pasti lama ngobrolnya. Mereka sedang ngobrol dengan pengurus besar pesantren," ujar Umi menginterupsi.
Benar sekali, Shalin mendadak pening bertemu orang banyak, dia yang tidak begitu siap dengan pernikahan ini jelas tidak begitu suka pernikahannya diekspos, namun mungkin hanya di pesantren saja, jangan sampai merambah ke kampus kalau bisa, mengingat banyak mahasiswa yang kuliah di Universitas Islam sangat tidak mungkin kalau tidak pada tahu pernikahan mereka. Ia hanya menghindari rasa tidak nyaman nantinya. Atau dianggap nebeng tenar karena menikah dengan pemilik kampus mereka.
"Aida, tunjukin kamarnya, Nak," titah Umi Salma pada anak tetuanya.
"Siap, Umi." Aida segera bangkit dari kursi.
"Ayo, Dek, aku tunjukin kamarnya. Aka itu suka yang tenang, jadi ia milih kamar sendiri, desain sendiri paling belakang," ujar Aida memberi petunjuk jalan.
Mereka melewati banyak ruangan sebelum akhirnya sampai di sebuah kamar yang cukup luas. Kamar menyendiri di tepi kolam, terpisah dengan rumah utama, namun tetap terhubung.
"Kamu di sini, Azmi, dicariin abah tadi?" sapa Aida memergoki adiknya yang tengah menyendiri tak jauh dari kamarnya, bersebrangan dengan kamar Aka. Pemuda itu tengah berdiam dengan memangku laptop lebih tepatnya duduk di tepi kolam.
"Iya Mbak sebentar lagi, nanggung," jawab Azmi tanpa mengalihkan pandangan dari layar laptop.
"Ayo Dek sini, di sini kamarnya Aka," ujar Aida memberi petunjuk.
Mendengar perkataan kakaknya, sontak mengalihkan tatapan Azmi. Pria itu menoleh, menemukan seseorang yang selalu ia sebut dalam sujudnya.
Shalin tertegun, hingga beberapa detik pandangan mereka bertemu. Membuat langkah Shalin berhenti, tak tahu harus berkata apa, tetapi hatinya terasa bertalu-talu diselimuti rasa bersalah.
"Dek, ayo sini, ini kamarnya Azmi, kalau kamarnya Aka yang itu," tunjuk Aida yang seketika menyadarkan gadis itu ke dunia nyata.
"Iya, Mbak," jawab Shalin mengekor kakak iparnya.
"Azmi, kenapa masih di sini? Semua orang di depan, kamu dicariin abah juga." Azmi tak menyahut terlalu sibuk menata hatinya yang tiba-tiba entah.
"Astaghfirullah ...." Pria itu memutus kontak mata pada perempuan yang sudah sah menjadi istri kakaknya itu.
"Iya, Mbak, Azmi ke depan sekarang." Pria itu bangkit dari duduk tenangnya, sekilas menatap ke arah kamar di sebrang yang jelas terlihat.
"Azmi! Jangan melamun di pinggir kolam!" tegur Aida kembali setelah mengantar Shalin.
Pria itu hanya bingung dengan takdir yang rumit ini, bagaimana ia bisa mengobati lukanya sendiri kalau akan dipertemukan setiap hari.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 131 Episodes
Comments
gia nasgia
Di lema berjudul inimah
2024-07-24
0
Nendah Wenda
dilema banget Thor
2024-01-09
0
Athifah S Rato
kok jadi begini,,,,,
2024-01-06
0