POV Author
Jam sudah menunjukkan pukul 04:30 saat Mira terbangun. Sejenak dia mengedarkan pandangan ke sekeliling dan melihat Jack yang tidur pulas di sampingnya. Setelah itu, dia pun bergegas pergi untuk meninggal kan Jack tanpa membangunkannya terlebih dahulu.
Dengan langkah yang buru-buru dan melihat ke setiap sudut, berharap tidak ada yang melihatnya lalu, keluar dari kamar itu hotel tempat mereka memadu gair*rah yang bertepuk sebelah hati.
Setelah sampai di depan pintu hotel, sudah terparkir taxi yang ia pesan secara online dan dengan cepat langsung bergegas masuk, dia pun berkata sambil menutup pintunya.
"Pak, jalan.”
Mira pun mempersilakan kepada pak sopir untuk melajukan Mobil sesuai arah tujuannya.
Sepanjang perjalanan ia hanya termenung memikirkan apa yang telah terjadi, Sambil melihat pemandangan kota di pagi hari melalui kaca jendela mobil yang dia tumpangi.
Meskipun masih terlihat gelap namun aktivitas warga sudah di mulai.
Lampu-lampu masih menyala dan menjadikan suasana semakin indah untuk dinikmati.
‘Jika saja bukan seperti ini, aku sudah pasti memilih berjalan kaki sambil menikmati udara pagi yang sangat sejuk’ batinnya sambil menyandarkan kepala di sandaran kursi.
Rasanya sangat sulit untuk menerima kenyataan, Bahwa dia sudah menjual diri demi uang satu miliar.
Namun penyesalan itu hilang ketika terbayang wajah lucu sang buah hati, yang selalu berdiri di depan pintu untuk menyambutnya, ketika pulang kerja. Itu adalah hal yang paling membahagiakan baginya. Melihat senyuman tanpa dosa di wajah anaknya, membuat segala lelah dan letih hilang tak bersisa.
Mira pun berjanji dalam hati, ‘Aku tidak boleh seperti ini, harus kuat dan selalu tersenyum di hadapan Zay' Sambil menyeka air matanya yang tanpa terasa meleleh di pipinya.
Tanpa ia sadari pak sopir pun selalu mencuri pandang lewat kaca spion, muncul rasa iba di hatinya dan membuatnya memberanikan diri untuk bertanya,
"Apakah non baik-baik saja?" Katanya sambil tetap fokus mengemudikan kendaraan di jalanan yang tampak sedikit lengang.
"Eh, ya Pak, saya tidak apa-apa,” Mira pun menjawab dengan nada gugup. Seketika dia membenahi ekspresi wajahnya agar terlihat baik-baik saja.
"Oh ya, Non mau turun di mana?” Pak sopir kembali bertanya.
"Lurus saja pak, Nanti di ujung jalan depan, ada belokan ambil yang arah kanan."
Mira pun mengarahkan sang sopir taxi tersebut.
Akhirnya Mira pun sampai di rumah sederhana yang selama ini menjadi tempat tinggalnya dan begitu berada di kamar, dia langsung menjatuhkan tubuhnya di atas kasur yang empuk.
Merasakan seluruh tubuhnya seolah remuk.
Dia menarik napas panjang, sambil memejamkan mata untuk sekedar menghilangkan penat dalam jiwa dan raganya. Membayangkan bagaimana dia bergumul dengan pria selain suaminya. Remuk bukan hanya raga tapi juga jiwanya.
‘Astaga kenapa tubuhku sakit semua?’ batinnya.
Perlahan kesadarannya pun hilang karena tertidur dan deru nafas sudah teratur pertanda sang pemilik raga dalam kondisi nyenyak.
Sementara itu, di kediaman keluarga Basrie Al-Husain.
Waktunya keluarga tersebut untuk melaksanakan kegiatan rutin yaitu sarapan bersama.
Namun ada suasana yang tampak berbeda karena sang nyonya rumah tidak mau turun dan ikut sarapan bersama, seperti biasanya.
"Panggil kan Mama mu!” seru Basrie memberikan perintah terhadap sang menantu kesayangannya.
Sang menantu pun mengangguk pertanda ia menurut dan menyetujui perintah itu. Dia bergegas pergi untuk memanggil mama mertuanya.
Dengan penuh hati-hati pintu pun di ketuk, sambil berkata, “Ma, ini Nilam! Apa Aku bisa masuk?”
Akan tetapi, mama mertua yang berada di dalam kamar pun tidak menjawab.
Nilam masih mengetuk-ngetuk pintu, setelah beberapa lama kemudian akhirnya pintu pun terbuka.
"Ada apa, Nilam?” kata mama mertuanya.
"Itu Ma, Papa bilang sarapan bersama dulu.”
"Bilang sama Papamu, aku tidak mau sarapan. Oh ya, satu hal lagi nanti siang aku mau pergi!" Setelah berkata, Parida pun menutup pintu kamarnya kembali.
Nilam masih berdiri di depan pintu kamar sambil bergumam, “Jika saja bukan karena harta, aku tidak sudi seperti ini.
Menantu bukannya jadi ratu tapi jadi pembantu.”
Nilam pun turun kembali Dan memberi tahu papa mertuanya, tentang apa yang dia dengar dari ibu mertuanya.
Basri mendengar semua ucapan Nilam tanpa ekspresi. Mereka semua menikmati sarapan pagi tanpa sang nyonya besar.
Basrie dan Roxy pun berpamitan untuk pergi ke kantor, dan menitip pesan pada Nilam untuk membawakan makan bagi ibu mertuanya.
Setelah kepergian mereka, Parida pun keluar dari kamar dan turun menuju ruang tamu berada.
"Nilam!” Panggil Parida, sambil menyimpan tas bermerek di pundaknya.
Nilam berlari dari arah dapur sambil menjawab, “Ya, Ma."
Dia berdiri tepat di hadapan sang ibu mertua, dan melihat dari ujung rambut sampai ke ujung kakinya lalu, mulai membuka suara. “Mama, mau ke mana?” tanya Nilam. Dia terlihat sangat penasaran akan ke mana kepergian Parida, tapi dia tidak berani untuk bertanya.
"Mama mau keluar sebentar ... tapi, awas kamu jika bilang sama papamu!" Parida pun mengingatkan Nilam untuk tidak cerita jika dia akan ke luar rumah.
Meskipun, banyak pertanyaan yang menggunung dalam pikirannya tapi, Nilam tetap mengangguk mematuhi perintah sang ibu mertua.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 194 Episodes
Comments
fifid dwi ariani
trus sukses
2023-02-06
0
¢ᖱ'D⃤ ̐🕊ᶜᵒᵐᵉˡ🐾
mau pergi kmna kira2 ni Parida... masih lum tau 🙈🙈
2022-11-02
2
Sri Rusnita
mirip cerita shehrazat
2022-10-29
1