"Shalin!" seru Reagen langsung berdiri begitu terlihat kembarannya menghampiri.
"Kamu ngapain ke sini?" tanyanya tak setuju.
"Suruh Mommy lah, jauh-jauh gini juga malah diketusin. Izin sekalian kita mau langsung pulang."
"Hah! Aku masih ada kelas nanti jam dua, tunggu mau nggak?"
"Hadeh ... lama deh, tetapi boleh juga lah. Aku nongkrong di kantin kampus siapa tahu dapat pemandangan menakjubkan."
"Nggak usah aneh-aneh, dosa!" peringatnya galak.
"Hmm ....!" jawabnya dengan gumaman.
"Udah makan belum?"
"Belum lah, pingin makan orang!" omelnya.
"Apaan sih, sensian amad, lagi PMS ya?" tuduhnya blak-blakan.
"Hush ... nggak! Lagi kesel aja sama orang."
"Sama?"
"Hish ... kepo amad jadi orang, bawa mobil?"
"Yuhu ... mau jalan aja atau gimana?"
"Jalan, nanti sekalian ambil motor di parkiran kampus."
"Oke lah siap. Kita makan dulu lah, laper juga perjalanan ke sini, kalau bukan mommy yang nyuruh ogah, males banget jemput kamu!"
"Terus kenapa mau, Pak? Menyebalkan!"
"Kan aku anak baik, titah mommy adalah mutlak yang tidak boleh dibantah."
"Sok patuh, padahal di belakang hobbynya menggerutu." Mereka berjalan beriringan menuju kampus utama.
"Bang, kondisikan tuh mata, nggak usah ogep," semprot Shalin galak.
"Survei di kampus orang, keren juga ternyata masuk sini. Fotoin dong," titahnya percaya diri.
"Astaghfirullah ... narsis banget jadi orang, udah ah, nggak mau!" Shalin menyeret kembarannya menjauh dari taman hijau dengan nama papan Universitas Islam.
"Dih ... orang mau ngambil gambar juga, biar dapat kenang-kenangan kalau aku habis jalan di ranah orang."
"Nggak usah aneh-aneh, bisa nggak sih!" bentaknya masih dengan tangan mereka yang saling bertautan.
Pemandangan itu pun tak luput dari pengamatan Aka yang kebetulan melintas dari arah sebrang. Sejenak pria itu menghentikan langkahnya, lalu menatap serius pria yang tengah bergandeng tangan dengan calon istrinya. Sempat mengira orang lain, sebelum akhirnya menyadari itu adalah saudaranya. Pria itu pun kembali melanjutkan langkahnya menuju rektorat.
"Shalin, jangan kenceng-kenceng peganginnya, kita jadi pusat perhatian orang!" tegur Reagan menghentikan langkahnya yang spontan diikuti Shalin.
"Iya kah, sorry Bang, kita ngobrol di kantin sambil makan."
"Boleh juga." Mereka menuju kantin universitas. Cukup dekat dengan gedung fakultas memudahkan perempuan itu menuju kelas nantinya setelah jamnya masuk.
"Pesen gih, samain aja," titahnya. Reagen bergerak ke etalase dan segera meneliti menu yang membuat berselera.
"Bu, aku pesen dimsum aja dua porsi, minumnya air mineral aja kemasan kecil dua," tunjuk Reagen dan langsung mengambil di etalase. Suasana kantin tidak begitu ramai karena mungkin lewat jam makan siang.
"Bang, aku mau curhat," ujar gadis itu serius. Reagan malah cengengesan.
"Ikh ... serius, Abang! Anter aku ke hotel Gayatri, tempat yang kemarin terjadi insiden," tuturnya serius.
"Ngapain? Nggak mau ah jauh!" tolak Reagan cepat.
"Aku mau minta rekaman CCTV yang pastinya ada di sana, itu bisa jadi barang bukti siapa skandal dibalik vidio itu, aku yakin ada konspirasi besar dibalik semua ini."
"Aku setuju, tetapi bahkan dua hari lagi kamu mau menikah jangan aneh-aneh!" peringatnya serius.
"Iya tahu, please ... aku tahu Pak Aka orang baik, agamanya bagus, tetapi hatiku bimbang, dan aku tidak yakin bisa melewati hatiku nantinya dengan mudah. Ini pernikahan, Reagan."
"Terus, kamu maunya gimana? Kenapa baru ngeh sekarang setelah keluarga Pak Aka datang beriktikad baik. Bagaimana pun apapun hasilnya nanti bisa menghilangkan vidio itu atau pun tidak, kamu tidak bisa mundur. Atau kamu akan mengecewakan banyak orang, mempermalukan keluarga."
"Kok jadi ribet sih, aku cuma mau cari keadilan. Hasilnya kita pikirkan nanti."
"Kamu punya musuh? Netizen fanatic?" tanyanya penuh selidik.
"Ada psikopat fanatic, tetapi aku tidak punya bukti kuat, makanya aku ngajakin Abang buat nganter aku ke sana, setidaknya aku punya jejak kejahatannya."
"Oke, habis pulang dari sini. Apapun hasilnya nanti jangan aneh-aneh, atau akan membuat malu keluarga."
Shalin mengangguk lega, setidaknya dia ada teman ke sana. Kembarannya yang rese' itu kadang bermanfaat juga. Mereka makan dalam obrolan.
"Aku kelas dulu ya? Terserah Abang mau ke mana, jangan jauh-jauh, aku sedang tidak ada ponsel, nanti susah nyarinya."
"Langsung ke parkiran sebelah gedung ini aja, motor scoopy aku di sana, motor yang paling imut, tahu 'kan?"
"Hmm ...." jawabnya dengan gumaman. Jelas saja Reagan hafal, motor dengan stiker doraemon pada boddy tebengnya.
"Ship!" Shalin mengacungkan jempolnya, sebelum beranjak dengan senyuman.
Usai meninggalkan kelas sudah melewati waktu ashar. Gadis itu berencana menunaikan kewajibannya terlebih dahulu di masjid kampus sebelum beranjak ke tempat tujuan. Empat rakaat ia tunaikan dengan khusuk. Masjid terlihat telah lengah saat gadis itu beranjak. Saat keluar melalui pintu utama, dan menuruni anak tangga, tak dinyana mendapati seseorang yang masih duduk diundakan tangga seraya memakai sepatunya. Shalin menuruni anak tangga secara perlahan, hingga sampailah paling dasar, ia menurunkan tubuhnya, lalu duduk di sana dengan jarak aman.
"Assalamu'alaikum ....!" sapanya lembut. Pria itu menoleh, lalu tersenyum.
"Waalaikumsalam ... cinta, bagaimana kabarmu, bidadarinya umi dan abi," selorohnya tanpa berani menatap wajahnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 131 Episodes
Comments
gia nasgia
Kayaknya Azmi deh🤔🤭
2024-07-23
0
Nendah Wenda
siapa sih jadi penasaran
2024-01-09
2
Anti Faizcell
kurang suka juga sama Azmi, kata-kata nya tidak pantas dia ucapkan walau dia tetap menjaga pandangan tapi tetap salah mengatakan itu
2023-11-16
2