Suara deru mesin mobil yang terdengar di tengah malam nan sunyi itu cukup jelas tertangkap pendengaran Ustadz Emir yang masih terjaga. Hari sudah larut, namun pria itu masih menunggu putranya yang mengabarkan ada hal penting yang siap dibahas. Sebenarnya ia bisa melalui sambungan telepon, namun masalah sepelik ini tentu saja harus dibicarakan dengan tenang bersama keluarganya.
"Abah belum tidur?" tanya Aka begitu memasuki rumahnya menemukan Abah masih duduk dengan tasbihnya di tangan.
"Abah sengaja nungguin, kamu." Pemuda itu menyalim takzim orang tuanya.
"Besok saja, Bah, bakda subuh, Aka ceritakan, ini sudah terlalu larut untuk berdiskusi. Sekarang Abah istirahat lah." Aka menyakinkan ayahnya dan pamit ke kamar. Membersihkan diri dan menuju peraduannya.
Jarum jam pendek sudah menunjuk di angka satu dini hari lewat, namun pria itu tidak bisa memejamkan matanya barang sejenak pun. Pikirannya terus berputar mengenang kejadian beberapa jam lalu yang terjadi pada dirinya.
"Astaghfirullah ... kenapa aku tidak bisa tidur," gumamnya resah. "Ampuni aku ya Rabb, jika ini memang jalan takdir atas jodohku, maka mudahkanlah setiap urusanku."
Akhirnya pria itu mengambil wudhu, menunaikan dua rakaat dan bersimpuh mengadu pada-Nya. Memantapkan hatinya atas apa yang menjadi ketetapan dirinya. Sejenak dapat mengistirahatkan tubuhnya sebelum akhirnya alarm alam memanggil lewat seruan merdunya. Pria itu terjaga, dengan penuh rasa syukur bangkit dari pembaringan dan menuju tempat bersuci. Membersihkan diri bersiap menghadap-Nya dalam lantunan doa.
Selepas subuh, pria itu masih duduk di shaf imam untuk memohon doa khusuk kebaikan, sebelum akhirnya beranjak dan menuju rumahnya.
"Ka, semalam pulang jam berapa?" tanya Umi Salma sembari menyiapkan hidangan untuk sarapan."
"Cukup malam, Umi, dua belas lewat," jawab Aka sembari menyeruput kopi buatan ibunya.
"Kata Abah, ada hal penting yang ingin kamu sampaikan, ada apa Nak?" Tangannya cekatan menata piring di bagiannya.
"Sebentar Umi, nunggu abah datang dulu, masih kajian di masjid."
"Belakangan ini Umi perhatikan kamu terlalu sibuk, apa ada banyak kajian di luar?"
"Hanya ada beberapa saja Umi, itu pun tidak pasti, jangan terlalu mencemaskan aku," ujarnya santai.
"Tentu saja Umi mencemaskan kamu, siapa lagi yang bakalan negur-negur, kamu 'kan belum punya istri," celetuk Nyai Salma.
"Assalamu'alaikum ....!" sapa Kyai Emir memasuki rumahnya.
"Waalaikumsalam ....," jawab seisi rumah saling bersautan.
Mereka tengah berkumpul di meja makan. Disusul Azmi yang baru bergabung dengan style kuliahnya, dan si bungsu Zayyan dengan seragam putih abu. Keluarga Kyai Emir mempunyai empat orang anak, satu perempuan Ning Aida sudah ikut suaminya karena sudah menikah dan tiga anak cowok yang masih bujang.
"Cie ... Bang Azmi, sepatu baru dipakai terus," ledek Zayyan menaik turunkan alisnya.
"Menghargai yang ngasih lah, biar tambah semangat kuliah juga."
"Bang Azmi pacaran?" Pertanyaan Zayyan sontak mengalihkan pandangan umi dan abah yang baru bergabung di meja makan.
"Astaghfirullah ... benar begitu, Nak, Umi melarang kamu untuk berbuat yang tidak semestinya, kalau kamu mencintainya bersabarlah sampai kamu siap mengemban tugas menjadi seorang suami secara lahir dan batin."
"Azmi tahu Umi, kami hanya saling mengagumi saja tanpa berniat menjalin hubungan lebih, bukankah cinta itu fitrah dan sebuah anugerah, kami berdua tahu agama kita melarangnya, makanya Azmi memutuskan akan melamarnya setelah lulus nanti, insya Allah kami tetap menjaga pandangan ini sampai halal bagi kami, Azmi juga tidak pernah hanya berdua saja jika bertemu, itupun jarang," papar pria tanggung itu.
Umi Salma mendes@h resah, menggeleng tak setuju. Biar bagaimanapun itu tetap menggangu pikirannya. Semoga anak-anaknya terjaga dari hal-hal yang tidak diinginkan.
Sementara Aka, berulang kali abah dan uminya merekomendasikan ta'aruf untuknya, namun pria itu belum menemukan jawaban yang tepat untuk diberikan pada ibunya, banyak CV dari perempuan yang siap menjadi istrinya, namun pria itu merasa belum mendapatkan yang cocok untuk pendamping hidupnya. Malah Azmi yang terang-terangan ingin menikah setelah lulus nanti.
Kyai Emir nampak menyimak obrolan mereka, pria itu akan bersikap tegas, bila tidak sesuai dengan tuntunan hidupnya.
"Sudah lengkap, ayo sarapan," seru Umi Salma bergegas. Perempuan yang selalu terlihat sibuk mengisi pengajian itu selalu menyempatkan diri untuk quality time bersama keluarganya.
Acara sarapan sudah usai, Azmi dan juga Zayyan juga sudah meninggalkan meja makan dan berangkat menimba ilmu.
"Kamu tidak ada jadwal ngajar, Ka?" tanya Umi Salma sembari mengemas piring kotor di rumahnya, di bantu Mak Inah yang sudah belasan tahun mengabdi pada keluarga Umi Salma.
"Aka izin Umi, seperti yang semalam Aka tuturkan, ada hal penting yang ingin Aka sampaikan pada Umi dan abah."
"Astaghfirullah ... Umi sampai lupa, hal penting apa, Nak? Utarakan lah Umi dan abah siap mendengarkannya."
"Aka siap menikah Umi," jawabnya spontan dan cukup menyakinkan.
"Alhamdulillah ... kamu sudah memutuskan calonnya, Nak? CV siapa yang kamu pilih?" tanya Kyai Emir serius.
"Tidak ada di antara kandidat perempuan yang telah merekomendasikan taaruf, Bah, tetapi insya Allah sesuai harapan Umi dan juga Abah," jawabnya yakin.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 131 Episodes
Comments
gia nasgia
Azmi persiapkan mental mu klau tahu siapa jodohnya Aka
2024-07-21
0
Sintya Ashari
hemm....duh gimana Thor... lanjut... mampir y
2024-02-12
1
Nendah Wenda
ya ampun ternyata Azmi adik aka dan yang di kagumi wanita itu akan menikah dengan aka
2024-01-09
0